Tokoh yang berperan dalam penandatanganan kedaulatan RIS

Sesuai hasil kesepakatan dalam KMB, pada tanggal 27 Desember 1949, diadakan upacara pengakuan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia Serikat.Pada tanggal 20 Desember 1949, Drs. Moh. Hatta dilantik sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat. Pengakuan kedaulatan Indonesia dilaksanakan di Belanda dan di Indonesia. Wakil Indonesia yang menandatangani pengakuan kedaulatan di negeri Belanda adalah Drs. Muh. Hatta dan wakil dari Belanda adalah Ratu Yuliana. Adapun proses penandatanganan di Indonesia, pihak Belanda diwakili oleh Lovink dan wakil Indonesia adalah Sultan Hamengkubuwono IX. Dengan adanya pengakuan kedaulatan tersebut, berakhirlah penjajahan dan kekuasaan Belanda atas Indonesia. Peristiwa tersebut juga menandai berdirinya negara Republik Indonesia Serikat (RIS).


Berdasarkan penjelasan di atas maka jawaban yang tepat adalah A

Tokoh yang berperan dalam penandatanganan kedaulatan RIS
Penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia hasil Konferensi Meja Bundar. Tokoh dalam foto: Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr Willem Drees, Menteri Urusan Kolonial J.A Sassen, dan Moh Hatta. (Sumber: Buku 40 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 1)

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar atau KMB diselenggarakan di Den Haag, Belanda. KMB atau De Ronde Tafel Conferentie (RTC) sendiri merupakan konferensi yang mempertemukan antara tiga perwakilan, yaitu pihak Belanda, Indonesia, United Nations Commission for Indonesia (UNCI), dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO).

Sementara tujuan diadakannya KMB ialah untuk menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda yang sudah sekian lama terjadi. Usai penjajahan Jepang, Belanda datang kembali untuk melancarkan serangan berkali-kali.

Pada tanggal 20 Juli 1947, Belanda melanggar perjanjian Linggarjati hingga terjadinya agresi militer pertama. Sementara pada 18 Desember 1948, Belanda melanggar Perjanjian Renville yang telah disepakati dan melakukan Agresi Militer II terhadap Indonesia. Akibatnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam sikap Belanda.

Maka dari itu KMB merupakan akhir dari perundingan antar kedua negara ini. Adapun berbagai tokoh penting yang menyukseskan KMB di Den Haag. Berikut adalah susunan tokoh dan jabatannya yang ada dalam KMB.

Muhammad Hatta sebagai pemimpin delegasi Indonesia, Muhammad Roem sebagai wakil pimpinan delegasi Indonesia, Abdoel Karim Pringgodigdo sebagai sekretaris, Soepomo, Juanda Kartawidjaja, Johannes Leimena, dan Ali Sastroamidjojo sebagai anggota dari delegasi Indonesia.

Sementara itu, ada juga Sultan Hamid II dari Pontianak sebagai pimpinan delegasi BFO. Lalu Tom Critchley sebagai diplomat dari Australia dan pengamat PBB. Terakhir Johan van Maarseveen sebagai Menteri Wilayah Seberang Laut dan pemimpin delegasi Belanda. 

Tentu semua tokoh di atas berjasa atas keberlangsungan KMB, namun ada juga tim inti dari delegasi perwakilan Indonesia sebagia berikut:

Mohammad Hatta

Dalam jurnal Peranan Mohammad Hatta pada Masa Pemerintahan Parlementer 1948-1956, Bung Hatta berperan besar sebagai pemimpin delegasi Indonesia di KMB. Dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan, ia melakukannya dengan cara diplomasi antar negara di dunia.

Saat diskusi, masalah yang hangat dibicarakan adalah ekonomi. Di saat itu, Belanda meminta agar Indonesia membayar hutang luar negerinya sebesar f. 3.167 juta dan hutang dalam negeri sebesar f. 2956 juta.

Hal ini membuat Hatta berat untuk menerima tuntutan tersebut. Ia mencoba lebih mendesak namun pada akhirnya hanya menerima tuntutan tersebut dengan pengurangan sampai f. 2000 juta pada angka awal Belanda.

Haji Agus Salim

Dalam Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah yang terbit pada 2019, Agus Salim berdedikasi atas terbentuknya Komisi Tiga Negara. Ia mencoba meyakinkan berbagai negara atas pengakuan kedaulatan Indonesia, khususnya Amerika Serikat.

Selain itu, ia juga melakukan Gerakan terselubung untuk melakukan penawaran kerja sama untuk mengadakan hubungan dagang dengan Indonesia. Melalui perantaraan Komisi Tiga Negara yang berisikan Australia, Amerika Serikat dan Belgia, maka pertikaian antar Indonesia[1]Belanda ditengahi. Alhasil hal ini menyebabkan terlaksananya Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Mohammad Roem

Mohammad Roem memiliki jabatan sebagai wakil delegasi Indonesia di KMB. Hasil dari KMB selanjutnya berhasil mengatur kerja sama militer dan hak milik orang asing bagi bangsa Belanda di Indonesia.

Roem mempercayai bahwa perundingan KMB ini akan terlaksana lebih baik ketika UNCI tidak bertindak sebbagai mediator. Namun menurut Roem, kedudukan Cohran yang tidak atas nama UNCI dinilai tidak menguntungkan.

Alasannya karena apabila Cohran ditunjuk untuk menyelesaikan secara pribadi utang piutang, maka Uni Soviet berpotensi memanfaatkan situasi tersebut untuk memblokir keanggotaan Republik yang masih baru dalam PBB. Pandangan Mohamad Roem itu terbukti ketika Uni Soviet menolak mengakui penyerahan kedaulatan.

Mr Soepomo

Melansir kemendikbud.go.id, Soepomo merupakan tokoh yang sempat berperan sebagai peninjau persetujuan antara Indonesia dan Belanda di KMB pada 3 Februari 1951. Sebagai Ketua Panitia khusus, ia juga bertugas menyiapkan penggatian persetujuan KMB menjadi perjanjian internasional biasa pada 27 Oktober 1951.

Sementara ketika KMB berlangsung, Soepomo aktif mengambil peran selaku Penasehat Menteri Kehakiman. Hal ini disebabkan karena melihat kemampuan sebelumnya sebagai Ketua Panitia Ketatanegaraan dan Hukum Tatanegara pada KMB

Sumitro Djojohadikusumo

Dalam KMB telah disepakati bahwa De Javasche Bank (DJB) ditunjuk sebagai bank sirkulasi untuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Sementara Bank Negara Indonesia (BNI) ditugaskan sebagai bank pembangunan.

Hal ini membuat Sumitro Djojohadikusumo sebagai anggota delegasi menentang atas penunjukan DJB. Ia melihat BNI lebih layak menjadi bank sirkulasi karena dinilai telah menjadi bank negara semenjak 1946, khususnya untuk keperluan tersebut.

FATHUR RACHMAN 

Baca: HNW: Jalan Berliku Menuju NKRI

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Konsensus yang disekapati dalam Konferensi Inter Indonesia I di Yogyakarta dan Konferensi Inter Indonesia II di Jakarta bermakna istimewa. Kesepakatan tersebut menjadi modal politik yang sangat kuat untuk menghadapi Belanda dalam foum Konferensi Meja Bunda (KMB).

KMB diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Konferensi berlangsung lebih dari sepekan, mulai 23 Agustus hingga 2 November 1949.

KMB dilaksanakan setelah dilakukan sejumlah perundingan diplomasi antara Indonesia dan Belanda. Perundingan-perundingan tersebut antara lain Perundingan Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Roijen (1949). KMB diselenggarakan untuk mempercepat penyerahan kedaulatan Indonesia.

Ada tiga pihak yang terlibat dalam KMB. Yakni, Indonesia, Belanda, dan United Nations Comissioner for Indonesia (UNCI) yang bertindak sebagai penengah.

Delegasi Indonesia diketuai Mohammad Hatta dengan dua belas anggota. Mereka adalah Moh Roem, Prof Dr Mr Supomo, Dr J. Leitnena, Mr Ali Sastroamicijojo, Ir Djuanda, Dr Sukiman, Mr Suyono Hadinoto, Dr Sumitro Djojohadikusumo, Mr Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr Muwardi.

Delegasi Belanda diwakili BFO dengan dipimpin Sultan Hamid II. Mereka mewakili sejumlah negara yang dibentuk Belanda di Indonesia. Sedangkan perwakilan Belanda dipimpin Mr van Maarseveen dan delegasi UNCI diwakili Thomas Chritchley.

Perdebatan-perdebatan terjadi antara delegasi Republik Indonesia dan Belanda. Perdebatan berlangsung sengit.

Sedangkan delegasi Republik Indonesia dengan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO/Badan Permusyawaratan Federal) berjalan selaras. Keduanya bekerja sama dengan baik. Keduanya tak terlibat perdebatan.

Sebab, delegasi Republik Indonesia dan BFO sudah mencapai kesepakatan pada Konferensi Inter Indonesia I dan Konferensi Inter Indonesia II.

Kesepakatan yang diraih dalam Konferensi Inter Indonesia I dan Konferensi Inter Indonesia II sangat membantu untuk pembahasan-pembahasan di KMB. Ketika pembahasan mengenai konstitusi Negara Indonesia Serikat, panitia kecil bidang konstitusi sangat terbantu dengan hasil kerja panitia teknis yang dibentuk saat Konferensi Inter Indonesia.

Panitia teknis telah menyusun draf konstitusi dengan terperinci. Draf tersebut dapat dibahas dalam KMB dengan lancar.

Ada sejumlah pokok  penting yang tercakup di dalamnya. Yakni, terkait tata praja, susunan pemerintahan, perundang-undangan, dan hal lain yang sudah disetujui dalam Konferensi Inter Indonesia.

KMB menghasilkan enam kesepakatan. Pertama, Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Kedua, pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya 30 Desember 1949. Ketiga, masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu satu tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.

Keempat, antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda. Kelima, kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS. Keenam, tentara Kerajaan Belanda segera mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Usai KMB, Ir Soekarno terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Sedangkan Mohammad Hatta terpilih sebagai Wakil Presiden RIS. Pemilihan tersebut dilaksanakan pada 16 Desember 1949,

Presiden Sukarno segera mengambil kebijakan. Dia berniat membentuk Kabinet RIS. Maka, ditunjuklah empat orang menjadi formatur pembentukan Kabinet RIS.

Keempat orang tersebut adalah Hatta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Anak Agung Gde Agung, dan Sultan Hamid II. Keempat orang tersebur merepresentasikan keterwajilan masing-masing dua formatur dari pihak Republik Indonesia dan BFO.

Semangat yang tertuang dalam konsensus nasional yang disepekati dalam Konferensi Inter Indonesia kembali muncul dalam Panitia Persiapan Nasional dan Penyusunan Kabinet RIS. Pada 20 Desember 1949, Presiden Soekarno melantik Kabinet RIS dengan komposisi yang memadukan perwakilan Republik Indonesia dan BFO. Bagi Republik Indonesia dan BFO, keberadaan RIS yang berdaulat dapat terwujud dengan melaksanakan konsensus yang telah disepakati.

Akhir Desember 1949, KMB menyatakan Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Pada 27 Desember 1949, diselenggarakan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia tersebut di Belanda. Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr Willem Drees, Menteri J.A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin Hatta.

Secara bersamaan, di Jakarta juga dilakukan penandatangan serupa. Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Belanda diwakili Wakil Tertinggi Mahkota Johannes Lovink. Penandatangan ini menegaskan kedaulatan Indonesia. Indonesia pun berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS). (*)