Silakan click foto untuk melihat dokumentasi kegiatan Pada hari Jumat tanggal 19 Januari 2018 di Ruang Sidang Kusumah Atmadja Pengadilan Negeri Palopo dilaksanakan Sosialisasi Bahaya Narkoba dan Penyebarluasan Informasi Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba. Sosialisasi ini dibuka oleh Ketua Pengadilan Negeri Palopo Bpk. Ig. Eko Purwanto, S.H., M.Hum. didampingi oleh narasumber dari Kantor Badan Narkotika Nasional Kota Palopo pada pukul 09.00 WITA. Sosialisasi ini diikuti oleh seluruh hakim, pejabat struktural dan fungsional, pelaksana serta honorer Pengadilan Negeri Palopo. Adapun pembahasan dalam sosialisasi ini sebagai berikut: Berbicara tentang narkoba tidak akan ada habisnya dan Presiden RI mengatakan bahwa negara Indonesia darurat narkoba. Jumlah pecandu kian hari makin meningkat, berdasarkan hasil penelitian Badan Nakotika Nasional (BNN) sekitar ± 5 juta yang menggunakan narkoba. Jenis narkoba yang dikonsumsi pecandu di negara kita adalah shabu, ekstasi, ganja, kokain, dan lain-lain. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penyalahgunaan narkoba yaitu daya rusak (merusak otak yang tidak ada jaminan sembuh), potensi pasar (penyalah-guna narkoba ± 5 juta), aparat terjerat (seluruh lapisan masyarakat terindikasi narkoba seperti pejabat/aparat TNI/POLRI/BNN/Jaksa/Hakim), kerugian jiwa dan materi (± 40 - 50 orang meninggal setiap hari), adanya dukungan modal, aksi narapidana (masih mengendalikan peredaran dari dalam penjara), jaringan internasional, jaringan Lapas (60 jaringan narkoba yang dikendalikan oleh 22 Lapas), jalur yang digunakan adalah jalur laut dan pelabuhan tidak resmi dan diselundupkan melalui kapal barang, adanya indikasi proxy war (diindikasi kuat sebagai instrumen proxy war oleh negara-negara asing). Dilaut Narkoba Jaya? Badan Narkotika Nasional menyebutkan jalur laut menjadi pintu masuk narkoba paling dominan. Jalur yang melewati pelabuhan-pelabuhan resmi dan pelabuhan ilegal ini ditempuh karena semakin ketatnya pengawasan di bandara. Para pengedar menyelundupkan narkoba jenis shabu dengan berbagai cara, seperti membentuk kemasan menyerupai kemasan teh, melalui alat refleksi, membentuk kemasan susu dan mesin motor. Apa sih Narkoba itu? Narkoba adalah zat-zat alami maupun kimiawi yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh baik secara oral (minum, hirup, hisap, sedot) maupun secara injeksi/suntikan dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan dan perilaku seseorang. Adapun jenis-jenis narkoba, yaitu:
Presiden RI Joko Widodo dalam rapat terbatas guna membahas masalah narkoba pada tanggal 24 Februari 2016 mengatakan, "Saya ingin agar ada langkah-langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar lagi, yang lebih berani lagi, yang lebih gila lagi, yang lebih komprehensif lagi dan dilakukan secara terpadu”. Adapun strategi operasional penanganan permasalahan narkoba yaitu:
Ada enam perintah Presiden RI, yaitu:
Peran seluruh elemen bangsa dalam penanganan narkoba yaitu: Pertama, adanya komitmen diri dimana seluruh elemen bangsa bertanggung jawab dan berkomitmen menjaga diri, keluarga, komunitas dan lingkungan dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kedua, adanya regulasi anti narkoba. Penerbitan regulasi pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap. Ketiga, konsolidasi kekuatan. Seluruh elemen (pemerintah, swasta dan masyarakat) berkontribusi dalam P4GN. Keempat, bersih narkoba. Mewujudkan lingkungan masyarakat, pemerintahan, tempat kerja, kampus/sekolah bersih narkoba. Kelima, deteksi dini. Penyelenggaraan tes urine secara berkala di lingkungan instansi, organisasi, kampus, sekolah dan lingkungan masyarakat. Andre Wongso mengatakan "Tanpa komitmen yang kuat dan konsisten dalam memperbaiki diri, jangan berharap kehidupan kita hari ini dan besok bisa lebih baik dari hari kemarin. Banyak orang gagal bukan karena mereka tidak mampu, melainkan karena mereka tidak memiliki komitmen”. Ayo kita perangi narkoba dengan sebuah komitmen.
Apa yang dimaksud dengan gratifikasi? Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : “Yang dimaksud dengan “gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diteria di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.” Apabila dicermati penjelasan pasal 12B ayat (1) tersebut, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat : pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunya makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan padal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur 12B saja. Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut…” Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya. Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut.
|