Permendiknas no 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif

Nur Khasanah, Adelina Hasyim, Yunisca Nurmalisa



The purpose of this study is to describe and analyze the Implementation of Permendiknas Number 70 of 2009 concerning Inclusion Education for Students Who Have Abnormalities and Have the Potential of Intelligence and / or Special Talents in SMP Negeri 2 Belitang. The research method used in this study is descriptive qualitative with the research subjects or informants, namely the principal, two teachers and two administrative staff at SMP Negeri 2 Belitang. Data collection techniques in this study use interview techniques as the main technique, as supporting using observation and documentation. The results showed that the Implementation of Permendiknas Number 70 of 2009 in SMP Negeri 2 Belitang was not optimal because supporters in inclusive education were not available such as facilities, Special Advisor Teachers, Funding and collaboration with experts. The component of inclusive education is very influential on the implementation of inclusive education services.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis Implementasi Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa di SMP Negeri 2 Belitang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian atau informan yaitu Kepala sekolah, dua orang guru dan dua orang staf tata usaha di SMP Negeri 2 Belitang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara sebagai teknik pokok, sebagai penunjangnya menggunakan observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009  di SMP Negeri 2 Belitang belum optimal dikarenakan pendukung dalam pendidikan inklusi tidak tersedia seperti sarana dan prasara, Guru Pembimbing Khusus, Pendanaan dan kerjasama dengan ahli. Komponen pendidikan inklusi sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pelayanan pendidikan inklusi.

Kata kunci : implementasi, pendidikan inklusi, peserta didik.



Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekjen Depdiknas.

Desiningrum Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Psikosain.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta Selatan: Salemba Humanika.

Larasati, Muthia. 2016. Skripsi. Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi di SMP Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. Jakarta: Depdiknas.

Purwanto, Nanang. 2014. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 31 Ayat 1 Dan 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.


  • There are currently no refbacks.

Permendiknas no 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif

Apakah kamu pernah mendengar Pendidikan Inklusif? Apa yang ada dikepalamu ketika mendengar tentang pendidikan inklusi?  Sebagai mahasiswa fakultas ilmu pendidikan di kampus pendidikan seharusnya kita sudah paham dan mengerti perihal pendidikan inklusi. Tidak hanya paham, tetapi seharusnya kita juga bisa ikut serta dalam pengembangan pendidikan inklusi itu sendiri. Menjadi hal yang miris karena pendidikan inklusi penting keberadaannya bagi anak dengan hambatan khusus tetapi belum banyak yang mengetahuinya.

 Untuk mengetahui lebih jauh tentang definisi, sejarah, kebijakan dan evaluasinya serta permasalahan-permasalahan yang melekat dalam pendidikan inklusi. Check it out!

 Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon Shevin dalam O’Neil 1994). Sedangkan dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009 pasal 1 diterangkan bahwa pendidikan inklusi adalah “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.” Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback, 1980).

Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak. Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif..

Kebijakan dan Kendala Pendidikan Inklusi di Indonesia.

Indonesia mulai mengupayakan pendidikan inklusi sejak dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Dikdasmen DepdiknasNo.380/C.C6/MN/2003 pada 20 Januari 2003 kemudian diperkuat dengan dikeluarkannya Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Hal ini memang sejalan dengan hasil kesepakatan Konferensi Dunia di Salamanca pada tahun 1994 dan Deklarasi Dakar tahun 2000 yang berupaya mengakomodasi kebutuhan dasar masyarakat tentang pendidikan untuk semua (Education for All) tanpa memandang ras, agama dan potensi peserta didik. Sambutan masyarakat terhadap model ini pun cukup tinggi ditandai dengan jumlah sekolah penyelenggara inklusi dan siswanya yang meningkat secara signifikan. Walaupun begitu, implementasi di lapangan masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal tersebut terutama disebabkan kurangnya komitmen dan dukungan pemerintah.

Kendala yang marak ditemukan ialah penolakan sekolah, kurikulum, penyediaan sarana, prasarana dan penyediaan SDM (misalnya Guru Pedamping Khusus) yang belum memadai. Kendala yang ditemukan pada proses mengimplementasikan pendidikan inklusi ialah penolakan oleh sekolah terkait penyelenggaraan pendidikan inklusi (Hanjarwati & Aminah: 2014). Kendala ini terjadi di wilayah Yogyakarta, kemungkinan wilayah lain pun merasakan hal yang sama. Alasan mengapa sekolah menolak karena ketidaktauan sekolah terhadap pendidikan inklusi dan tidak tersedianya sarana, prasarana serta sumber daya manusia. Selain itu, guru lebih memilih mengajar anak normal yang tidak terlalu banyak kesulitan.

Adapun banyak sekolah mengklaim bahwa sekolah tersebut inklusi. Namun, hanya berlabel inklusi saja karena belum benar-benar menyediakan fasilitas penunjang inklusi. Hal ini mungkin tidak disadari oleh orang awam, namun bila diulik lebih lanjut ada yang kurang tepat dalam pelaksanaannya. Hal yang kurang tepat ini terdiri dari kurikulum, penyediaan sarana dan prasarana, serta SDM yang belum mumpuni.

Komponen kurikulum menjadi krusial karena kurikulum merupakan jantung dari suatu proses pembelajaran. Keberlangsungan proses pembelajaran tergantung pada perencanaan kurikulum yang dibuat. Kurikulum yang baik bagi pendidikan inklusi adalah kurikulum yang terjangkau dengan semua anak. Implikasi pendidikan inklusif menurut Hidayat (2010), yakni setiap siswa berhak atas pendidikan kelompok sebaya, setiap siswa diberikan perlakuan yang adil, setiap siswa diberikan perhatian dan dukungan yang tepat, komunitas mampu bertindak sebagai pelindung dan pembimbing ABK, orang tua dilibatkan dalam proses pembelajaran, program pendidikan ditawarkan dalam kepada setiap siswa.

Proses pembelajaran yang terlaksana merupakan implementasi dari perencanaan kurikulum. Sistem belajar di pendidikan inklusif idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1 – 6 siswa berkebutuhan khusus dengan dua guru dan satu guru terapis yang bertanggung jawab dibawah koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Kemudian, guru perlu memastikan bahwa anak memahami pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu, sekolah pun harus mempersiapkan program pembelajaran individual (PPI) bila anak belum juga memahami pembelajaran dengan baik.

Tentunya hal-hal tersebut belum terlaksana maksimal di Indonesia secara umum. Penyebab umum yang terlihat ialah ketidakpahaman sekolah-sekolah atas pendidikan inklusi. Jika sekolah paham dan menjalankan sistem pendidikan inklusi ini, maka belum tentu pelaksanaannya sempurna, Banyak sekolah yang ‘mampu’ menjalankan pendidikan inklusi namun malah terhambat karena rencana kurikulum yang belum matang, fasilitas dan sumber daya manusia yang belum memadai.

Tidak hanya tugas bagi sekolah dan juga guru, tetapi ini juga merupakan tugas dari pemerintah untuk bisa memfasilitasi sekolah inklusi agar setiap anak mendapat haknya dan merasakan pembelajaran dengan baik juga sesuai.

Sumber:

Hanjarwati, Astri., Aminah, Siti. (2014). Evaluasi Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta mengenai Pendidikan Inklusi. Vol 1(2). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga

Lukitasari, Sasadara Wahyu, dkk. (2017). Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusi. Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol 4(2): 121 – 134.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.  

Tulisan ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.