Suatu ketika orang-orang membawa seorang wanita yang diduga telah melakukan zina kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Setelah berada di hadapan Sang Khalifah, wanita tersebut mengakui bahwa dirinya telah berzina dengan seorang temannya. Seketika itu, Khalifah Umar bin Khattab langsung memerintahkan agar wanita tersebut dihukum rajam (hukuman mati dengan dilempari batu).
Di lain waktu, Khalifah Umar juga mengampuni pencuri yang mencuri unta karena kelaparan. Kisahnya, suatu hari beberapa pembantu Hatib bin Abi Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik orang dari Muzainah. Kusayyir bin As-Salt kemudian meminta Khalifah Umar untuk menjatuhkan hukuman potong tangan pada pencuri tersebut.
Dia mendasarkan argumennya pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 173: “…jika dalam keadaan terpaksa bukan sengaja hendak melanggar atau mau melampaui batas maka tidaklah ia berdosa. Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih.” Pada masanya, Khalifah Umar bin Khattab melakukan banyak ijtihad terkait hukum Islam. Dia banyak mengeluarkan ‘fatwa’ sampai sesuatu baru yang sama sekali belum muncul atau belum diputuskan pada zaman Nabi Muhammad. Misalnya, menghentikan pembagian harta rampasan perang berupa tanah milik rakyat Syam dan Irak—padahal Nabi membagikan tanah Khaibar kepada mereka yang ikut menaklukkannya, menghentikan pembagian zakat kepada mualaf—padahal mualaf termasuk asnaf delapan, mengodifikasi Al-Qur’an, dan lain sebagainya.
|