Bagaimana peran Tuhan dalam menghadapi cita cita dan harapan bagi masa depan mu dan apa yang harus kamu lakukan?

Mimbar Kristen Minggu ini mengambil tema 'Berpegang pada Pengharapan'. Tema ini terambil dari Nas Alkitab, Roma 15:1-6:

“Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: "Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku." Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.”

Mengakhiri tahun 2020, kita mendengar berita masih meningkatnya orang terpapar Virus Corona. Memasuki tahun 2021, kita diperhadapkan pada kemungkinan-kemungkinan yang tidak pasti. Kita mendengar dan melihat berita jatuhnya pesawat dan membuat orang ada kekuatiran dan ketakutan. Banyak orang mengalami ketakutan. Banyak orang mengalami kecemasan, bahkan keputusasaan. Itu semua dialami.

Tapi, ada juga orang yang memiliki pengharapan. Pengharapan adalah suatu proses penantian akan hal-hal yang akan terjadi nanti dalam kehidupan. Apakah saudara saat ini ada pengharapan untuk menatap dan menjalani tahun 2021?

Kristen mengajarkan pentingnya berpegang pada pengharapan. Arti berpegang yaitu tahu ada pengharapan. Maksudnya, sikap yang tidak mudah terpengaruh oleh situasi apapun. Orang Kristen yang berpegang teguh pada pengharapan adalah orang bertekun menanti akan hal-hal yang akan terjadi dalam kehidupan dan terus-menerus menyatakan suatu tindakan keberadaan pengalaman yang tidak mudah terpengaruh oleh situasi. Pengharapan Kristen adalah proses yang terus kita jalani dan sedang kita jalani bersama, yaitu adanya kebergantungan kita pada pertolongan Roh Kudus.

Di dalam Roma 15:1-6. Persekutuan Kristen di situ adanya keteguhan, persekutuan Kristen, orang yang berpegang teguh pada pengharapan. Persekutuan itu adalah hal bersekutu, perhimpunan, adanya kaitan orang-orang yang sama, yaitu percaya dan bergantung kepada Tuhan. Tujuan persekutuan Kristen adalah memperkuat seorang dengan yang lain, mendorong seorang dengan yang lain, memberikan semangat, menyemangati yang satu dengan yang lain.

Bahkan, di dalam persekutuan Kristen, kita berbagi dalam pengalaman untuk kebaikan bersama, menunjukkan sukacita Kristus memberi penerangan bagi kita. Secara khusus, persekutuan juga memberikan kebangunan bagi orang yang lemah, menguatkan saudara seiman yang lemah, mendesak bahkan di sini kita meninggalkan kebiasaan yang lama dan kembali berserah, bergantung kepada Tuhan.

Paulus mengingatkan persekutuan Kristen ditandai dengan saling memperhatikan di antara anggotanya. Di dalam ayat 1, Paulus berkata “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.” Paulus menggunakan istilah kuat, Paulus menggunakan istilah lemah untuk menggambarkan keadaan rohani orang percaya di dalam persekutuan itu. Orang yang kuat menunjukkan pada iman, orang yang telah dewasa di dalam Kristus. Orang yang kuat adalah orang yang memahami kebebasan rohani mereka.

Tetapi Paulus mengingatkan supaya orang yang kuat melihat, memperhatikan kehidupan orang yang rohaninya lemah. Hidup dalam ketaatan Firman, orang yang kuat di dalam Tuhan adalah orang yang menjadi teladan dalam hidupnya. Sebagai pribadi Kristen, hidupnya menjadi contoh, meneliti Firman Tuhan, menyelidiki Firman Tuhan, melakukan Firman Tuhan. Bahkan di dalam hatinya, di dalam hidup orang percaya, ada satu kerinduan mengajarkan kebenaran Firman kepada semua orang, menghidupi Firman dalam hidup nyata sehari-hari.

Hidup yang menjadi teladan adanya komitmen, adanya satu tekad semakin hari semakin setia kepada Tuhan dan kepada sesama. Kehidupan pribadi di dalam komunitas Kristen adalah adanya perhatian kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya, adanya komitmen yaitu pembaharuan hidup, mengalami pembaharuan, mengalami perubahan. Yang dulunya suka marah sekarang kita menjadi orang yang sabar dan bisa mengendalikan diri. Berbicara kasih bukan hanya sebatas teori tetapi adanya satu tindakan, adanya kemauan hidup berbagi bagi orang lain.

Bagaimana dengan kehidupan saudara sebagai orang Kristen, apakah Saudara sudah berdampak bagi orang lain? Apakah Saudara sudah ada kehidupan di dalam kehidupan Saudara?

Paulus juga melanjutkan, perhatikanlah orang yang lemah. Maksud Paulus dalam ayat ini, istilah lemah, yaitu orang yang masih percaya pada ritual, kebiasaan, tradisi hukum Taurat di dalam kehidupan rohaninya masih bimbang. Ciri hidup orang yang lemah ini diperhadapkan dengan tantangan, dengan  kehidupan, belum yakin di dalam Kristus. Masih mudah terombang-ambing, masih mudah bimbang sehingga di dalam menjalani kehidupan itu orang yang lemah itu bisa dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekelilingnya.

Paulus memberikan nasehat kepada orang yang kuat, yang sudah dewasa di dalam Kristus. Jangan menyukakan dan menyenangkan diri sendiri, apa yang dilakukan harus mempertimbangkan kebimbangan dan ketakutan orang lain, yaitu orang-orang yang merasa bahwa hal itu salah.

Saudara kekasih di dalam Tuhan. Dalam persekutuan Kristen, kita tidak mencari kesenangan sendiri, tetapi mencari kesenangan orang lain dalam arti membangun, menyemangati, meningkatkan kehidupan Kristen semakin berpusat kepada Kristus. Seluruh kehidupan kita adalah milik Kristus. Melihat pekerjaan Tuhan, melihat pekerjaan sehari-hari, hidup dengan visi dan semangat, bahkan di dalam menjalani kehidupan ada satu pengharapan yang tinggi di dalam Tuhan. Memegang Alkitab sebagai otoritas tertinggi terhadap setiap nilai dan kepercayaan hidup. 

Rasul Paulus melanjutkan: “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: "Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku."

Paulus memberikan satu contoh di dalam perikop ini, siapa yang menjadi pribadi yang tidak mementingkan diri sendiri. Kristus tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, Kristus tidak mencari pujian, Kristus tidak mencari kenyamanan, Kristus tidak mencari kesenangan duniawi. Bahkan di sini dikatakan keteladanan Kristus, Kristus datang ke dunia, Kristus mengosongkan diri, menjadikan diri-Nya tidak berharga. Seluruh hidup Kristus hanyalah untuk menyangkal diri dan tidak mencari kesenangan sendiri. Kristus datang menanggung kelemahan-kelemahan orang yang tidak kuat. Hidup sebagai seorang Hamba, hidup yang taat kepada perintah Bapa, bahkan Dia rela mati di atas kayu salib.  Yesus merendahkan hati, keinginan Kristus mentaati Bapa dan melayani orang lain.

Saudara yang dikasihi Tuhan. Mari kita bersama belajar menjadi seorang murid yang terus belajar berubah, semakin hari semakin baik. Menerapkan perilaku Kristus dalam persekutuan di dalam pelayanan. Kita saat ini berada di bumi tercinta dan bernegara di Indonesia ini sebagai rakyat yang takut akan Tuhan, sebagai rakyat yang taat perintah juga aturan negara. Mari kita juga mentaati untuk membangun satu dengan yang lain, meskipun kita menjalani hidup seperti Kristus, ada tantangan, ada pergumulan. Bahkan saat ini, di masa sulit, dihadapi oleh seluruh rakyat Indonesia, mari kita tetap berpegang teguh pada pengharapan hidup, bergantung kepada Tuhan. Kita berpikir, kita berdoa dan kita bertindak, pengharapan Kristen adalah pengharapan terus menerus yang berproses semakin hari, semakin dewasa di dalam Tuhan.

Di dalam Efesus 4:13 sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Saudara yang dikasihi oleh Tuhan. Dalam bagian ini kita diingatkan bahwa berpegang pada pengharapan adalah sikap optimis yang realistis dan bukan mimpi. Jika kita memiliki hidup yang selalu percaya dan mempercayakan segala sesuatu kepada Tuhan, bahwa Tuhan akan menjadikan segala sesuatu indah dan baik menurut kehendak Tuhan.

Saudara yang dikasihi Tuhan. Semua peristiwa yang terjadi saat ini, kita yakin semua dikontrol dalam kendali Tuhan. Sebagai orang percaya kepada Tuhan, tetaplah berpegang pada pengharapan di dalamNya. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin

Pdt. Ayub Rusmanto, M.Th. (Wakil Ketua Sinode Gereja Santapan Rohani Indonesia-GSRI)

Setiap manusia menginginkan untuk menjadi lebih baik dan memiliki sesuatu yang baik adalah fitrah yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Setiap hal yang diinginkan pasti akan terpintas di dalam pikiran manusia, akan tetapi kita harus ingat bahwa keinginan tersebut jangan sampai hanya membuat kita berangan-angan bahkan membuang-buang waktu. Dalam surah an-nisâ’ ayat 119 dituliskan bahwa setan berjanji kepada Allah Swt untuk terus menggoda manusia, salah satunya dengan membuat mereka berangan-angan kosong sehingga manusia lalai terhadap perintah Allah Swt . Berangan-angan hanya akan membuang waktu dan hal tersebut merupakan salah satu bentuk godaan setan untuk menyesatkan manusia, oleh karena itu hendaknya kita segera memohon ampun ketika terjebak dalam angan-angan kosong tersebut.

Lalu, jika tidak boleh berangan-angan lantas apakah kita tidak boleh bercita-cita? Tentu saja tidak demikian, karena berangan-angan atau berkhayal berbeda dengan bercita-cita. Cita-cita  adalah hal yang dimiliki oleh semua orang, terutama orang-orang yang memiliki pandangan hidup kedepan, karena dengan cita-cita seseorang akan merasa termotivasi dan memiliki harapan untuk memiliki hidup yang lebih baik. Cita-cita membuat kita melihat kedepan dan merencanakan sesuatu, yang berarti kita melakukan ikhtiar ataupun usaha agar kita dapat mencapai keinginan tersebut. Apa saja yang bisa kita lakukan sebagai orang yang beriman untuk menggapai cita-cita yang diridhai-Nya?

  1. Membuat Rencana dan Menyerahkan Segala Sesuatu Kepada Allah.

Rencana adalah salah satu hal terpenting dalam hidup, orang yang tidak memiliki rencana dapat diibaratkan seperti air yang hanya mengikuti arus, sehingga mudah terombang-ambing dan tak tentu arah. Membuat suatu perencanaan merupakan langkah awal untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita, rencana akan membuat kita mengerti langkah apa yang harus kita ambil sepanjang perjalanan berikhtiar.

Berencana adalah tugas manusia sebagai bentuk usaha yang harus dilakukan, namun orang yang beriman tidak hanya sekedar berencana akan tetapi kita perlu menyerahkan segala sesuatu kepada Allah  atau dengan kata lain kita percaya bahwa Allah melihat setiap usaha kita dan pasti memberikan jalan dan hasil yang terbaik, dengan demikian kita telah meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah  dengan terus berusaha dan menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya.

  1. Meluruskan dan Memperbaharui Niat.

Sebagai orang yang beriman kita perlu memiliki visi tersendiri yang menjadi pembeda dengan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah Swt . Semua orang mengharapkan kehidupan yang baik di dunia melalui cita-cita dan target yang mereka usahakan, akan tetapi orang yang beriman punya nilai tersendiri dalam mengupayakan keinginannya dibandingkan dengan mereka yang tidak beriman. Nilai tersebut terletak pada niat yang dimiliki, orang yang beriman memiliki visi yang lebih tinggi yaitu merasakan kebaikan di dunia hingga di akhirat nanti, oleh karena itu apapun keinginan dan cita-cita yang kita inginkan harus dilandasi oleh niat karena Allah  terlebih dahulu. Niat akan menjadi faktor yang sangat menentukan, jika niat kita sudah dibenahi maka kebaikan yang akan kita dapatkan tidak hanya sampai di dunia saja akan tetapi dapat kita rasakan hingga di akhirat kelak.

Dari Umar, bahwa Rasulullah ` bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (H.R. Bukhari, dan Muslim)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa apa yang akan kita dapatkan sesuai dengan niat yang kita miliki. Ketika niat kita hanya sebatas menjadi sukses di dunia tanpa melibatkan Allah, maka kenikmatan yang akan kita dapatkan hanya sebatas usia kita di dunia, dan ajal akan datang kapan saja tidak peduli orang tersebut sudah merasakan nikmat dari kesuksesannya atau bahkan masih bersusah payah menitih kesuksesan tersebut. Kita tidak ingin menjadi orang yang merugi di akhirat kelak karena lalai dengan kesenangan duniawi, sehingga setiap kebaikan yang kita raih di dunia ini perlu kita usahakan untuk menjadi penyebab ridha Allah dan memberikan kebaikan di akhirat kelak.

  1. Menyadari Dunia dan Isinya Bersifat Sementara.

Orang yang beriman memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki di dunia ini akan ditinggalkan setelah kematian menjemput. Bahkan orang terkaya di dunia pada akhirnya akan mati dan semua harta kekayaan yang dimiliki tidak berarti lagi bagi jasadnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa manusia yang ada di muka bumi memiliki cita-cita tertentu seperti ingin membeli kendaraan dan rumah yang bagus, ingin memiliki usaha yang sukses atau ingin melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi. Semua contoh tadi bisa jadi adalah parameter kesuksesan dalam sebuah kehidupan yang sifatnya hanya sementara, namun tidak ada salahnya jika seseorang menginginkan kehidupan yang baik di dunia dengan syarat tetap berprinsip pada ketentuan Allah  seperti firman-Nya dalam surah  al-Qashash ayat 77 yang artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“.(Q.S. al-Qashash [28]: 77)

Ayat ini mengingatkan kita untuk tetap menjadikan akhirat sebagai tujuan utama karena kita diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah, namun di sisi lain kita juga perlu memperhatikan kualitas hidup selama di dunia. Orang yang beriman akan memanfaatkan kebaikan di dunia untuk memperoleh kebaikan di akhirat. Kita bisa membuat hal-hal itu terus memberikan kebaikan meskipun setelah pemiliknya meninggal dunia, yakni dengan kembali meniatkan semuanya sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah  serta memanfaatkan segala apa yang kita peroleh untuk menolong agama Allah.

  1. Meminta Doa dari Kedua Orang Tua

Orang tua adalah orang terdekat dan orang yang paling pantas untuk kita hormati, terutama seorang ibu. Keridhaan Allah  juga tidak akan terlepas dari keridhaan orangtua, sehingga sudah sepatutnya kita selalu menjalin komunikasi dan memberi tahu kedua orang tua kita megenai hal-hal yang akan kita rencanakan dan usahakan untuk kedepannya. Doa dari orang tua adalah salah satu kunci keberhasilan seseorang, oleh karena itu jangan pernah berjalan sendirian dan melupakan jasa-jasa mereka. Jika kita menanyakan balasan apa yang ingin mereka peroleh dari segala upaya dan jerih payah mereka selama mengurus dan membesarkan kita, maka mereka tidak akan menjawab untuk diberikan materi dan lain sebagainya, namun hal yang sangat mereka inginkan adalah anak yang dibesarkan bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi orang banyak serta menjadi anak yang dapat menambah timbangan kebaikan dan menyelamatkan mereka di akhirat nanti.

Memiliki berbagai cita-cita adalah cerminan seseorang yang memiliki pandangan hidup kedepan dan punya keinginan untuk menjadi lebih baik, sebagai makhuk yang diciptakan oleh Allah sudah selayaknya kita menyerahkan segala bentuk usaha kita kepada Allah  dan meniatkan semua hal yang kita lakukan di jalan yang benar dan hanya karena Allah . Dengan demikian seseorang tidak hanya akan memperoleh kesuksesan di dunia, namun juga akan memperoleh kehidupan yang baik di akhirat kelak.Wallâhu a’lam.[]

Inesya R. N.

NIM: 15613187

Mahasiswa Prodi Farmasi, FMIPA UII

Mutiara Hikmah

Nabi ` bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (H.R. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash ‘Ash)