TRIBUNNEWSWIKI.COM - Puputan Jagaraga atau Perang Bali III adalah perlawanan Kerajaan Buleleng terhadap pasukan Belanda pada tahun 1846 hingga 1849. Belanda memasuki pulau Bali pada abad ke-19 dengan niat untuk melakukan penjajahan. Salah satu hal yang melatarbelakangi Puputan Jagaraga adalah adanya adat Tawan Karang. Tawan Karang adalah hak istimewa yang dimiliki raja-raja Bali untuk menyita kapal-kapal yang terdampar di wilayah perairan kerajaan mereka lengkap beserta seluruh muatannya. Hukum tersebut sudah ada sejak zaman Bali Kuno hingga zaman Puputan Badung pada 1906. Adanya Tawan Karang ini menyebabkan keselamatan harta benda dan awak kapal Belanda menjadi terancam. Pada 1843, Belanda mengadakan perjanjian dengan beberapa Kerajaan di Bali untuk menghapus adat Tawan Karang. Sebab, dengan adanya Tawan Karang dapat mengancam keselamatan harta benda dan awak kapal Belanda. Setahun setelah itu, terjadi peristiwa perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di pantai Prancah (Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda mengutus Asisten Residen Banyuwangi bernama Ravia de Lignij ke Bali untuk bernegosiasi. Belanda menuntut dilepaskannya kapal-kapal tersebut, yang kemudian ditolak oleh Kerajaan Buleleng. Penolakan itu kemudian dijadikan alasan Belanda untuk menyerang Buleleng. (1) Baca: Perang Puputan Margarana Baca: 17 Agustus – Seri Sejarah Nasional: Perang Puputan Badung Baca: 17 AGUSTUS - Seri Sejarah Nasional: Puputan Bayu (1771) Perlawanan Bali (wikimedia.org)Pada 1846, perang meletus dengan kedatangan pasukan perang Belanda ke Buleleng. Pasukan perang ini terdiri atas pasukan gabungan Batavia dan Surabaya yang berjumlah 1.700 orang dan 400 orang tentara Eropa. Penyerangan itu dipimpin oleh Komandan Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Laksamana E.B. van den Bosch. Sementara pasukan angkatan darat dikomando Letnan Kolonel J Bakker. Belanda menawarkan diplomasi terakhir sebelum melakukan penyerangan. Patih Kerajaan Buleleng, I Gusti Ketut Jelantik dituntut untuk meminta maaf dan mengganti rugi kapal-kapal Belanda yang dirampas. Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: I Gusti Ketut Jelantik Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: I Gusti Ketut Pudja Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: I Gusti Ngurah Made Agung Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: I Gusti Ngurah Rai Kerajaan Buleleng (slideshare.net)Diplomasi itu ditolak oleh I Gusti Ketut Jelantik yang kemudian memimpin perlawanan rakyat Buleleng. Benteng pertahanan pun dibangun, salah satunya Benteng Jagaraga yang berbentuk 'Supit Urang'. Pada hari penyerangan, kapal-kapal Belanda menyerbu dengan tembakan meriam. Pasukan Buleleng bertahan di dalam benteng hingga membuat Belanda kewalahan. Pasukan dari Batavia dan Madura kembali didatangkan pada 26 Mei 1846. I Gusti Ketut Jelantik bertahan dan terus memimpin pasukannya untuk menjaga Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made. Pasukan Belanda berhasil menyentuh istana, membuat Raja Buleleng mundur dan mengamankan diri ke Jagaraga. Setelah ibukota Buleleng jatuh ke tangan Belanda, I Gusti Ketut Jelantik memulai taktik gerilya dengan memanfaatkan kondisi Jagaraga yang masih dipenuhi hutan, sungai, sawah serta perbukitan. I Gusti Ketut Jelantik menghimpun kekuatan dari kerajaan-kerajaan Bali yang kemudian bergabung di Jagaraga. Karena sadar pasukannya kalah dalam persenjataan dan logistik, I Gusti Ketut Jelantik menyusun strategi bertahan dengan model makara wyuha atau supit udang. Menggunakan taktik gerilya, Buleleng terus maju sepanjang tahun 1848. Karena merasa terancam, Belanda menggunakan taktik adu domba. Utusan-utusan dikirim untuk memecah-belah persatuan kerajaan-kerajaan Bali. Selain itu Belanda juga menyiarkan rumor tentang sebagian kerajaan di Bali berhasil direbut. Rumor tidak benar itu membuat pasukan Buleleng menjadi khawatir dan bahkan meninggalkan benteng pertahanan Jagaraga. Pada 15 April 1849, Jagaraga dikepung secara mendadak. I Gusti Ketut Jelantik harus mundur ke Gunung Batur. Dalam perjalanannya, I Gusti Ketut Jelantik akhirnya meninggal dunia. Sepeninggal I Gusti Ketut Jelantik, Buleleng berhasil direbut Belanda Pulau Bali juga berhasil jatuh ke tangan Belanda. (2) Lukisan I Gusti Ketut Jelantik (Kolase foto (https://bulelengkab.go.id))Sepeninggal I Gusti Ketut Jelantik, Buleleng berhasil direbut Belanda Pulau Bali juga berhasil jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan-kerajaan Bali menjadi tunduk dengan Belanda. Dari segi ekonomi, Belanda juga menguasai monopoli perdagangan di Bali. Selain itu adat sute dalam tradisi ngaben juga dihapus. (3) (TribunnewsWiki/Indah) Jangan lupa subscribe channel YoutubeTribunnewsWiki
Admin dinsos | 10 Agustus 2016 | 35689 kali Ringkasan Perang Jagaraga Tahun 1848 – 1849 Oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng Peristiwa Perang Jagaraga yang telah tercatat di Monumen Nasional Jakarta terjadi pada Tahun 1848 sampai 1849. Perang heroik ini sebagai akibat dari ketidak taatan Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem bersama Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik terhadap perjanjian perdamaian kekalahan perang Buleleng pada Tahun 1846. Adapun isi perjanjian yang ditanda tangani oleh Raja Buleleng dan Raja Karangasem (yang telah membantu Perang Buleleng) pada saat itu Raja Buleleng didampingi oleh Ida Bagus Tamu dan I Nengah Rawos sebagai berikut : 1. Kedua kerajaan harus mengakui ada di bawah kekuasaan Gubernemen dan mengakui Raja Belanda sebagai tuannya; 2. Tidak boleh membuat perjanjian dengan bangsa kulit putih lainnya; 3. Segera menghapus peraturan Tawan Karang; 4. Membayar biaya perang sebesar 300.000,- Gulden, Raja Buleleng dibebankan 2/3 sedangkan Raja Karangasem 1/3 yang harus dilunasi dalam kurun waktu 10 Tahun. Setelah Perang Buleleng selesai I Gusti Ngurah Made Karangasem, I Gusti Ketut Jelantik, pimpinan pasukan dan para prajurit yang setia memindahkan Kerajaan Buleleng ke Desa Jagaraga dengan pertimbangan Desa Jagaraga mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut : 1. Medannya berbukit, banyak jurang untuk melaksanakan serangan mendadak; 2. Jalan penghubung hanya satu melalui Desa Sangsit mudah mengintai pasukan musuh; 3. Jarak Jagaraga Pabean relatif pendek, mudah mengetahui pergerakan Belanda; 4. Istri tercinta I Gusti Ketut Jelantik berasal dari Desa Jagaraga yang memiliki naluri perang. I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng yang dibantu oleh Jro Jempiring dalam kurun waktu 1846 sampai 1848 telah melakukan langkah-langkah strategi perang sebagai berikut : 1. Menyusun benteng-benteng pertahanan di sekitar Jagaraga; 2. Melatih prajurit-prajurit Buleleng dan Jagaraga teknik dan taktik berperang; 3. Membangkitkan semangat perang masyarakat Jagaraga dan sekitarnya dengan menggunakan rumah-rumah penduduk untuk menyimpan logistik perang; 4. Meminta bantuan kepada Raja-Raja di Bali diantaranya Raja Karangasem, Raja Klungkung, Raja Gianyar, Raja Mengwi dan Raja Jembrana lengkap dengan persenjataannya; 5. Strategi yang digunakan dalam perang Jagaraga adalah Supit Surang (Makara Wyuhana). Makara Wyuhana yaitu strategi perang yang diterapkan oleh Prabu Yudistira dalam cerita Bharata Yudha. 6. Di belakang tembok benteng yang dijadikan pusat markas dan komando I Gusti Ketut Jelantik berdiri tegak Pura Dalem Segara Madu Jagaraga. Selama Belanda menguasai Buleleng tidak pernah merasakan kenyamanan dan keamanan karena pasukan I Gusti Ketut Jelantik selalu membuat huru-hara di sekitar Buleleng dan Pabean, merampok kapal-kapal Belanda di Pelabuhan Pabean, memboikot penjualan bahan-bahan makanan kepada serdadu Belanda, di samping telah melanggar seluruh perjanjian yang disepakati pada perang Buleleng, sehingga tanggal 8 Juni 1848 Belanda melakukan penyerbuan melalui Pelabuhan Sangsit dengan kekuatan 22 kapal perang yang dilengkapi dengan meriam. Serdadu Belanda dibagi menjadi empat Devisi : 1. Devisi I dipimpin oleh Letkol Sutherland; 2. Devisi II dipimpin oleh Mayor Sorg; 3. Devisi III dipimpin oleh Letkol Bron De Vexela; 4. Devisi IV dipimpin oleh Mayor De Vos. Perang Jagaraga pertama Belanda kalah dengan gugurnya 250 serdadu Belanda, Jendral Van Der Wijck selaku komando ekspedisi ke Jagaraga telah mengakui ketangguhan prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya di bawah kepemimpinan I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng yang dibantu oleh Jro Jempiring. Faktor- faktor yang mempengaruhi kemenangan ini diantara lain : 1. Jiwa patriotisme prajurit Jagaraga beserta sekutunya sangat tinggi, ibarat singa kelaparan menerkam lawan-lawannya; 2. Mentaati perintah perang I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng yang dibantu Jro Jempiring; 3. Melakukan serangan terpadu dengan daya tangguh dan kuat; 4. Dapat menggunakan Senjata Bus (Bedil Bus) yaitu meriam tradisional yang ditepatkan di benteng utama; 5. Siasat perang berjalan sesuai rencana yang dapat menggiring pasukan Belanda masuk perangkap ke benteng Supit Surang (Makara Wyuhana); 6. Belanda tidak mengenal medan tempur Jagaraga; 7. Belanda menganggap remeh prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya; 8. Belanda tidak dapat melaksanakan konsolidasi karena situasi politik kacau baik di Indonesia maupun di Eropa. Perang Jagaraga kedua sekalipun I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng dan Jro Jempiring telah merasakan kemenangan yang gemilang, dan telah mendapat pengakuan seluruh Raja-Raja di Bali yang dapat dijadikan spirit untuk melawan penjajah Belanda dari Bumi Bali yang tercinta. Namun beliau menyadari betul Belanda akan melakukan serangan balasan oleh karena itu I Gusti Ketut Jelantik bersama Jro Jempiring selalu membakar semangat patriotisme seluruh prajurit dan juga melakukan latihan perang bersama prajurit dengan sekutu-sekutunya, meningkatkan logistik dan peralatan-peralatan perang serta selalu waspada apabila ada serangan musuh yang bersifat mendadak. Pada bulan April 1849 Pemerintah Hindia Belanda di Batavia telah melakukan persiapan perang yang kedua untuk menggempur prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya yang dipimpin langsung oleh Jendral Michiels dan Letkol. C.A. de Brauw dengan kekuatan amada 60 kapal perang lengkap dengan persenjataan modern. Sebelum perang dimulai Jendral Michiels telah mengirim pasukan khusus dengan menggunakan orang pesisir sebagai informan/mata-mata Belanda untuk mempelajari sistem dan strategi perang yang diterapkan oleh I Gusti Ketut Jelantik bersama Jro Jempiring sekaligus mencari petunjuk jalan untuk dapat melakukan gerakan memutar ke belakang lambung sebelah barat benteng pertahanan utama Jagaraga yang tidak pernah disadari oleh I Gusti Ketut Jelantik, Raja Buleleng dan Jro Jempiring. Pada tanggal 14 April 1849 armada Belanda telah mendarat di Pelabuhan Pabean dan Pelabuhan Sangsit untuk melakukan serangan dari dua arah mengetahui kondisi ini I Gusti Ketut Jelantik bersama pasukannya yang dipercaya pagi-pagi menuju pelabuhan Pabean bermaksud melakukan perdamaian kepada Belanda, namun utusan Jendral Michiels menolak permintaan I Gusti Ketut Jelantik karena itu merupakan siasat dan taktik I Gusti Ketut Jelantik mengulur waktu untuk dapat berkonsolidasi dan meminta bantuan pasukan kepada Raja-Raja di Bali. Sekembalinya I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng dengan pasukannya menuju ke Desa Jagaraga ternyata benteng-benteng Jagaraga telah diserang habis-habisan oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Letkol. C.A. de Brauw. I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng lari ke Karangasem bermaksud meminta bantuan pasukan Raja Karangasem namun sayang beliau diserang secara mendadak di Desa Seraya akhirnya I Gusti Ketut Jelatik dan I Gusti Ngurah Made Karangasem gugur. Sementara pertempuran Jagaraga dipimpin oleh Jro Jempiring dibantu pimpinan prajurit Jembrana (Pan Kelab), pimpinan prajurit Mengwi Gusti Nyoman Munggu, pimpinan prajurit gabungan Gianyar dan Klungkung dipimpin Cokorda Rai Puri Satria. Jro Jempiring telah mengintruksikan perang Puputan dengan mengundus dua buah keris, akhirnya Jro Jempiring gugur dengan pimpinan pasukannya dan para prajuritnya sebanyak 2000 orang termasuk 38 pedanda dan pemangku, 80 pragusti, 83 para manca, perbekel dan dari pihak belanda telah gugur sebanyak 264 serdadu. Kesimpulan : 1. Kekalahan Perang Jagaraga kedua sebagai akibat kalah dalam persenjataan; 2. Kurang melakukan pembinaan kepada orang pesisir pantai yang dapat dijadikan kontak atau mata-mata Belanda; 3. Patih Jelantik terpancing keluar dari benteng Supit Surang melihat pasukan Belanda begitu besar; 4. Patih Jelantik tidak melakukan perubahan sistem pertahanan dan penyerangan terutama di dalam lambung belakang; 5. Jendral Michiels berhasil memecah pasukan I Gusti Ketut Jelantik. Sekalipun Belanda menyadari kemenangan perang Jagaraga yang kedua tahun 1849 namun pimpinan ekpedisi Belanda mengakui kegigihan, ketangguhan, daya juang, prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya. Demikianlah ringkasan sejarah Perang Jagaraga merupakan perang yang paling panjang pada ekspedisi Belanda di Pulau Bali, mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih. Pembangunan Monumen Perang Jagaraga Download disini |