Tujuan utama Jepang membentuk tenaga Romusha adalah

Romusha merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Jepang ketika menduduki Indonesia dulu. Apa sih, yang dimaksud dengan Romusha? Terus, apa tujuannya? Apa aja kebijakan yang muncul? Lalu, apa dampaknya pada bangsa Indonesia?

Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942 dan merepresentasikan diri sebagai sahabat yang menolong bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia. Elo bisa baca cerita awal kedatangan Jepang ke Indonesia di artikel Proses Kedatangan Jepang ke Indonesia.

Namun, bangsa Indonesia mulai melakukan perlawanan semenjak Jepang mulai menetapkan kegiatan-kegiatan yang mengeksploitasi masyarakat, salah satu di antaranya adalah Romusha. Gue yakin, setelah baca artikel ini, elo bakal ngerti deh, kenapa Indonesia bisa jadi marah banget dan melawan Jepang!

Pengertian dan Tujuan Romusha

Potret para pekerja Romusha (Dok. Wikimedia Commons)

Apa yang dimaksud dengan Romusha?

Basically, romusha merupakan salah satu kegiatan sosial Jepang yang berupaya mengumpulkan tenaga kerja paksa laki-laki melalui sebuah kepanitiaan yang disebut dengan Romukyokai.

Setelah tiba di Indonesia, Jepang sadar dong kalau daerah bekas jajahan Belanda yakni Indonesia tuh punya sumber daya yang kaya banget. Apa aja ada lho, mulai dari minyak, kina, besi, batu bara, karet, dan lain-lain.

Batu bara, salah satu kekayaan Indonesia (Dok. Pixabay)

Makanya begitu Jepang berhasil mengusir Belanda dari Indonesia, mereka langsung memikirkan strategi untuk mempertahankan dan melindungi kekayaan tersebut. Diperlukan infrastruktur yang baik dan tenaga kerja yang besar. Nah, tujuan romusha adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Mungkin elo ngerasa nggak asing dengan sistem seperti ini karena sebelumnya ketika masih dalam era kolonialisme Hindia-Belanda, ada kegiatan serupa yang disebut dengan kerja rodi atau kerja paksa, yang dicetuskan oleh Herman Willem Daendels.

Perbedaan rodi dan romusha terletak pada masa terjadinya dan oleh siapa kebijakannya dibuat. Secara keseluruhan, konsepnya sama, yaitu memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja bagi mereka.

Selain Romusha, ada berbagai kegiatan sosial lain yang dilakukan oleh Jepang selama masa pendudukannya di Indonesia. Elo bisa nonton videonya dengan klik banner di bawah ini.

Baca Juga: Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Jepang – Materi Sejarah Kelas 11

Kebijakan Romusha

Emangnya sekeji apa, sih romusha ini? Seperti apa kebijakan pelaksanaannya? Gue ceritain, deh.

Awalnya, perekrutan untuk kegiatan ini oleh Romukyokai didasari dengan judul gerakan patriotik yang menunjukkan bahwa seseorang berbakti kepada negara Indonesia yang sedang “direncanakan” kemerdekaannya.

Para laki-laki Indonesia ada yang secara sukarela, ada yang secara paksa direkrut dan dikirim ke camp pelatihan para Romusha. Di situ, mereka dijanjikan makanan yang enak, tempat tinggal yang layak, pelayanan kesehatan, dan upah yang bagus. Ketika masih di camp yang dikelola oleh rakyat Indonesia sendiri sebagai bentuk kontribusi mereka bagi negara, memang semuanya terpenuhi dengan baik.

Namun, begitu para mereka dikirimkan oleh Jepang ke tempat kerjanya yang jauh banget dari kampung halaman, semuanya berubah. Ketika gue bilang jauh, beneran jauh. Kerjanya nggak cuma di Indonesia tapi juga di negara-negara lain dan Jepang adalah salah satunya.

Udah jauh dari rumah, mereka juga nggak dapet apa yang menjadi hak mereka. Nggak dikasih tempat tinggal yang layak, nggak dikasih perawatan meskipun terserang penyakit menular, dan beban kerjanya amat sangat berat. Beberapa orang yang mencoba menolak atau bahkan melarikan diri berakhir dihajar oleh pihak Jepang.

Ketika itu, romusha harusnya mendapatkan upah sebesar 0,40 gulden atau 40 sen. Jumlah segitu kalau menurut Tan Malaka cuma bisa buat beli pisang sebiji. Beliau juga mengatakan dalam salah satu tulisannya bahwa upah yang sangat kecil itu pun hanya hitam di atas putih. Realitanya, para romusha tidak mendapatkan bayaran sama sekali dari Jepang.

Dampak Romusha

Pekerja Romusha jatuh sakit (Dok. Wikimedia Commons)

Apa dampak pelaksanaan romusha bagi bangsa Indonesia?

Elo bayangin deh perlakuan Jepang terhadap para romusha seperti yang udah gue ceritain di atas tadi. Kalau terus-terusan dipaksa bekerja yang berat banget, kalau sakit nggak diurusin, upah juga nggak dikasih, orang lama-lama juga nggak tahan. Demikianlah yang terjadi sama para Romusha.

Pada tahun 1944, terjadi tragedi mengenaskan. Sebuah camp romusha dengan panik menelepon suatu rumah sakit di Jakarta dan melaporkan bahwa ratusan pekerja sedang dalam keadaan sakit. Banyak pula yang berakhir meninggal. Setelah diperiksa, dugaan pertamanya adalah sakit meningitis. Tapi setelah mengetahui kalau sebelumnya para pekerja romusha udah divaksin, maka diagnosisnya diganti tetanus.

Setelah diusut oleh Profesor Ahmad Mochtar, ternyata vaksin buatan Jepang yang diterima para pekerja sebelumnya mengandung bakteri penyebab tetanus yang telah dimurnikan. Beberapa waktu setelah itu, Profesor Mochtar dijanjikan kebebasan rekan-rekannya apabila dia menandatangani pengakuan bahwa hasil penelitiannya terhadap vaksin Jepang telah ia sabotase. Banyak kok, yang nggak percaya sama “pengakuan” ini, termasuk Mohammad Hatta.

Balik lagi ke Tan Malaka, melalui sebuah data pekerja yang beliau kumpulkan, tercatat bahwa dalam sebulan, sekitar 400-500 orang meninggal dan telah dikuburkan di pemakaman Romusha yang luasnya mencapai 38 hektar.

Dari sini bisa dipahami ya, kenapa romusha menjadi salah satu alasan rakyat Indonesia melakukan perlawanan terhadap Jepang.

Oke, demikian beberapa bagian dari sejarah romusha dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia. Sebelum gue akhiri artikel ini, gue punya pertanyaan nih, buat elo. Coba bagiin pendapat elo di kolom komentar, ya!

Seumpama Jepang waktu itu memberi hak yang emang udah seharusnya diterima oleh romusha, di mana mereka diperlakukan dengan baik dan manusiawi, kira-kira Indonesia bakal terus percaya sama Jepang atau tetap melakukan perlawanan, ya?

Kalau elo sendiri menempatkan diri di posisi rakyat Indonesia saat itu, apa nih, jawaban elo?

Baca Juga: Tan Malaka: Bapak Republik Indonesia yang Terlupakan

Referensi

War Crimes in Japan-Occupied Indonesia: Unraveling the Persecution of Achmad Mochtar – Kevin Baird, J (2016).

Cerita Pilu Korban Kerja Paksa Romusha Jepang – TEMPO Publishing (2002).

tirto.id - Romusha merupakan panggilan pekerja paksa di masa penjajahan Jepang, yakni tahun 1942 hingga 1945.

Orang yang dipekerjakan saat itu adalah masyarakat Indonesia dengan tujuan memenangkan perang Asia Timur Raya. Terdapat beberapa dampak yang diakibatkan oleh Dai Nippon ini.

Menurut L. de Jong atau Bey dalam buku Pendudukan Jepang di Indonesia: Suatu Ungkapan Berdasarkan Dokumentasi Pemerintah Hindia Belanda (1987), pihak Belanda bisa dikalahkan oleh Jepang pada 28 Februari 1942. Saat itu, anggota militer Nippon berhasil mendarat di Banten, Indramayu, dan Rembang.

Tujuan Romusha Jepang

Pendaratan mereka awalnya dipersilakan dengan hangat oleh penduduk Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Jepang berhasil mengusir Belanda, penjajah yang telah lama menjarah.

Namun, hal tersebut tidak sepemikiran dengan Jepang yang berniat meraup keuntungan dari berbagai komoditas yang ada di Indonesia.

Menurut Suwano dalam buku Romusha Daerah Istimewa Yogyakarta (1999), Jepang ingin memperoleh sumber daya manusia serta alam demi kepentingan ekonomi belaka.

Tokoh nasionalis, belum menyadari akan tujuan pendudukan Jepang saat itu. Awalnya, mereka yang dipekerjakan hanya berperan sebagai tenaga sukarela. Namun, dalam buku Ilmu Pengetahuan Sosial 3, dijelaskan bahwa Jepang menjadikan mereka pekerja tambahan paksa.

Pihak penjajah Jepang saat itu mengambil penduduk dari sejumlah desa. Seseorang yang tingkat pendidikan rendah serta tidak bersekolah menjadi santapan utama untuk dihasut.

Dampak Romusha

Secara cepat di tahun yang sama ketika Nippon datang dan mulai mengatur Indonesia, ekonomi mengalami kelumpuhan.

Dalam Sejarah Nasional Indonesia VI “Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia 1942-1970" (1993), Marwati dan Nugraha Susanto menerangkan, setelah ekonomi menurun, diubah sistemnya menganut ekonomi perang.

Kebutuhan sumber daya untuk menyokong pertempuran melawan sekutu membawa Jepang mengeluarkan berbagai penerapan yang menyiksa para Romusha.

Mulai dari anak kecil, hingga orang dewasa, diberikan tugas secara paksa untuk mengurus lahan kosong agar pangan bisa berlipat ganda.

Bukan hanya ekonomi, bahkan pada awal 1943, militer Dai Nippon yang terpojok oleh kubu musuhnya malah mengajak para petani untuk ikut serta di medan pertempuran sebagai prajurit cadangan.

Dalam Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1941-1945 (2015), Kurasawa menjelaskan, Jepang yang tidak memiliki transportasi untuk bisa menjangkau berbagai daerah di pulau Jawa, menarik penduduk Indonesia untuk membangun rel kereta.

Salah satu hasil kerja Romusha adalah jalur Saketi menuju Bayah yang digunakan ketika mengangkut barang. Selama masa pembuatannya, rel yang dijuluki “Death Railway" ini telah menelan banyak korban jiwa karena musti bekerja tanpa henti.

Lalu, ada lagi Romusha seks (Iugun Yanfu) yang diambil dari para wanita Indonesia dan beberapa negara asia lainnya.

Wanita yang telah diambil paksa oleh Jepang dalam bidang ini, akan ditugaskan untuk memuaskan nafsu para prajurit Nippon.

Mereka yang dibawa, seperti dikutip melalui tajuk “Muda Bersama Saudara Tua", pertamanya dibawa untuk disekolahkan di Jepang. Namun, ternyata mereka malah ditempatkan di sebuah pulau, seperti kata Pram dalam Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer (2001). Di sana mereka diperkosa berulang-ulang setiap harinya.

Infografik SC Romusha. tirto.id/Rangga

Baca juga:

  • Mengenal Sosiologi Kesehatan dan Bedanya dengan Sosiologi Medis
  • Mengenal Meterai 10 Ribu: Ciri Umum, Khusus dan Kegunaannya

Baca juga artikel terkait ILMU SEJARAH atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/adr)

Penulis: Yuda Prinada Editor: Yandri Daniel Damaledo Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan