Presiden Habibie tidak sepenuhnya mendapat dukungan rakyat karena

12 September 2019 12:30

Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng[1] (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 – meninggal di Jakarta, 11 September 2019 pada umur 83 tahun[2]) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habibie menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.[3][4]

B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B. J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.[6]

Dari sekian banyak presiden Indonesia, B. J. Habibie merupakan satu-satunya Presiden yang berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan Ayahnya yang berasal dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang berasal dari Yogyakarta.[9]

Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menginisiasi dibangunnya Monumen B.J. Habibie di depan pintu gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten Gorontalo.[10][11] Selain itu, masyarakat Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama B.J. Habibie digunakan sebagai nama universitas negeri setempat, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo yang masih digunakan.

Keluarga dan Pendidikan

Presiden Habibie tidak sepenuhnya mendapat dukungan rakyat karena

Habibie beserta keluarga

B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo[14][15], sedangkan ibunya dari etnis Jawa.[16]

Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)[17] di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (Ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Jogjakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[18]

Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo[19][20]. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada saat itu.[21] Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi. Sewaktu kecil, Habibie pernah berkunjung ke Gorontalo untuk mengikuti proses khitanan dan upacara adat yang dilakukan sesuai syariat islam dan adat istiadat Gorontalo.[22]

Pernikahan

Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Namun, keduanya baru saling memperhatikan ketika sama-sama bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat.[23] Komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Presiden Habibie tidak sepenuhnya mendapat dukungan rakyat karena
Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan Adat Pernikahan Gorontalo (Resepsi Pernikahan)

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel Preanger. Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar sebagai istri dan ibu rumah tangga[24]. Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[25]

Presiden Habibie tidak sepenuhnya mendapat dukungan rakyat karena
Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan Adat Pernikahan Jawa (Akad Nikah)

Pendidikan

B. J. Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Kristen Dago.[26] Habibie kemudian belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan Karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman[27]. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto.

Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.[28] Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.[29]

Puncak karir Habibie terjadi pada tahun 1998, dimana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.[30]

Riwayat Pekerjaan

  • Direktur Utama PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad)
  • Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
  • Ketua Dewan Pembina Industri Strategis (BPIS)
  • Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS)
  • Ketua Dewan Riset Nasional (1999)
  • Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
  • Anggota Dewan Komisaris Pertamina
  • Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Kontruksi Ringan Rheinsich Westfaelische Technische Hochshule, Aachen, Jerman Barat (1960-1965)
  • Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisa Struktur, Hamburg, Jerman Barat (1966-1969)
  • Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Komersil/Pesawat Militer Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg, Jerman Barat (1969-1973)
  • Wakil Presiden/Direktur Teknologi Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB), Hamburg, Jerman Barat (1974-1978)
  • Penasihat Direktur Utama (Dirut) Pertamina (1974-1978)
  • Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Bandung (1976)
  • Direktur Utama PT Pelayaran Armada Laut (PAL), Surabaya (1978)
  • Profesor Kehormatan/Guru Besar dalam bidang Konstruksi Pesawat Terbang Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung (1997)
  • Riwayat Karir Pemerintahan

  • Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V (1983-1988)
  • Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI (1988-1993)
  • Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VII (1993-1998)
  • Ketua Tim Keputusan Presiden (Keppres) 35
  • Wakil Presiden RI ke-7 (1998-1998)
  • Presiden RI ke-3 (1998-1999)
  • Riwayat Karir Legislatif

  • Anggota MPR dari Karya Pembangunan (Golkar) (1992-1997)
  • Masa Kepresidenan

    Presiden Habibie tidak sepenuhnya mendapat dukungan rakyat karena
    Pelantikan Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998

    Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.[31][32]

    Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

    Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional.[33] Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".

    Kebijakan Politik

    Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:[34][35]

  • Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik
  • Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
  • Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
  • Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
    1. UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
    2. UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
    3. UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR
  • Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
    1. Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum
    2. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai asas tunggal
    3. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan
    4. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.

    12 Ketetapan MPR antara lain :

    1. Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara
    2. Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme
    3. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
    4. Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
    5. Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi
    6. Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
    7. Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR
    8. Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
    9. Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
    10. Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
    11. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
    12. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

    Kebijakan Ekonomi

    Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

  • Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
  • Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
  • Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
  • Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
  • Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
  • Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
  • Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  • Akhir Jabatan Presiden Habibie

    Menurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang ia lakukan saat menjabat sebagai Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.

    Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya berhasil saat Sidang Umum 1999, ia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

    Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah satu pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[36]

    Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa.[37] Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan.

    Pasca-kepresidenan

    Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, Habibie sempat tinggal dan menetap di Jerman. Tetapi, ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center dan akhirnya menetap dan berdomisili di Indonesia.

    Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.[38] Kesibukan lain dari B. J. Habibie adalah mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam. Habibie menjabat sebagai Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada anaknya, Ilham Habibie.[39]

    Kematian

    Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto karena penyakit yang dideritanya (gagal jantung) & faktor usia. Sebelumnya, Habibie telah menjalani perawatan intensif sejak 1 September 2019. [40]

    Penghargaan

  • Anggota Kehormatan Persatuan Insinyur Malaysia (IEM)
  • Anggota Kehormatan Japanese Academy of Engineering
  • Anggota Kehormatan The Fellowship of engineering of United Kingdom, London
  • Anggota Kehormatan The National Academy of Engineering, AS
  • Anggota Kehormatan Academie Nationale de l'Air et de l'Espace, Perancis
  • Anggota Kehormatan The Royal Aeronautical Society, Inggris
  • Anggota Kehormatan The Royal Swedish Academy of engineering Science, Swedia
  • Anggota Kehormatan Gesselschaft Fuer Luft und Raumfarht (Lembaga Penerbangan & Ruang Angkasa) Jerman
  • Anggota Kehormatan American Institute of Aeronautics and Astronautics, AS
  • Anggota Kehormatan Masyarakat Aeronautika Kerajaan Inggris (1983)
  • Anggota Kehormatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa, Jerman (1983)
  • Anggota Kehormatan Akademi Aeronautika Perancis (1985)
  • Apresiasi Pemerintah Daerah

    Tanah Leluhur dan Kampung Halaman

    Gorontalo merupakan daerah asal dari keluarga besar B.J. Habibie di Sulawesi. Daerah ini begitu erat kaitannya dengan jejak historis Habibie sewaktu kecil. Adapun beberapa bentuk apresiasi pemerintah daerah di Gorontalo atas jasa dan pengabdian Habibie bagi bangsa dan negara selama ini, diantaranya adalah:

  • Pemberian Gelar Adat Pulanga (sebuah gelar adat tertinggi) dari Dewan Adat dan Pemangku Adat 5 Kerajaan di Gorontalo (Limo lo Pohala'a)
  • Pembangunan Monumen B.J. Habibie di wilayah Isimu, Gorontalo[41]
  • Pembangunan dan Peresmian Rumah Sakit Provinsi dr. Ainun Habibie di Limboto[42]
  • Usulan penggunaan nama Universitas B.J. Habibie, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo[43]
  • Usulan penggunaan nama Bandar Udara B.J. Habibie, menggantikan nama Bandar Udara Djalaluddin Gorontalo[44]
  • Usulan Pembangunan Museum Habibie yang berlokasi di Rumah Keluarga Besar Habibie, Gorontalo
  • Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai nama ruas jalan protokol di Gorontalo[45]
  • Tanah Kelahiran

    B.J. Habibie dilahirkan di salah satu kota tua di Sulawesi Selatan, yaitu Kota Pare Pare. Kota Pare Pare merupakan tempat tinggal Habibie sewaktu kecil bersama kedua orang tuanya. Karena kenangannya yang begitu erat di daerah ini, maka pemerintah daerah pun begitu tinggi mengapresiasi sosok Habibie sebagai tokoh kebanggaan Pare Pare yang diwujudkan dalam beberapa kebijakan pemerintah, diantaranya:

  • Pembangunan Monumen Cinta Ainun Habibie di Pare Pare[46]
  • Pembangunan Rumah Sakit Daerah Ainun Habibie di Pare Pare[47]
  • Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai nama ruas jalan protokol di Pare Pare
  • Usulan Pendirian Institut Teknologi Habibie di Pare Pare[48]
  • Filmografi

  • Dalam film Habibie & Ainun dan Rudy Habibie, Habibie diperankan oleh Reza Rahadian, sementara Bima Azriel berperan sebagai Habibie kecil[49] dan Esa Sigit juga berperan sebagai Habibie remaja dalam film Rudy Habibie.
  • Dalam film Di Balik 98, Habibie diperankan oleh Agus Kuncoro.[50]
  • Dalam film Habibie & Ainun 3, Habibie muda diperankan oleh Jefri Nichol. Pemeranan tersebut sempat menuai kontroversi karena pada saat promo film dirilis terjadi penangkapan Nichol atas kasus narkoba, yang menimbulkan spekulasi terhadap jadwal penayangan film.[51]
  • Publikasi

    Karya Habibie

  • Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
  • Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
  • Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
  • Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
  • Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
  • Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
  • Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
  • Detik-detik Yang Menentukan – Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
  • Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)
  • Pesawat N-250 Gatot Kaca.
  • Mengenai Habibie

  • Salam, S., 1986. BJ Habibie, Mutiara dari Timur. Intermasa.
  • Anwar, D.F., 2010. The Habibie presidency: Catapulting towards reform. Soeharto’s New Order and its Legacy, p.99.
  • Amir, S., 2007. Symbolic power in a technocratic regime: The reign of BJ Habibie in New Order Indonesia. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 22(1), pp.83-106.
  • Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie Era : Between political struggle and law reform, Nordic journal of international law, ISSN 0029-151X, Bd. 72 (2003), 4, hal. 483-518
  • Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to technology policy during the Soeharto era : Habibie, Sumitro and others, Indonesian economic development (1990), hal. 53-66
  • Makka, Makmur. A, The True Life of HABIBIE Cerita di Balik Kesuksesan, PUSTAKA IMAN, ISBN 978-979-3371-83-2, 2008
  • Lampiran: