Pemaksaan kerja pada anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia jelaskan

Pemaksaan kerja pada anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia jelaskan

Pemaksaan kerja pada anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia jelaskan
Lihat Foto

ARIF ALI / AFP

Seorang warga Syiah Pakistan mengangkat sebuah poster bertuliskan Hentikan genosida Syiah dalam unjuk rasa di kota Quetta. Dalam beberapa hari terakhir gelombang kekerasan menimpa warga minoritas Syiah, termasuk ledakan bom yang menewaskan 89 orang.

KOMPAS.com - Pelanggaran hak asasi manusia atau HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara, baik sengaja maupun kelalaian yang mengurangi hak asasi orang lain.

Menurut pasal 1 angka 6 UU Nomor 39 tahun 1999, pelanggaran hak asasi manusia adalah adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pelanggaran HAM di Indonesia diatur dalam Undang-undang atau UU Nomor 26 Tahun 2000.

Pelanggaran HAM diklasifikasikan menjadi pelanggaran ham berat dan ringan. Contoh kasus pelanggaran ham ringan adalah kelalaian puskesmas memberikan vitamin kedaluwarsa kepada ibu hamil di Jakarta pada 23 Agustus 2021.

Sedangkan, salah satu contoh kasus pelanggaran ham berat adalah kasus bom Bali pada tahun 2002 yang menewaskan ratusan orang.

Pelanggaran HAM Ringan

Pelanggaran HAM ringan adalah pelanggaran yang tidak mengancam nyawa seseorang, tetapi tetap merugikan orang tersebut.

Baca juga: Kejagung Tetapkan Satu Tersangka Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai

Macam-macam bentuk pelanggaran HAM ringan adalah:

  • Melakukan penganiayaan.
  • Melakukan hal yang dapat mencemarkan nama baik seseorang.
  • Menghalangi seseorang untuk menyampaikan aspirasinya dengan berbagai cara.
  • Melakukan aksi kekerasan dengan pemukulan.
  • Mengambil barang atau hak milik orang lain.
  • Menghalangi seseorang menjalankan ibadah.
  • Melakukan pencemaran lingkungan.
  • Melakukan perundungan, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
  • Tindakan pemaksaan orang tua terhadap anaknya.

Pelanggaran HAM berat pelanggaran yang mengakibatkan timbulnya perbuatan pidana terhadap raga, jiwa, martabat, peradaban, dan sumber daya kehidupan manusia.

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2000, pelanggaran HAM berat terbagi menjadi dua yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan Genosida

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama. Yang termasuk dalam tindakan kejahatan genosida adalah:

  • Membunuh anggota kelompok.
  • Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok.
  • Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan secara fisik.
  • Memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
  • Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Baca juga: Faktor-faktor Penyebab Pelanggaran HAM

Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik. Berikut tindakan yang tergolong ke dalam kejahatan kemanusiaan:

  • Pembunuhan.
  • Pemusnahan.
  • Perbudakan.
  • Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
  • Perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional.
  • Penyiksaan.
  • Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan kehamilan, pemandulan secara paksa, dan bentuk kekerasan seksual lain.
  • Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu yang telah dilarang secara universal oleh hukum internasional.
  • Penghilangan orang secara paksa.
  • Kejahatan apartheid.

Referensi

  • Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
  • Marzuki, Suparman. 2011. Tragedi Politik Hukum HAM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Pemaksaan kerja pada anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia jelaskan

Pemaksaan kerja pada anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia jelaskan
Lihat Foto

BBC News Indonesia

Mahasiswa melakukan unjuk rasa dengan membawa foto almarhum Munir Said Thalib di Kampus UNS, Solo, Jawa Tengah, Selasa (10/9). Unjuk rasa tersebut digelar untuk memperingati 15 tahun meninggalnya aktivis HAM Munir serta meminta pemerintah serius dalam menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu.

KOMPAS.com – Pada dasarnya, setiap warga negara Indonesia memiliki hak asasi yang tidak bisa diambil oleh orang lain.

Namun, seiring berjalannya waktu, konsep tersebut perlahan hilang. Mulai marak terjadi kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

Dilansir dari buku Pendidikan Kewarganegaraan (2020) karya Damri dan Fauzi Eka Putra, pelanggaran hak asasi manusia merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan.

Pelanggaran yang dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis serta alasan rasional yang menjadi pijakannya.

Baca juga: Hubungan HAM dengan Pancasila

Jenis pelanggaran HAM

Ada dua jenis pelanggaran hak asasi manusia yaitu pelanggaran ringan dan pelanggaran berat. Pelanggaran ringan berupa melakukan pengancaman, melakukan pencemaran nama baik seseorang, melakukan kekerasan, dan sebagainya.

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran berat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Kejahatan genosida merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama.

Kejahatan Genosida biasanya dilakukan dengan cara membunuh kelompok, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

  • Kejahatan terhadap kemanusiaan

Kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.

Baca juga: Pengertian HAM Menurut John Locke

Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, kejahatan apartheid, perampasan kemerdekaan, serta perkosaan dan perbudakan seksual.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, ada beberapa contoh kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia, yaitu:

Penculikan aktivis 1998 merupakan pelanggaran hak asasi manusia berupa penghilangan secara paksa. Kasus ini terjadi menjelang sidang umum MPR pada tahun 1998.

Total korban dari kasus ini adalah satu orang dibunuh, 12 orang dianiaya, 11 orang disiksa, 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya, dan 23 orang dhilangkan secara paksa. Komnas HAM telah menyimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus pelanggaran HAM berat.

Baca juga: 5 Kasus HAM yang Belum Tuntas, dari Peristiwa Trisakti hingga Paniai

Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis yang aktif memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Munir meninggal dunia dalam perjalanan menggunakan pesawat menuju Amsterdam, Belanda.

Uji forensik kepolisian Belanda memperlihatkan bahwa ada jejak senyawa arsenikum dalam proses otopsi. Munir diduga meninggal karena diracun oleh seseorang. Ada pihak yang tidak suka terhadap sepak terjang Munir dalam memperjuangkan hak asasi manusia.

Tragedi Trisakti terjadi pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam tragedi ini, mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya, terlibat bentrok dengan aparat yang ingin membubarkan demonstrasi.

Empat orang mahasiswa meninggal dunia akibat tertembak dalam tragedi ini, di antaranya Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, Hertanto, dan Hendriawan Sie.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Kabar Latuharhary –Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak, sehingga negara memiliki keterikatan dan kewajiban untuk menjalankannya sesuai dengan norma hukum internasional. Dalam hal ini, negara memiliki tanggungjawab untuk pemenuhan, perlindungan, penghormatan, dan penegakan terhadap hak anak. Tumbuh kembang anak perlu menjadi perhatian bersama agar benar-benar terlindungi, baik dari sisi psikis maupun psikologis.

Point - point tersebut disampaikan Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara sebagai pemantik diskusi, pada webinar “Eksploitasi Anak dalam Hukum dan HAM di Indonesia” yang diselenggarakan oleh DPC GMNI Surabaya, Selasa, (01/09/2020). Beka mengungkapkan bahwa salah satu dari 10 instrumen HAM PBB yang sudah diratifikasi oleh Indonesia diantaranya adalah Konvensi Hak Anak.

“Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, sejak tahun 1990. Konvensi Hak Anak tersebut, sebenarnya juga merupakan sebuah perjanjian yang mengikat. Artinya ketika disepakati oleh suatu negara, maka negara tesebut terikat pada janji-janji di dalamnya dan wajib untuk melaksanakannya”, ungkap Beka mengawali paparannya.Beka lebih lanjut menjelaskan bahwa Konvensi Hak Anak secara sederhana, dapat dikelompokkan menjadi tiga hal. Pertama, mengatur tentang pihak yang berkewajiban menanggung tentang hak, dalam hal ini, yaitu negara. Kedua, pihak penerima hak yaitu anak-anak. Ketiga, memuat tentang bentuk-bentuk hak yang harus dijamin untuk dilindungi, dipenuhi dan ditingkatkan.“Pertama, negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memenuhi, menghormati, dan menegakan hak-hak anak. Sedangkan yang kedua, anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Anak dianggap belum matang secara fisik dan mental, maka kewajiban anak dialihkan kepada orang dewasa yang menjadi pengasuhnya, baik itu keluarga maupun pengasuh dalam bentuk lain seperti adopsi dan lainnya”, jelas Beka.Dalam cakupan tersebut, Beka kembali memaparkan bahwa Konvensi Hak Anak berisi 54 pasal. Komite Hak Anak PBB mengelompokkan Konvensi Hak Anak ke dalam 8 kelompok, yang berisi langkah-langkah implementasi umum, definisi anak, prinsip-prinsip umum (non diskriminasi), hak-hak sipil dan Kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya dan langkah-langkah perlindungan khusus.

Lebih lanjut, Beka berpandangan bahwa terkait eksploitasi terhadap anak, saat ini sifatnya tidak hanya konvensional dalam hal ekonomi dan kekerasan seksual. “Saya juga ingin menyoroti, bagaimana eksploitasi anak di dunia maya/internet yang saat ini mulai marak. Ketika ada anak-anak yang belum cukup matang melakukan kesalahan dalam posting di social media, itu akan jadi korban bullying ataupun bisa jadi objek pelecehan seksual online”, lanjut Beka.

Pemaksaan kerja pada anak merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia jelaskan

Eksploitasi anak dalam proses politik juga terjadi. Beka berpandangan bahwa ada upaya “pembiaran” dan tidak adanya edukasi yang cukup massif dan sistematis untuk mencegah anak mendapatkan eksploitasi politik. “Dalam kampanye misalnya, masih sering anak-anak diajak untuk kampanye dan menyatakan sikap, dimana hal tersebut jauh dari konvensi hak anak”, terangnya.Kemudian soal pemulihan korban, ketika anak menjadi korban, fokusnya tidak hanya soal bagaimana aturan hukumnya, namun juga aspek tumbuh-kembang anak ke depan. Peran lingkungan sekitar, keluarga, RT, RW menjadi penting dalam memulihkan trauma korban agar tumbuh-kembangnya sama dengan yang lain.Beka menutup diskusi dengan menghimbau untuk menjadi perhatian bersama agar tumbuh-kembang anak dapat benar-benar terlindungi, baik dari sisi psikis maupun psikologis. “Pada titik itulah peran negara menjadi penting, pertama dalam menciptakan lingkungan yang nyaman bagi warga negara, Kedua, memastikan penegakan hukum yang adil pada siapapun pelaku yang mengeksploitasi anak-anak untuk kepentingan ekonomi, seksual, maupun yang lainnya”, pungkas Beka. (Niken/Ibn)