Ketua tim penulisan Al qur an yang ditunjuk Khalifah Utsman bin Affan ra adalah

KOMPAS.com - Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang menjadi pegangan dan dasar petunjuk kehidupan.

Ketika wahyu Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad, sahabat Nabi masih banyak yang tidak bisa membaca dan menulis.

Oleh karena itu, pada awalnya, ayat-ayat Al Quran umumnya hanya dihafal saja oleh para sahabat Nabi.

Lantas, kapan penulisan Al Quran dan pengumpulannya dimulai hingga akhirnya menjadi kitab seperti yang digunakan pedoman oleh umat Islam saat ini?

Baca juga: Perang Yamamah, Pertempuran Abu Bakar Melawan Nabi Palsu

Penulisan Al Quran era Nabi Muhammad

Ketika Nabi Muhammad masih hidup, beberapa sahabat yang pandai membaca dan menulis ditugaskan untuk mencatat setiap Al Quran yang turun.

Salah satu sahabat yang bertugas sebagai penulis Al Quran adalah Zaid bin Tsabit.

Ketika itu, di Mekkah dan Madinah belum mengenal kertas, sehingga ayat Al Quran ditulis di pelepah kurma, tulang-tulang, dan kulit hewan.

Saat itu, Al Quran yang ditulis di berbagai media belum disatukan atau dibukukan, karena masih ada ayat yang belum diturunkan.

Baca juga: Sejarah Turunnya Al Quran

Pembukuan Al Quran era Khalifah Abu Bakar

Setelah Nabi Muhammad wafat pada 632, muncul kekhawatiran akan punahnya Al Quran di benak Umar bin Khattab.

Hal ini disebabkan banyak para penghafal Al Quran yang gugur saat berperang melawan kemurtadan dan nabi palsu.

Oleh karena itu, Umar bin Khattab kemudian mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk membukukan Al Quran.

Mendengar usulan Umar bin Khattab, pembukuan Al Quran pun dimulai pada masa Khalifah Abu Bakar.

Khalifah Abu Bakar kemudian melakukan kodifikasi atau pengumpulan naskah-naskah Al Quran.

Kodifikasi Al Quran era ini ditandai dengan penyusunan Al Quran dalam suatu naskah yang rapi dan berurutan.

Baca juga: Perang Riddah, Pertempuran Abu Bakar Melawan Kaum Murtad

Pembukuan Al Quran era Khalifah Utsman bin Affan

Selain Abu Bakar, sahabat Nabi yang membukukan Al Quran adalah Khalifah Utsman bin Affan.

Alasan dibukukannya Al Quran pada masa ini adalah semaki luasnya wilayah Islam dan semakin banyak orang yang tertarik untuk menjadi Muslim.

Terlebih lagi, saat itu ada banyak versi Al Quran yang beredar dengan bacaan dan model penulisan yang berbeda.

Mereka yang telah memeluk Islam dan ingin memelajari Al Quran, yang menjadi sumber ajaran agamanya, pun menjadi bingung.

Oleh karena itu, Khalifah Utsman bin Affan kemudian mengambil kebijakan baru untuk menyamakan bentuk penulisan Al Quran.

Khalifah Utsman bin Affan membentuk tim yang membukukan Al Quran, yang beranggotakan Zaid bin Tsabit, Said bin Al-As, dan Abdurrahman bin Al-Harits.

Baca juga: Musailamah al-Kadzab, Nabi Palsu yang Menjiplak Al Quran

Proses kodifikasi era Khalifah Utsman bin Affan melahirkan suatu ilmu Al Quran yang dikenal dengan Ilmu Rasm Al Quran atau Ilmu Rasmi Al-Usmani.

Ilmu Rasm Al Quran atau Ilmu Rasmi Al-Usmani ini kemudian menjadi salah satu kajian dalam ulumul Quran.

Pembukuan Al Quran akhirnya selesai, yang mana salinan mushaf asli Al Quran di masa Khalifah Utsman bin Affan terkenal dengan nama Mushaf Utsmani.

Sementara versi lain yang beredar sebelum terbit Al Quran Mushaf Utsmani dibakar oleh Khalifah Utsman bin Affan.

Hal ini dilakukan supaya tidak ada perbedaan bacaan dan tulisan dalam Al Quran yang membingungkan umat Islam.

Hingga saat ini, Al Quran yang dibaca oleh umat Islam di seluruh dunia merupakan Al Quran dengan Mushaf Utsmani.

Referensi:

  • Yusuf, Kadar M. (2021). Studi Al Quran. Jakarta: AMZAH.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Kerja kodifikasi Al-Qur’an di masa khalifah Utsman bin Affan melahirkan produk Al-Qur’an beberapa mushaf yang sangat terbatas. Sejumlah mushaf versi resmi ini kemudian terkenal dengan sebutan Mushaf Utsmani atau Al-Imam. Mushaf Utsmani atau Al-Imam merupakan fase ketiga dalam sejarah kodifikasi Al-Qur’an. (Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Ilmi wal Iman: tanpa tahun], halaman 129).


Pada masa khalifah Abu Bakar RA, Sayyidina Umar RA tercatat sebagai orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah. Sedangkan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, sahabat Hudzaifah ibnul Yaman adalah orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah dengan sebab yang berbeda.


Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya menceritakan dari sahabat Anas bin Malik RA, sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman datang menemui Utsman bin Affan RA. Hudzaifah yang bertugas dalam ekspedisi penaklukan Armenia dan Azirbaijan melaporkan kepada Utsman RA betapa terkejutnya ia atas keragaman versi bacaan Al-Qur’an (di mana mereka saling mengafirkan karena perbedaan versi bacaan).


"Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terpecah perihal bacaan seperti Yahudi dan Nasrani," kata Hudzaifah kepada Utsman.


Keresahan ini tidak hanya dirasakan oleh sahabat Hudzaifah. Riwayat Ibnu Jarir menunjukkan betapa banyaknya sahabat yang mengalami keresahan yang sama di mana banyak masyarakat membaca Al-Qur’an dengan berbagai versi dan bahkan sebagian membaca dengan salah.


Satu sama lain saling mengafirkan karenanya. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 125) dan (Syekh Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016], halaman 60).


Kodifikasi Al-Qur’an era khalifah Utsman didorong oleh situasi yang berbeda dari situasi yang dihadapi khalifah Abu Bakar, yaitu banyaknya penaklukan kota-kota dan sebaran umat Islam di berbagai kota-kota yang jauh. (As-Shabuni, 2016: 60).


Selain itu, kebutuhan umat Islam yang telah menyebar di berbagai penjuru negeri terhadap kajian Al-Qur’an mengharuskan kerja-kerja kodifikasi Al-Qur’an di era Utsman bin Affan RA. Sedangkan setiap penduduk mengambil qiraah dari sahabat rasul yang cukup terkenal di daerah tersebut dan sering kali telah mengalami kekeliruan karena faktor geografis.


Penduduk Syam membaca Al-Qur’an dengan qiraah Ubay bin Ka’ab. Penduduk Kufah membaca Al-Qur’an dengan qiraah Abdullah bin Mas’ud. Selain mereka membaca Al-Qur’an dengan qiraah Abu Musa Al-Asy’ari. Perbedaan versi ini membawa konflik di tengah masyarakat. (M Abdul Azhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2017 M/1438 H], halaman 205).


Kondisi darurat mendorong Khalifah Utsman bin Affan RA untuk mengatasi situasi sosial yang semakin memburuk. Dengan Mushaf Utsmani, khalifah Utsman RA mengatasi konflik sosial, menyudahi pertikaian, dan melakukan perlindungan terhadap orisinalitas dan otentisitas Al-Qur’an dari penambahan dan penyimpangan seiring dengan peralihan zaman dan pergantian waktu. (Al-Qaththan 128). Adapun konflik sosial ini harus dicarikan solusinya. (Al-Qaththan, tanpa tahun: 123).


Solusi yang diambil Sayyidina Utsman RA berangkat dari kecerdasan pikiran dan keluasan pandangannya untuk mengatasi konflik sosial sebelum memuncak. Ia kemudian memanggil para sahabat terkemuka ahli Al-Qur’an untuk mencari akar masalah dan mencoba mengatasinya.  (As-Shabuni, 2016: 61).


Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan khalifah Utsman bin Affan RA terjadi pada tahun 25 H meski ada sebagian orang yang menduga tanpa sanad bahwa hal itu terjadi pada tahun 30 H. (As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2006 M/1427 H], juz I, halaman 191) dan (Al-Qaththan, tanpa tahun: 129).


Ibnu Asytah dari Abu Qilabah meriwayatkan bahwa Anas bin Malik meriwayatkan, merebaknya perpecahan di tengah masyarakat perihal versi bacaan Al-Qur’an sehingga anak-anak remaja pelajar dan para guru Al-Qur’an terlibat pertikaian karenanya. Merebaknya gejolak sosial yang mengarah pada konflik ini sampai juga telinga Sayyidina Utsman RA.


"Di depanku kalian berani berdusta dan salah membaca. Niscaya orang yang jauh dari jangkauanku akan lebih berdusta dan lebih salah baca lagi tentunya. Wahai para sahabat rasul, bersatuah kalian. Catatlah satu mushaf sebagai imam atau pedoman bagi masyarakat," kata Sayyidina Utsman RA. (As-Suyuthi, 2006: 191). 


Kerja kodifikasi Al-Qur’an yang melahirkan Mushaf Utsmani atau Al-Imam di era sahabat Utsman bin Affan ini menarik simpati dan apresiasi dari kalangan sahabat. Berikut ini pengakuan Sayyidina Ali RA atas kerja kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan Utsman bin Affan RA. 


"Kalau aku penguasanya, niscaya aku akan melakukan hal yang sama dengan Sayyidina Utsman RA," kata Sayyidina Ali RA mengapresiasi kerja kodifikasi Al-Qur’an Utsman melalui Mushaf Utsmani. (As-Suyuthi, 2006: 192-193). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sepeninggal Rasulullah SAW, barulah upaya untuk mengumpulkan tulisan-tulisan yang berisikan ayat-ayat Alquran mulai dilakukan. Hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar bin Khattab.

Dalam sejumlah riwayat, disebutkan bahwa pada awal kepemimpinannya, Abu Bakar dihadapkan pada peristiwa-peristiwa besar yang berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab.

Karena itu, ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Alquran. Dalam peperangan ini, 70 orang hafiz (penghafal Alquran) dari para sahabat gugur.

Melihat kenyataan ini, Umar bin Khattab merasa khawatir. Ia kemudian menghadap Abu Bakar dan memberi usul kepadanya agar segera mengumpulkan dan membukukan Alquran sebab peperangan Yamamah telah menyebabkan banyaknya penghafal Alquran yang gugur di medan perang. Ia juga khawatir jika peperangan di tempat lain akan menewaskan lebih banyak penghafal Alquran.

Meski awalnya sempat ragu karena Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan pembukuan Alquran, demi kemaslahatan umat Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit (yang dikenal sebagai juru tulis Alquran di masa Rasulullah) untuk menuliskan dan mengumpulkan kembali naskah Alquran yang masih berserakan tersebut.

Zaid melakukan tugasnya ini dengan sangat teliti dan hati-hati. Maka itu, dia tidak hanya cukup mengandalkan hafalan yang ada dalam hati para hafiz tanpa disertai catatan yang ada pada para penulis.

Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Zaid berkata, ''Maka, aku pun mulai mencari Alquran. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma, dari keping-kepingan batu, dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat Attaubah berada pada Abu Huzaimah Al-Anshari yang tidak kudapatkan pada orang lain.''

Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan sehingga akhir surat Attaubah itu telah dihafal oleh banyak sahabat. Dan, mereka menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi, catatannya hanya terdapat pada Abu Huzaimah Al-Ansari.

Lembaran-lembaran yang dikumpulkan oleh Zaid tersebut kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga ia wafat. Sesudah itu, lembaran-lembaran pun berpindah ke tangan Umar sewaktu ia masih hidup dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar bin Khattab.

Baru pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, untuk pertama kali, Alquran ditulis dalam satu mushaf. Penulisan Alquran di masa Usman disesuaikan dengan tulisan aslinya yang terdapat pada Hafsah binti Umar. Usman memberikan tanggung jawab penulisan ini kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam.

sumber : Islam Digest Republika

Update Berita-Berita Politik Persepektif Republika.co.id

Tag :

  • alquran
  • usman bin affan
  • alquran dibukukan

Ketua tim penulisan Al qur an yang ditunjuk Khalifah Utsman bin Affan ra adalah
04 November 2022, 21:35

Ketua tim penulisan Al qur an yang ditunjuk Khalifah Utsman bin Affan ra adalah
04 November 2022, 07:54

Ketua tim penulisan Al qur an yang ditunjuk Khalifah Utsman bin Affan ra adalah
04 November 2022, 09:06

Ketua tim penulisan Al qur an yang ditunjuk Khalifah Utsman bin Affan ra adalah
05 November 2022, 00:05

Ketua tim penulisan Al qur an yang ditunjuk Khalifah Utsman bin Affan ra adalah
05 November 2022, 03:10