“Judicial Review” (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh ekesekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif (legislative acts) dan cabang kekuasaan eksekutif (executive acts) adalah konsekensi dari dianutnya prinsip ‘checks and balances’ berdasarkan doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power). Karena itu kewenangan untuk melakukan ‘judicial review’ itu melekat pada fungsi hakim sebagai subjeknya, bukan pada pejabat lain. Jika pengujian tidak dilakukan oleh hakim, tetapi oleh lembaga parlemen, maka pengujian seperti itu tidak dapat disebut sebagai ‘judicial review’, melainkan ‘legislative review’. Judicial Review di negara-negara penganut aliran hukum civil law biasanya bersifat tersentralisasi (centralized system). Negara penganut sistem ini biasanya memiliki kecenderungan untuk bersikap pasti terhadap doktrin supremasi hukum. Karena itu penganut sistem sentralisasi biasanya menolak untuk memberikan kewenangan ini kepada pengadilan biasa, karena hakim biasa dipandang sebagai pihak yang harus menegakkan hukum sebagaimana yang tercantum dalam suatu peraturan perundangan. Kewenangan ini kemudian dilakukan oleh suatu lembaga khusus yaitu seperti Mahkamah Konstitusi. Mekanisme Judicial Review adalah bahan materi yang disampaikan oleh Dian Rositawati, S.H. pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007. pokok pembahasan dalam materi ini adalah Mengenal Judicial Review, Perkembangan Judicial Review di Indonesia, Mekanisme Beracara dalam Judicial Review dan Praktek Judicial Review di Indonesia
Hak uji materiil (HUM) adalah hak yang dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap perhaturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1] Lingkup tugas dan wewenang Mahkamah Agung ini sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.” Bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar tersebut maka, dalam hal terdapat muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.[2] Kemudian melalui putusan HUM[3], MA menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Adapun putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan keberatan langsung yang diajukan kepada Mahkamah Agung. Implikasi hukum atas putusan tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah maka tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4] Prosedur Pengajuan Uji MateriilKriteria Pemohon Uji Materiil
Termohon Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundangan-undangan yang dipersoalkan, seperti Presiden untuk Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah dan DPRD untuk PERDA, dan sebagainya.[10] Obyek Permohonan Keberatan Obyek permohonan HUM adalah peraturan perundang-undangan, yakni kaidah hukum tertulis yang mengikat umum di bawah undang-undang.[11] Berkaitan dengan obyek permohonan, dalam hal terjadi kasus bilamana undang-undang yang dijadikan sebagai dasar pengujian sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, maka berdasarkan nota kesepakatan MA dan MK yang telah dibuat, setiap pengujian UU terhadap UUD 1945 oleh MK diberitahukan ke MA. Disamping itu bagian pratalak secara berkala memeriksa di situs resmi MK adanya pengujian UU terhadap UUD tersebut.[12] Dasar Alasan Permohonan Hak Uji Materiil[13]
Tata Cara Mengajukan Permohonan Uji Materiil
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (PERMA No. 1 Tahun 2011) [2] Pasal 9 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011) [3] Dalam Pasal 31 ayat (5) UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung diatur bahwa putusan tersebut wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan [4] Ibid. Pasal 31 ayat (4) [5] Pasal 31A ayat (2) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung jo. Pasal 1 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil [6] Frasa "menganggap haknya dirugikan" dalam rumusan norma Pasal 31 A ayat (2) UU Mahkamah Agung belum diikuti pengaturan secara jelas. Undang-undang Mahkamah Agung maupun Perma 1/2011 tidak menyebutkan secara implisit jenis hak apa yang dilindungi oleh upaya hukum hak uji materil. Bila dibandingkan dengan upaya hukum pengujian konstitusionalitas undang-undang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi, secara jelas dinyatakan dalam Pasal 51 UU Mahkamah Konstitusi hak yang dilindungi melalui pengujian konstitusionalitas adalah hak konstitusional, yaitu hak asasi warga negara yang diatur dan dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945. Menggunakan perbandingan hukum, dengan jenis hak yang dilindungi oleh kewenangan pengujian konstitusionalitas undang-undang di Mahkamah Konstitusi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan jenis hak yang dilindungi melalui kewenangan hak uji materil di Mahkamah Agung adalah hak-hak warga negara yang diatur dalam undang-undang [7] Ibid [8] Ibid [9] Ibid [10] Pasal 1 ayat (5) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil [11] Ibid. Pasal 1 ayat (2) [12] SEMA Nomor 4 Tahun 2014, rumusan kamar Tata Usaha Negara B.3 [13] Pasal 31A ayat (3) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung [14] Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil [15] Ibid. Pasal 2 ayat (4) [16] Ibid. Pasal 3 [17] Surat Pengantar PERMA No. 1 Tahun 2004 tanggal 29 Maret 2004 No. MA/KUMDIL/30/III/K/2004 |