Jelaskan fungsi kode etik dalam mencegah terjadinya pertentangan internal pada suatu profesi

Mungkin sebagian besar dari kita sudah tidak asing dengan istilah kode etik. Namun banyak juga yang belum memahami apa itu kode etik.

Secara singkat kode etik merupakan sebuah aturan, tata cara, atau pedoman untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain kode etik erat kaitannya dengan perilaku seseorang.

Pengertian Kode Etik

Dalam suatu profesi kode etik merupakan norma-norma yang harus ditaati oleh setiap anggota profesi untuk melaksanakan setiap tugas profesi dan kehidupan di masyarakat. Kode etik juga dapat diartikan sebagai sistem norma, nilai dan juga aturan profesional secara tertulis dengan tegas menyatakan baik dan benar, serta hal-hal yang tidak benar atau tidak baik untuk profesional.

Pengertian lain dari kode etik yakni sebuah aturan tertulis dan secara sistematis dengan sengaja dibuat berdasarkan pada prinsip moral, ketika digunakan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam tindakan di mana pada umumnya dianggap menyimpang dari kode etik yang telah ditetapkan.

Kode etik disusun oleh organisasi profesi, tidak heran bahwa masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri seperti kode etik guru, dokter, pustakawan, hakim, pengacara, dan lain sebagainya. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik, maka tidak akan diadili oleh pengadilan hal ini disebabkan karena kode etik tidak selalu melanggar hukum.

Menurut undang-undang pasal 43 Nomor 20 tahun 2003, kode etik berisi tentang norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

  • Prof. Dr. R. Soebekti, S.H.

Menurut Prof. Dr. R. Soebekti, S.H. dalam tulisannya yang berjudul “Etika Bentukan Hukum”, kode etik adalah suatu profesi berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh orang yang menjalankan tugas profesi tersebut.

Menurut Sonny Keraf, kode etik adalah kaidah moral yang berlaku khusus untuk orang-orang profesional di suatu bidang tertentu.

Menurut Drs. Sidi Gajabla menyatakan jika etika merupakan teori yang berkenaan dengan tingkah laku atau perbuatan manusia dilihat dari sisi baik dan sisi buruknya, tentang sejauh mana bisa ditetapkan oleh akal sehat manusia.

Menurut Sumaryono, etika adalah sebuah studi yang berhubungan dengan kebenaran dan ketidak benaran berdasarkan pada kodrat manusia yang dinyatakan melalui kehendak manusia dalam tindakan atau beringkah laku.

Tujuan Kode Etik

Tujuan dari kode etik yakni agar profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pada pemakai. Sehingga dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan dari tindakan tidak profesional.

Ketaatan dari suatu tenaga profesional terhadap kode etik merupakan sebuah ketaatan naluriah, tentu bersatu dengan pikiran, jiwa, dan perilaku dari tenaga profesional.

Secara umum tujuan adanya kode etik antara lain:

  • Menjunjung Tinggi Martabat Profesi

Hal ini bertujuan untuk menjaga penampilan dari pihak luar atau masyarakat. Jangan sampai publik tahu dan memandang rendah suatu profesi. Oleh sebab itu, setiap kode etik suatu profesi melarang berbagai bentuk tindakan yang dapat mencemari nama baik profesi terhadap dunia luar.

  • Menjaga dan memelihara kesejahteran para anggota

Arti dari kesejahteraan di sini berupa materil dan spiritual. Dalam hal kesejahteraan materil, kode etik umumnya terdapat larangan-larangan kepada anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan setiap anggotanya.

Untuk hal spiritual, kode etik umumnya memberi petunjuk untuk para anggotanya dalam melaksanakan tugas profesi. Tidak hanya itu saja, kode etik juga melarang anggotanya agar tidak melakukan perbuatan yang dianggap tercela.

  • Meningkatkan pengabdian para anggota

Kode etik dapat menjadi pengabdian generasi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya untuk melaksanakan tugas profesinya.

  • Meningkatkan mutu profesi

Kode etik memuat norma-norma tentang anjuran agar setiap anggota profesi selalu berusaha meningkatkan mutu para anggotanya, sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu, kode etik juga mengatur tentang bagaimana cara memelihara serta meningkatkan mutu organisasi profesi.

Fungsi Kode Etik

Pada dasarnya kode etik mempunyai fungsi ganda yakni sebagai perlindungan dan pengembangan bagi suatu profesi.

Fungsi tersebut sama halnya yang dikemukakan oleh Gibson dan Michel, yakni lebih mementingkan kode etik sebagai sebuah pedoman pelaksanaan tugas profesional serta pedoman bagi masyarakat sebagai seorang profesional.

Selain itu, menurut Biggs dan Blocher (1986) menyatakan bahwa setidaknya fungsi kode etik ada tiga, antara lain:

  • Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
  • Mencegah terjadinya suatu pertentangan internal di dalam sebuah profesi.
  • Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik sebuah profesi.

Fungsi kode etik terutama bagi guru dikemukaan oleh Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) yaitu:

  • Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang merupakan tanggung jawabnya.
  • Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, masyarakat, teman kerja, dan juga pemerintah.
  • Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab terhadap profesinya.
  • Pemberian arah dan petunjuk yang benar kepada orang yang menggunakan profesinya untuk melaksanakan tugas.

Contoh Kode Etik

Contoh Kode Etik Guru

Hubungan guru dengan para peserta didik

  • Dalam mengajar, melatih, membimbing para peserta didiknya, guru harus bersikap dan berperilaku profesional.
  • Guru juga harus mengetahui bahwa setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda, dan mereka berhak untuk mendapatkan layanan dari pembelajaran.
  • Guru dilarang menggunakan hubungan dan juga tindakan profesional dengan para peserta didiknya untuk kepentingan pribadi.

Hubungan guru dengan orang tua atau wali siswa

  • Guru berusaha untuk dapat membina atau menjalin hubungan kerja sama yang efektif dan efisien dengan orang tua murid atau wali dalam mendukung proses kelancaran pendidikan.
  • Guru wajib menjaga informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan menjadi orang tua atau wali murid.
  • Guru memberikan hak kepada orang tua atau wali murid untuk melakukan konsultasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan.

Contoh Kode Etik Jurnalistik

  1. Bersikap independen. Wartawan dituntut untuk selalu bersikap independen untuk mencari maupun mengolah berita.
  2. Profesional. Dalam membuat berita seorang wartawan harus memperhatikan kaidah penulisan seperti sumber berita, narasumber, dan lainnya.
  3. Menguji berita. Setiap wartawan harus melatih diri untuk bersikap skeptis dalam setiap informasi yang diterima. Tidak menerima informasi tanpa adanya bukti yang akurat.
  4. Tidak memanfaatkan profesi untuk kepentingan pribadi. Saat bertugas, wartawan harus fokus terhadap tugas dan tujuannya.
  5. Melindungi narasumber. Jika seorang wartawan mendapat berita dari narasumber, dan apabila narasumber tersebut tidak ingin publik mengetahui identitasnya, maka wartawan wajib mengikuti kesepakatan dan merahasiakan identitas narasumber.
  6. Berpegang pada kepentingan publik. Wartawan harus mencari topik menarik yang harus diketahui dan berguna bagi masyarakat.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Penulis :

Acep Irawan (Kepala Bidang Penilaian Kanwil DJKN Jawa Barat)

Nurhidayah (PFPP Ahli Madya Kanwil DJKN Jawa Barat)

Pendahuluan

Penilai adalah bagian dari profesi. Menurut Wikipeda, profesi adalah “janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”. Penjelasan lebih jauh, suatu profesi biasanya memiliki unsur-unsur : asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Dalam hal ini, profesi penilai adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai kemampuan dan tugas pelayanan jasa dengan standarisasi khusus serta kompetensi bidang, maka perlu dilengkapi dengan kode etik profesi sebagai panduan dalam melaksanakan layanannya.

Penilai adalah salah satu profesi yang sangat penting dan strategis dalam era dunia modern. Peran penilai menentukan suatu nilai wajar, baik properti, bisnis dan lainnya. Peran tersebut adalah dalam rangka menghasilkan opini nilai wajar yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan, baik kepada pemohon maupun kepada masyarakat.

Pada saat ini, penilai publik telah memiliki Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) sebagai dasar dalam memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat. KEPI adalah kumpulan etik yang melandasi pelaksanaan Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang wajib ditaati oleh penilai, agar seluruh hasil pekerjaan penilaian dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan melalui cara yang jujur, objektif, dan kompeten secara profesional, sehingga menghasilkan laporan penilaian yang jelas, tidak menyesatkan dan mengungkapkan semua hal yang penting ( vide KEPI, 2015).

KEPI bisa diartikan sebagai asas atau prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik penilaian. Hal ini sangatlah esensial dalam dunia penilaian karena KEPI digunakan sebagai batasan-batasan penilai dalam setiap proses penilaian yang dilakukan. Prinsip dasar yang terdapat dalam KEPI dapat dikatakan memadai dalam upaya membentengi para penilainya.Namun demikian, untuk Penilai Pemerintah, kehadiran kode etik semacam KEPI masih memerlukan tahapan yang harus dipersiapkan. Dalam hal ini, kode etik bagi penilai pemerintah, semacam KEPI, perlu dibuat, dengan tujuan agar menjadikan profesi penilai pemerintah lebih baik dan menempatkan posisi Penilai Pemerintah sejajar dan dapat bersaing dalam lingkup nasional dan internasional.

Mengingat saat ini di DJKN telah terbentuk Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah (JFPP), maka untuk mewujudkan suatu kode etik bagi penilai pemerintah, perlu dukungan, komitmen serta sinergi dari berbagai pihak terkait. Artikel ini mencoba menyajikan referensi dari beberapa sumber tulisan, tentang pentingnya suatu kode etik bagi Penilai, yang dapat dijadikan rujukan untuk penilai pemerintah, sehingga mendorong kita untuk segera mempersiapkan kode etik dimaksud.

Pentingnya Kode Etik Sebagai Asas Praktek Penilaian

Kode etik dalam suatu profesi dapat dikatakan sebagai suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Pada lingkup masyarakat, kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun masih ada kode etik yang memiliki sanksi dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.

Pengertian lain kode etik adalah sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam hal ini, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Adapun tujuan kode etik penilai dibuat adalah agar penilai bersikap profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau stakeholder-nya. Hal lain adalah, dengan adanya kode etik akan melindungi penilai dari perbuatan yang tidak profesional.

Dalam tatanan implementasi, kode etik ini sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, yang mana dapat dipergunakan untuk membedakan baik dan buruk atau apakah perilaku profesi tersebut bertanggung jawab atau tidak.

Menurut Teguh Pudjo Muljono (1991), tujuan kode etik adalah:

1. Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota profesi pada nilai-nilai sosial tertentu yang memungkinkan manusia hidup produktif baik di bidang ekonomi, sosial maupun kultural, sesuai martabat manusiawi sebagaimana dituntut perkembangan zamannya;

2. Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota profesi pada suatu bentuk disiplin untuk mengejar, dan berbakti kepada nilai-nilai yang diakuinya lebih tinggi, dengan demikian etika profesional harus diarahkan pada nilai-nilai sosial yang lebih tinggi dan bukan ditujukan kepada pembuktian untuk kepentingan kelompok profesional yang bersangkutan.

Nadirsyah (1993) mengemukakan tiga alasan pentingnya Kode Etik Profesional yaitu:

1. Memberikan referensi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria aturan untuk suatu profesi;

2. Memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya;

3. Dari pandangan organisasi profesi, kode etik adalah pernyataan umum aturan-aturan.

Selanjutnya tiga fungsi kode etik yang dapat dijadikan rujukan pada praktik penilaian yaitu :

1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan;

2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan;

3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

Tujuan Kode etik profesi

Kode etik sebagai pedoman perilaku atau etika profesi merupakan standar moral untuk profesional yaitu mampu memberikan sebuah keputusan secara obyektif bukan subyektif. Untuk itu seorang prefesional harus berani bertanggung jawab atas semua tindakan dan keputusan yang telah diambil, selain memang memiliki keahlian serta kemampuan. Secara umum terdapat beberapa tujuan mempelajari kode etik profesi adalah sebagai berikut (Nadirsyah 1993):

a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

d. Untuk meningkatkan mutu profesi.

e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

f. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

h. Menentukan baku standarnya sendiri

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kode etik profesional bagi penilai pemerintah sangat penting karena memberikan informasi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria umum untuk suatu profesi, memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya, dan merupakan pernyataan umum prinsip-prinsip, sehingga kode etik penilai sangat mempengaruhi reputasi suatu profesi Penilai dan kepercayaan masyarakat dan pengguna Jasa khususnya Penilai Pemerintah terhadap profesi tersebut.

Prinsip Dasar Etik

Selain fungsi dan tujuan kode etik profesi, yang harus menjadi perhatian seorang penilai adalah prinsip dasar etik. Prinsip dasar etik adalah beberapa prinsip yang dijadikan dasar batasan dalam pelaksanaan praktik penilaian. Idealnya semua kegiatan penilaian harus didasari dengan prinsip-prinsip tersebut, jika ada satu bagian saja yang dilewatkan, dapat dikatakan hasil penilaian dapat bias.

Menurut Rifki (2018), prinsip dasar etik terdiri dari lima prinsip, yang dapat kita adopsi untuk profesi penilai pemerintah yaitu :

1. Integritas

Seorang penilai pemerintah harus memiliki integritas yang tinggi. Integritas adalah memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan profesional dan bisnis, serta menjunjung tinggi kebenaran dan bersikap adil. Dalam pelaksanaannya, penilai harus melakukan semua aktivitas penilaiannya dengan jujur dan menyajikan data-data yang benar dan valid, jika penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka penilai haruslah mengambil tindakan dengan cara melakukan konfirmasi kepada pemberi tugas.

2. Objektivitas

Seorang penilai pemerintah harus dapat menjaga obyektivitas. Objektivitas adalah sikap netral dan independen penilai dalam setiap aktivitas penilaian yang dilakukan. Pada kondisi lapangan, penilai diharuskan objektif dan tidak memihak kepentingan tertentu, penilai diharapkan dapat mengatasi situasi yang menggangu objektivitas, ancaman-ancaman yang muncul harus diminimalisir agar penilai bisa bersikap senetral mungkin. Jika penilai dihadapkan kepada kondisi yang deadlock atau tidak dapat meminimalisir ancaman yang muncul dilapangan, penilai harus menolak penugasan tersebut, tentunya dengan cara yang dibenarkan oleh aturan yang berlaku.

3. Kompetensi

Seorang penilai pemerintah harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidangnya. Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan dan keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil penilaian telah dibuat berdasarkan teknik penilaian dan peraturan perundang-undangan yang ada dalam bidang penilaian. Penilai harus mempertahankan pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang diperlukan sesuai dengan standar teknik yang ada. Hal ini harus di dukung dengan mengidentifikasi secara cermat permasalahan yang disampaikan dan memastikan dirinya dan tim memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Penilai dapat memakai bantuan dari luar apabila dirasa tidak cukup terampil atau belum memiliki pengetahuan yang khusus pada suatu bagian dari permasalahan yang ada. Jika dengan semua sumber daya dari Penilai maupun tim tidak dapat memenuhi kompetensi yang cukup untuk menyelesaikan tugas, Penilai harus menolak tugas tersebut.

4. Kerahasiaan

Sorang penilai pemerintah harus dapat menjaga kerahasiaan atas pekerjaannya. Kerahasiaan adalah menjaga informasi yang diperoleh dalam hubungan profesional dan bisnis, serta dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga. Hal ini sangat sensitif pada posisi pemberi tugas dan penilai diharapkan tidak menyebarkan informasi penting yang dapat mempengaruhi pihak ketiga. Penilai juga diharuskan tidak mencari keuntungan pribadi dari informasi yang didapat oleh pemberi tugas. Jika kerja sama sudah selesai, penilai harus tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diketahuinya.

5. Perilaku Profesional

Sorang penilai pemerintah harus memiliki sikap profesional. Perilaku Profesional adalah melaksanakan praktik penilaian dengan Lingkup PenugasanI. Hal ini mewajibkan semua penilai untuk bertindak secara cermat dalam memberikan pelayanan dan memastikan sesuai dengan hukum, teknis, dan standar profesi yang berlaku. Penilai pemerintah harus bertindak demi kepentingan negara dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Pedoman Tingkah Laku

Dalam praktiknya, penilai pemerintah juga memiliki tanggungjawab yang dapat dijadikan sebuah pedoman. Pedoman ini akan memberikan tuntunan, yang tidak hanya penting bagi diri penilai, namun juga negara serta masyarakat luas. Adapun tangggung jawab tersebut adalah :

1. Tanggung Jawab terhadap Integritas Pribadi Penilai

Seorang penilai harus bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil penilaian yang dilakukannya dalam batas-batas yang ditetapkan berdasarkan Kode Etik dan Standar Penilaian. Hal ini dapat direalisasikan dengan cara tunduk kepada norma moral, etik dan wajib menghindarkan diri dari setiap tindakan yang cenderung mengakibatkan tercemarnya nama baik profesi penilai, Asosiasi Profesi Penilai atau anggota-anggotanya.

2. Tanggung Jawab terhadap Pemberi Tugas

Seorang penilai harus bertanggung jawab dengan memberikan Penilaian yang lengkap dan teliti tanpa menghiraukan atau memperhatikan keinginan Pemberi tugas yang sifatnya dapat mempengaruhi objektivitas. Hubungan penilai dengan pemberi tugas harus mengikuti prinsip profesionalisme dan etika.

3. Tanggung Jawab terhadap Sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai Publik

Seorang Penilai harus bertanggung jawab dengan tidak melakukan persaingan tidak sehat dalam bentuk apapun, penilai diharapkan bersaing dengan mengutamakan kualitas masing-masing. Penilai Pemerintah juga harus memastikan kepada pemberi tugas bahwa aset atau liabilitas yang sedang dinilai tidak sedang atau telah dinilai oleh pemerintah atau Penilai Publik lainnya.

4. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat

Seorang penilai harus bertanggung Jawab untuk mengabdi pada masyarakat luas, tidak melakukan kolusi dan nepotisme seperti memberikan komisi atau fee diluar ketentuan asosiasi untuk siapapun, dan tidak diperbolehkan memiliki kepentingan lain dengan pemberi tugas atau siapapun selain pekerjaannya.

Urgensi Kode Etik bagi Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah

Pada tanggal 9 Juli 2020, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah melantik 143 orang Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah (PFPP) dari mulai tingkat Ahli Pertama, Ahli Muda sampai Ahli Madya melalui proses inpassing. PFPP yang dilantik oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara tersebut merupakan angkatan pertama dari seluruh proses yang telah direncanakan oleh Direktorat Penilaian dalam rangka menjadikan tugas penilaian menjadi suatu tugas profesi dalam tataran pemerintahan. Seperti disebutkan di atas, bahwa sebagai suatu profesi, perlu dilengkapi dengan unsur asosiasi yang mewadahi profesi tersebut yang di dalamnya termasuk kode etik dan standar prosedur dalam penyelesaian penugasan dan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, dalam pasal 101 menyatakan bahwa setiap jabatan fungsional (JF) yang telah ditetapkan wajib memiliki satu organisasi profesi dalam jangka waktu paling lama lima tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.

Pembuatan kode etik bagi PFPP adalah sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter, pengawasan tingkah laku dan sebagai sarana kontrol sosial serta mencegah campur tangan. Kode etik sekaligus mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar-sesama anggota, masyarakat dan memberikan jaminan peningkatan moralitas PFPP dan kemandirian fungsional serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DJKN.

Penilai Pemerintah di DJKN, yang selanjutnya disebut dengan PFPP, berperan aktif dalam memberi dukungan dalam pengelolaan kekayaan negara berupa pemanfaatan, pemindahtanganan, penghapusan juga penentuan nilai wajar pada LKPP. Peran tersebut sangat krusial dalam penyelenggaraan negara, oleh karena itu diperlukan penilai yang profesional.

Dalam prioritas profesi PFPP, landasan dasar, atau prinsip-prinsip dalam penilaian, harus dikuasai baik secara teori maupun praktek dilapangan. Jika PFPP sudah memiliki kode etik, memahami kode etik baik dalam teori maupun praktik di lapangan, diharapkan keprofesian penilai pemerintah yang diwadahi oleh DJKN dapat menjadi keprofesian yang lebih matang, profesional dan dapat bersaing tidak hanya lingkup nasional, melainkan juga international.

Dengan demikian, pembuatan kode etik PFPP menjadi penting segera dibuat untuk tidak hanya sebagai salah satu kelengkapan suatu profesi penilai, melainkan juga membentengi para PFPP dalam bertugas. Benteng yang kuat akan dapat melindungi diri para penilai dan bagian dari proteksi diri atas resiko-resiko yang muncul baik dari unsur internal maupun dari unsur external.

Penutup

DJKN adalah lembaga yang membina para Pejabat Fungsional Penilai Pemerinah yang tersebar di seluruh Indonesia. Terobosan dalam bentuk pembuatan dan penguatan regulasi penilai terus dilakukan untuk lebih menyempurnakan tugas dan fungsi para Penilai.

Salah satu kelengkapan dari profesi penilai pemerintah adalah perlunya dibuat kode etik, yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter, pengawasan tingkah laku dan sebagai sarana kontrol sosial, melainkan juga membentengi para penilai pemerintah dalam bertugas.

Dengan adanya kode etik penilai pemerintah akan meningkatkan profesionalisme dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau stakeholder, dan melindungi dari perbuatan yang tidak profesional.

Daftar Pustaka :

- Rifki, P. Evaluasi dan Peninjauan Kembali Kode Etik Penilai Indonesia Sebagai Katalisator Perkembangan Penilai yang Profesional. Diakses 1 Agustus 2020 dari https://medium.com/@rifkiputra/evaluasi-dan-peninjauan-kembali-kode-etik-penilai-indonesia-sebagai-katalisator-perkembangan-3f3f1458e325

- Islamudin, Sejarah, Peluang dan Tantangan Profesi Penilai di Indonesia. Diakses 27 Juli 2020 dari https://arifinhz.wordpress.com/sejarah-singkat-profesi-penilai/

- Wikipedia, Profesi, Diaksaes dari https://id.wikipedia.org/wiki/Profesi

- Wikipedia, Kode Etik Profesi. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi

- Hardiman, Unang T, Pentingnya Kode Etik Profesi Dan Mengatasi Konfilik Kepentingan Dalam Profesi. Diakses 1 Agustus 2020 dari http://unangtotohandiman.blogspot.com/2017/06/pentingnya-kode-etik-profesi-dan.html

- Dwinta Pusapa, Tujuan Kode Etik Profesional Dan Pentingnya Kode Etik Profesional. Diakses 2 Juli 2020 dari https://dwintapuspa.wordpress.com/2014/11/09/tujuan-kode-etik-profesional-dan-pentingnya-kode-etik-profesional/

- Sulaeman Rahman Nidar, Etika Bisnis : Tinjauan Pada Etika Profesi Penilai, Prosiding Call for Paper & Seminar Nasional, UPI, Bandung, 2012.

- Andryan, Menegakan Etika Profesi. Diakses 30 Juli 2020 dari http://farid-wajdi.com/detailpost/urgensi-etika-dalam-peradilan