Gerakan tari yang menggambarkan kelembutan dan kesopanan adalah tari dengan gerak

Gerakannya lembut dan merupakan kesenian asal Keraton

Apakah Moms pernah mendengar tari serimpi?

Tarian ini adalah salah satu tarian asal tanah Jawa yang cukup sakral.

Pasalnya tari serimpi hanya boleh dipentaskan di sekitar keraton saja.

Selain itu, jika Moms melihat dari sejarah atau asal-usulnya, tarian ini pernah digunakan juga sebagai bentuk perlawanan terhadap para penjajah di masa lalu.

Secara etimologi, istilah dari tarian ini berasal dari kata serimpi yang memiliki arti bermimpi.

Dalam tarian ini, para penonton seolah-olah akan diajak masuk ke dalam dunia alam bawah sadar atau dunia mimpi.

Saat Moms menonton tarian ini, Moms akan terbuai oleh iringan musik yang lembut serta luwesnya gerakan dari para penari.

Selain itu, istilah serimpi juga sering berkaitan dengan empat unsur yang ada di dalam kehidupan manusia.

Sehingga tarian ini juga kerap dibawakan oleh empat orang yang menggambarkan tentang gama “api”, angina “udara”, bumi “tanah”, dan yang terakhir adalah toya “air”.

Yuk Moms ketahui sejarah, makna, dan gerakan dari tari serimpi melalui ulasan berikut ini!

Baca Juga: Kenali 10 Jenis Tarian Tradisional Jawa Tengah untuk Edukasi Anak

Sejarah Tari Serimpi

Foto: poskota.co.id

Mengutip Center of Excellence sejarah tari serimpi ternyata tidak bisa terlepas dari kisah raja Mataram yang paling terkenal, yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Mataram Islam telah berhasil mencapai puncak kejayaan dan nama kerajaan ini terkenal hingga ke penjuru nusantara.

Salah satu bukti kejayaan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung ini juga bisa diketahui dari tumbuh dan berkembangnya kesenian tradisional dari dalam keraton itu sendiri.

Tari Serimpi adalah salah satu kesenian yang bermula pada masa tersebut.

Ini adalah kesenian yang memperlihatkan keindahan serta nilai estetika seni yang sangat tinggi.

Oleh karena itu, tak heran jika tari Serimpi cukup identik dengan keanggunan, kecantikan, serta kesopanan para penarinya.

Pada masa pemerintahan Raja Mataram ke-3 tersebut, jenis tarian ini memiliki fungsi yang sakral dan hanya dipertunjukkan pada acara-acara tertentu saja.

Seiring perkembangan zaman serta kemunduran Mataram sepeninggal Sultan Agung, ini juga telah membuat perubahan pada tari Serimpi.

Baca Juga: Cari Tahu di Sini Asal-usul 7 Tarian Tradisional Jawa Barat

Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan sebagaimana yang terjadi dalam perjanjian Giyanti yang dilakukan pihak VOC dengan Sunan Pakubuwana III pada tahun 1755.

Akibatnya, secara resmi kerajaan Mataram terpecah menjadi 2 bagian, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Akibatnya, keberadaan tarian serimpi juga dikenal oleh kedua kerajaan yang dulunya merupakan satu kesatuan tersebut.

Hanya saja, terdapat beberapa perbedaan antara gerakan serimpi yang dikenal oleh keraton Surakarta dan Ngayogyakarta.

Sebetulnya, pada masa perpecahan tersebut tarian ini memang masih dikenal sebagai kesenian yang dipertunjukkan khusus dan bersifat sakral di dalam keraton.

Namun, sejak masa kemerdekaan, kesenian yang berasal dari dalam keraton ini mulai dikenalkan pada masyarakat umum.

Secara berkelanjutan, dikenal sebagai salah satu kesenian untuk tujuan hiburan yang bisa Moms nikmati hingga saat ini.

Baca Juga: Ayo Lestarikan Budaya Indonesia, Ini 15 Tarian Tradisional Jawa Timur

Makna Tari Serimpi

Jika ditelisik, makna utama dari tarian ini melambangkan keanggunan serta kelembutan sosok wanita Jawa.

Tarian serimpi juga kerap digunakan sebagai gambaran dari karakter wanita Jawa yang sebenarnya.

Dalam perannya, wanita Jawa dituntut untuk memiliki tutur kata yang halus dan juga lembut dalam berperilaku.

Selain itu, tari Serimpi juga telah dibagi menjadi beberapa jenis, yang mana masing-masing jenis tariannya juga memiliki filosofi dan maknanya sendiri sesuai dengan karakter yang diceritakan.

Misalnya adalah Tari Serimpi Padhelori yang menceritakan tentang kesedihan dari cerita cinta segitiga.

Namun, dari banyaknya jenis tarian serimpi, yang paling sering dipentaskan adalah jenis tari serimpi sangupati.

Dalam tarian ini, diceritakan tentang calon raja atau putra mahkota yang diharapkan untuk menjadi pengganti raja untuk melanjutkan kekuasaannya.

Baca Juga: Yuk Moms! Ajak Anak Mengenal 10 Tarian Tradisional Papua

Jenis Gerakan Tari Serimpi

Foto: bernas.id

Gerakan tari Serimpi sangatlah lembut dan juga halus, sehingga saat menontonnya Moms seakan diajak ke alam mimpi.

Tiap gerakan yang dilakukan penari saat mementaskan tarian ini sangat pelan.

Hal itulah yang sampai sekarang menjadi salah satu ciri khasnya.

Gerakan dari kepala hingga kaki juga perlu dilakukan dengan harmonis.

Sehingga simbol dan makna bisa tersampaikan dengan jelas kepada para penonton.

Bahkan untuk jenis tarian serimpi heroik, yang mana ada perpindahan gerakan dari pelan ke cepat, penari harus tetap harus memperhatikan temponya supaya masih teratur.

Nah, berikut ini adalah tiga istilah dasar yang ada di dalam tari serimpi:

1. Maju Gawang

Gerakan tari Serimpi ini adalah salah satu gerakan yang dilakukan para penari saat mereka akan memasuki area panggung atau area pementasan.

Gerakan ini juga kerap disebut sebagai gerakan kapang-kapang.

Dalam gerakan ini, para penari harus berjalan belok ke kiri dan ke kanan sesuai dengan pola lantai yang telah disesuaikan.

Gerakan ini akan diakhiri dengan duduk, yang berarti bahwa para penari telah siap untuk mulai menari.

Baca Juga: Gigi Art of Dance, Tempat Anak Belajar dan Eksplor Seni Menari

2. Pokok

Gerakan ini adalah salah satu gerakan inti yang menyajikan adegan sesuai dengan alur atau jalan cerita yang ingin disampaikan.

Jika tari serimpi yang dibawakan menceritakan tentang peperangan, maka para penari akan menggunakan properti tambahan seperti misalnya keris.

3. Mundur Gawang

Jika gerakan maju gawang adalah gerakan berjalan saat penari memasuki area pentas.

Maka, mundur gawang berarti gerakan yang dilakukan oleh para penari saat keluar dari panggung pementasan.

  • //www.kompas.com/skola/read/2021/02/11/200000369/tari-serimpi-tarian-klasik-yogyakarta
  • //dpad.jogjaprov.go.id/coe/article/tari-serimpi-427
  • //indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/melawan-dengan-kelembutan-melalui-tari-serimpi-sangupati/
  • //www.gramedia.com/literasi/tari-serimpi/#Makna_Tari_Serimpi

Srimpi atau Serimpi adalah bentuk repertoar (penyajian) tari Jawa klasik dari tradisi kraton Kesultanan Mataram dan dilanjutkan pelestarian serta pengembangan sampai sekarang oleh empat istana pewarisnya di Surakarta dan Yogyakarta[1][2].

Peragaan Tari Srimpi di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

Sang penari sedang memperagakan tari srimpi.

Penyajian tari pentas ini dicirikan dengan empat penari melakukan gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemahlembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan.[3][4] Srimpi dianggap mempunyai kemiripan posisi sosial dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak para penari[5] dan sebagai tarian keraton.

Sejak dari zaman kuno, tari Srimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral.[6] Dahulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton.[6] Srimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral Tari Bedhaya.[6][7][8]

Dalam pagelaran, tari srimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja.[7] Adapun iringan musik untuk tari Srimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.[7]

Srimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya durasi waktu pementasan.[9] Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat.[9] Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.[10]

Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi pakaian.[11] Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan kepala berupa bulu burung kasuari.[11][12]

Kemunculan tari Srimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646.[13] Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan kenaikan tahta sultan.[13] Pada tahun 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.[13] Perpecahan ini berimbas pada tari Srimpi sehingga terjadi perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih sama.[13] Tari ini muncul di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820.[9] Dan mulai tahun 1920-an dan seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta karawitan Krida Beksa Wirama.[7] Setelah Indonesia merdeka, tari ini kemudian juga diajarkan di akademi-akademi seni tari dan karawitan pemerintah, baik di Surakarta maupun di Yogyakarta.[7]

Awalnya tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu pengertian, yakni calon pengganti raja.[14] Namun, Srimpi sendiri juga mempunyai arti perempuan.[15] Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama srimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi.[13] Maksudnya adalah ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.[13]

Berkas:Mahabharata2.jpg

Mahabarata, salah satu kisah yang diabadikan dalam tari Srimpi.

Kemudian terkait dengan komposisinya, menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Srimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yakni: Grama (api), Angin (udara), Toya (air), Bumi (tanah).[9][13][16] Komposisinya yang terdiri dari empat orang tersebut membentuk segi empat yang melambangkan tiang pendopo.[13] Adapun yang digambarkan dalam pagelaran tari srimpi adalah perangnya pahlawan-pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata, Ramayana, sejarah Jawa dan yang lain atau dapat juga dikatakan sebagai tarian yang mengisahkan pertempuran yang dilambangkan dalam kubu (satu kubu berarti terdiri dari dua penari) yang terlibat dalam suatu peperangan.[15][16][17] Tema yang ditampilkan pada tari Srimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, serta antara akal manusia dan nafsunya.[13] Keempat penarinya biasanya berperan sebagai Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.[9]

 

Sri Sultan Hamengkubuwana VII, penggagas tari Srimpi bersenjatakan pistol.

Tema perang dalam tari Srimpi menurut Raden Mas Wisnu Wardhana, merupakan penggambaran falsafah hidup ketimuran.[13] Peperangan dalam tari Srimpi merupakan simbol pertarungan yang tak kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan.[13] Bahkan tari Srimpi dalam mengekspresikan gerakan tari perang terlihat lebih jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan bantuan properti tari berupa senjata.[13] Senjata yang digunakan dalam tari ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam perisak), dan tombak pendek.[13] Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana VII, yaitu pada abad ke-19, ada pula tari Srimpi yang senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.[11]

Pertunjukkan tari asal Jawa Tengah ini biasanya berada di awal acara karena berfungsi sebagai tari pembuka, selain itu, tari ini terkadang juga ditampilkan ketika ada pementasan wayang orang.[15][18] Sampai sekarang tari Srimpi masih dianggap sebagai seni yang adhiluhung serta merupakan pusaka keraton.[13]

Tarian Srimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Srimpi Babul Layar, Srimpi Dhempel, dan Srimpi Genjung.[13][19] Untuk Kasunanan Surakarta, Srimpi digolongkan menjadi Srimpi Anglir Mendhung dan Srimpi Sangupati.[13] Salah satu jenis tari Srimpi yang lain gaya Yogyakarta adalah Srimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu penari sebagai putri Renggawati.[17] Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkena kutukan menjadi burung Mliwis.[17] Dia akan dapat kembali ke wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (putri Renggawati).[17] Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian yang digelar oleh para penari srimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah kebahagiaan.[17]

Di luar tembok keraton, ada tari Srimpi yang juga ditarikan oleh lima penari, yakni Srimpi Lima.[8] Tari ini berkembang di wilayah pedesaan, yakni di tengah-tengah masyarakat Desa Ngadireso, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.[8] Di Desa Ngadireso, Srimpi akan digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses pembersihan diri yang bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk serta aura negatif dalam diri seseorang yang dilakukan dengan cara tertentu.[20][21] Adapun ruwatan yang dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni ruwatan yang dilakukan untuk menyelamatkan atau melindungi seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makanan Bethara Kala.[8] Meskipun begitu, Srimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan sakral.[22] Srimpi Lima merupakan wujud dari gagasan dan aktivitas masyarakat pemiliknya.[22] Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural karena dalam lingkungan etnik, perilaku mempunyai wewenang yang amat besar dalam menentukan keberadaan kesenian termasuk tari tradisional.[22]

Bentuk srimpi tertua menurut sumber tertulis, diciptakan oleh Sri Pakubuwana V pada tahun Jawa 1748 atau sekitar tahun 1820-1823, yakni Srimpi Ludiramadu.[2] Tari ini diciptakan olehnya untuk mengenang ibunya yang berdarah Madura.[23] Untuk bentuk terbaru srimpi adalah Srimpi Pondelori, gubahan para guru perkumpulan tari Yogyakarta, kemudian ada Among Beksa yang dipentaskan oleh delapan orang penari dengan mengambil tema Menak.[2]

Srimpi Pondelori sendiri adalah suatu bentuk tari Srimpi khas Yogyakarta yang dipentaskan oleh empat orang.[14] Isinya adalah sebuah pertengkaran antara Dewi Sirtupilaeli dan Dewi Sudarawerti yang memperebutkan cinta dari Wong Agung Jayengrana, pangeran dari negeri Arab.[14] Di akhir cerita tidak terjadi kekalahan maupun kemenangan karena dua kubu yang berseteru akhirnya semua dinikahi oleh pangeran.[14]

Kemudian ada tari Srimpi Muncar.[14] Yang membedakan dari tari ini adalah penarinya mengenakan baju khas orang Tionghoa.[14] Biasanya tari yang satu ini dibawakan di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran.[14]

Selanjutnya adalah tari Srimpi Pamugrari, dinamakan seperti itu karena musik pengiringnya menggunakan gending pramugari.[14] Untuk senjata yang dibawa saat menari adalah pistol.[14]

  1. ^ Hartati, Sri.Seri Panduan Belajar dan Evaluasi Ilmu Pengetahuan Sosial.Jakarta:Grasindo. Hal. 30
  2. ^ a b c A.M. Munardi, dkk (2002). Indonesian Heritage:Seni Pertunjukkan.Jakarta: Buku Antar Bangsa. Terj. Karsono. Hal. 76-77
  3. ^ Murtono, Sri (2007).Seni Budaya dan Keterampilan.Jakarta:Yudhistira. Hal. 51 Cet. 2
  4. ^ Paradisa, Gendhis (2009).Ensiklopedia Seni dan Budaya Nusantara.Jakarta:PT Kawan Pustaka. Hal. 56 Cet. 2
  5. ^ Sigit Astono, dkk (2007).Apresiasi Seni: Seni Tari dan Seni Musik 1 SMA Kelas X.Jakarta:Yudhistira. Hal. 41 Cet 2
  6. ^ a b c Lelyveld van Th. B. (1931).Seni Tari Jawa.Amsterdam:Vanholkema & Warendrob. Hal. 268
  7. ^ a b c d e Papenhuyzen, Clara Brakel (1991).Seni Tari Jawa: Tradisi Surakarta dan Peristilahannya.Jakarta:ILDEP-RUL. Terj. Mursabyo. Hal. 48-97
  8. ^ a b c d "Makna Simbolis Srimpi Lima" (PDF). Universitas Negeri Malang. Diakses tanggal 15 Mei 2014 Hal. 2-3.  Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
  9. ^ a b c d e "Tari Serimpi". Indonesia Kaya Web. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-17. Diakses tanggal 29 April 2014. 
  10. ^ "Indahnya Tari Serimpi dari Jogjakarta". Tango Web. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-17. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  11. ^ a b c "Tari Serimpi, Tarian Sakral di Daerah Istimewa Yogyakarta". Pusaka Web. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  12. ^ "Tari Serimpi". Dunia Diksi. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  13. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p "Tari Serimpi". Google Docs. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  14. ^ a b c d e f g h i "Tari Serimpi". Anne Ahira. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-16. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  15. ^ a b c Suryo, Sukendro (2009).Keliling Tempat-tempat Wisata Eksotis di Jogja.Yogyakarta:Media Pressindo. Hal. 157
  16. ^ a b Kristi, Nava (2012).Fakta Menakjubkan tentang Indonesia.Jakarta:Cikal Aksara Hal. 61
  17. ^ a b c d e Anshoriy, Nasruddin (2008).Pendidikan Berwawasan Kebangsaan:Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme.Yogyakarta:LKiS. Hal. 158
  18. ^ Dana buku Franklin, Yayasan (1973).Ensiklopedi Umum.Yogyakarta:Kanisius. Hal. 558
  19. ^ "Pecahnya Kerajaan Mataram di Tari Serimpi". Berita Selalu Keren. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-16. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  20. ^ Munardi, AM (1996).Srimpi Lima di Desa Ngadireso.Jurnal Seni Pertunjukkan Indonesia. Hal. 35-37 Vol.7
  21. ^ "Garam Ruwatan". Ruwatan Web. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  22. ^ a b c Sedyawati, Edy (1981).Pertumbuhan Seni Pertunjukan.Jakarta:Sinar Harapan. Hal. 52
  23. ^ "Tari Serimpi". Gatra Web. Diakses tanggal 15 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]

  •   Media terkait Tari Srimpi di Wikimedia Commons

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Srimpi&oldid=21205180"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA