Show
Keywords: Permintaan, Kopi Arabika
Dalam hal ini keunggulan yang dimiliki kota simpang tiga adalah penghasil kopi. Permintaan kopi arabica dipengaruhi oleh beberapa masalah diantaranya adalah pendapatan yang masih rendah, harga kopi yang tergolong tinggi dan selera masyarakat yang cenderung berubah kepada kopi yang siap saji atau kopi yang tidak meninggalkan ampas. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan kopi arabica di bener meriah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran permintaan kopi arabica yang ada di simpang tiga. Berdasarkan hasil nilai F 69,985 dengan Sig 0,088 > α 0,05 berarti Ha diterima dan Ho ditolak semua koevesien regresi tidak sama dengan nol yang menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara harga kopi arabica, pendapatan perkapita dan permintaan kopi atau jumlah kopi yang terjual yang merupakan variabel yang efektif dalam mempengaruhi permintaan kopi di simpang tiga. Berdasarkan hasil koefesien determinasi tersebut diketahui bahwa secara bersama-sama harga kopi arabica, pendapatan perkapita dan barang subsitusi (harga kopi robusta) mempunyai permintaan kopi arabicaa di simpang tiga sebesar 99,80% sedangkan sisanya sebesar 0,2% dipengaruhi oleh faktor lain
Billas, Richard A (1993), Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta: Erlangga. Dumairy, (1997), Perekonomian Indonesia, Jakarta: Erlangga. Gaspresz, Vincent (1996), Ekonometrika Managrerial, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Gaspresz, (1991), Vincent, Ekonometrika Terapan, Bandung : Tarsito. Lipsey, Steiner, Purvis (1993), Pengantar Mikro Ekonomi, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Karl. E. Case dan Ray C. Fair (2002). Prinsip-prinsip Makro Ekonomi. Edisi B ahasa Indonesia. Jakarta : Prenhallindo. Michael P. Todaro (1995). Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Edisi Keempat Belas. Jakarta:Erlangga. Sugiono, (2003). Metode Penelitian Bisnis, Edisi Keempat, Bandung: Alpfabeta Tim Penyusun, (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. UMSU-Medan
(1) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPERMINTAAN KOMODITI KOPI DI SUMATERA UTARASKRIPSIOleh :ILHAM AULIA070304014AGRIBISNISPROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SUMATERA UTARAM E D A N(2) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIPERMINTAAN KOMODITI KOPI DI SUMATERA UTARASKRIPSIOleh :ILHAM AULIA070304014AGRIBISNISSkripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Disetujui Oleh :Komisi PembimbingKetua PembimbingAnggota Pembimbing(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)(Dr.Ir. Salmiah, MS)NIP. 196411021989032001 NIP.195702171986032001PROGRAM STUDI AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SUMATERA UTARAM E D A N(3) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Secara khusus bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series tahun 1990–2010, yang bersumber dari BPS Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squarer (OLS) dengan menggunakan Model Regresi Linier Berganda. Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan perkapita pada tingkat kepercayaan 97,7% dengan koefisien determinasi (�2) sebesar 0,977. Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa harga kopi arabika dan harga kopi robusta tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga teh (barang substitusi) tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga gula (barang komplementer) berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi Sumatera Utara, Sesuai dengan hasil penelitian tersebut disarankan agar para petani kopi di Sumatera Utara berusaha meningkatkan produksi dan tetap menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara perlu membantu para petani kopi dengan memberikan insentif (rangsangan) apakah berupa pinjaman modal atau penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya peningkatan produksi kopi di Sumatera Utara, sehingga mampu menguasai pasar domestik bahkan menembus pasar ekspor (luar negeri). Kata Kunci: harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga gula, pendapatan perkapita, permintaan kopi. (4) RIWAYAT HIDUPIlham Aulia, lahir di Kota Bukit Tinggi pada tanggal 21 September 1989 anak dari Bapak Nur El Fahmi dan Ibu Ewida Djuldjun. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : − Tahun 1995 masuk Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Medan tamat tahun 2001. − Tahun 2001 masuk Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Al-Mukhlishin Tanjung Morawa tamat tahun 2004. − Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Medan tamat tahun 2007. − Tahun 2007 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. − Mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pematang Cengkring Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara tahun 2011. Selama perkuliahan penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan organisasi yaitu : − Staf Humas Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) tahun 2009-2010. (5) KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Anggota Pembimbing yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : − Ibu Dr. Ir. Salmiah MSi, selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis MEc, selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis FP USU yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam hal kuliah dan administrasi kegiatan organisasi di kampus. − Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Agribisnis FP USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis. − Seluruh pegawai di FP USU khususnya pegawai Program Studi Agribisnis. Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Ibunda Ewida Djuldjun atas kasih sayang, motivasi, dan dukungan baik secara materi maupun do’a yang diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah, tak lupa (6) kepada para adinda Fadhli Aditya dan Lidya Qastari atas semangat yang diberikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman saya Reza, Rovil, Halim, Herman, Dendi, Randy, Irfandi, Leo, Arpan, Rizki, Holong, Nailul juga teman-teman kelompok PKL Desa Pematang Cengkring Kabupaten Batubara Roganda, Ayub, Gea, Royanti serta seluruh teman-teman di Program Studi Agribisnis angkatan 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Agustus 2012 (7) DAFTAR ISIDAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Identifikasi Masalah ... 8 1.3. Tujuan Penelitian ... 8 1.4. Manfaat Penelitian ... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9 2.1. Karakteristik Tanaman Kopi dan Aspek Ekonomisnya ... 7 2.2. Teori Permintaan ... 11 2.3. Teori Konsumen ... 18 2.4. Time Series... 20 2.5. Penelitian Sebelumnya ... 23 2.6. Kerangka Pemikiran ... 23 2.7. Hipotesis Penelitian ... 26 III. METODE PENELITIAN ... 27 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 27 3.2. Jenis dan Sumber Data ... 27 3.3. Metode Analisis Data ... 27 3.4. Model Analisis ... 28 3.5. Variabel Penelitian ... 30 3.6. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit) ... 30 3.7. Uji Asumsi Regresi Linear Berganda ... 32 (8) 3.7.2. Uji Multikolinearitas ... 32 3.7.3. Uji Autokorelasi ... 32 3.8. Batasan Operasional ... 34 IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 35 4.1. Kondisi Geografis ... 35 4.2. Kondisi Iklim dan Topografi ... 36 4.3. Kondisi Demografi ... 37 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45 5.1. Perkembangan Permintaan Kopi di Sumatera Utara... 38 5.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula ... 46 5.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1990-2010... 43 5.4. Pembahasan ... 44 5.4.1. Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS ... 44 5.4.2. Hasil Asumsi Regresi Linear Berganda ... 48 5.4.2.1. Uji Linieritas ... 48 5.4.2.2. Uji Gejala Multikolinearitas ... 48 5.4.2.3. Uji Gejala Autokorelasi ... 49 5.4.3. Pengaruh Harga Kopi Arabika dan Kopi Robusta ... 50 5.4.4. Pengaruh Harga Teh ... 51 5.4.5. Pengaruh Harga Gula ... 51 5.4.6. Pengaruh Pendapatan Perkapita ... 52 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53 6.1. Kesimpulan ... 53 6.2. Saran... 54 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN (9) DAFTAR TABELNo Judul Halaman 1. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 2000– 2009 ... 3 2. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2009 ... 6 3. Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal untuk tanaman kopi ... 9 4. Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara tahun 1990-2010... 40 5. Perkembangan Harga Kopi Arabika dan Harga Kopi Robust 1990 –2010 di Sumatera Utara... 41 6. Perkembangan Harga Teh dan Harga Gula 1990 –2010 di Sumatera Utara... 42 7. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1990 – 2010 ... 44 8. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara ... 45 (10) DAFTAR GAMBARNo Judul Halaman 1. Kurva Permintaan ... 12 2. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara ... 25 3. Pemetaan dW Perhitungan dan dW Tabel ... 33 (11) DAFTAR LAMPIRANNo Judul 1. Data Permintaan Kopi, Harga Kopi Arabika, Harga Kopi Robusta Harga Teh, Harga Gula dan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1990 – 2010 2. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS dengan Variabel Bebas , Harga Kopi Arabika, Harga Kopi Robusta, Harga Teh, Harga Gula Dan Pendapatan Per Kapita Sumatera Utara Tahun 1991 – 2010 (12) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Secara khusus bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series tahun 1990–2010, yang bersumber dari BPS Sumatera Utara, Dinas Perkebunan Sumatera Utara dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squarer (OLS) dengan menggunakan Model Regresi Linier Berganda. Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan perkapita pada tingkat kepercayaan 97,7% dengan koefisien determinasi (�2) sebesar 0,977. Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa harga kopi arabika dan harga kopi robusta tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga teh (barang substitusi) tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga gula (barang komplementer) berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi Sumatera Utara, Sesuai dengan hasil penelitian tersebut disarankan agar para petani kopi di Sumatera Utara berusaha meningkatkan produksi dan tetap menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara perlu membantu para petani kopi dengan memberikan insentif (rangsangan) apakah berupa pinjaman modal atau penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya peningkatan produksi kopi di Sumatera Utara, sehingga mampu menguasai pasar domestik bahkan menembus pasar ekspor (luar negeri). Kata Kunci: harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga gula, pendapatan perkapita, permintaan kopi. (13) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang dijual ke pasar dunia. Menurut International Coffee Organization (ICO) konsumsi kopi meningkat dari tahun ke tahun sehingga peningkatan produksi kopi di Indonesia memiliki peluang besar untuk mengekspor kopi ke negara-negara pengonsumsi kopi utama dunia seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Biji kopi Indonesia juga dipasok ke gerai-gerai penjual kopi (coffee shop) seperti Starbucks dan Quick Check yang berlokasi di Indonesia maupun yang berada di luar negeri. Kopi merupakan salah satu komoditi andalan perkebunan yang mempunyai peran sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan bagi petani, penciptaan lapangan kerja, pendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah. Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan rakyat Devisa yang diperoleh dari ekspor kopi dapat mencapai ± US $ 824,02 juta (tahun 2009), dengan melibatkan ± 1,97 juta KK yang menghidupi 5 juta jiwa keluarga petani (Anonimous, 2011) Lepi Tarmizi (1990) memperkirakan bahwa permintaan kopi untuk (14) perhitungan Assosiasi Ekonomi Kopi Indonesia (AEKI) 1987 yaitu sebesar 0,50 Kg/kapita/ tahun (Ilyas, 1991). Angka ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan kopi untuk konsumsi masyarakat di negara-negara Amerika Latin seperti Brazil, Colombia dan negara lainnya. Sementara itu konsumsi kopi masyarakat di Brazil adalah 5,50 Kg/ kapita/ tahun, Colombia adalah 4,50 Kg/kapita/ tahun, Costarica adalah 6,50 Kg/kapita/ tahun, Elsalvador adalah 2,00 Kg/kapita/ tahun, Guatemala adalah 4,00 Kg/kapita/tahun, Haiti adalah 3,00 Kg/kapita/ tahun dan Mexico adalah 1,50 Kg/kapita/tahun. Permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia juga masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan permintaan masyarakat terhadap kopi di negara-negara Afrika, bahkan Asia seperti India. Dengan demikian permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain sebagai produsen kopi, relatif sangat rendah. Provinsi Sumatera Utara, selain dikenal karena keindahan alam dan budayanya juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi arabika dan robusta terbaik di dunia, seperti: kopi Sidikalang yang berasal dari dataran tinggi Dairi dan kopi Mandailing yang berasal dari Mandailing Natal. Adanya produksi kopi ini yang telah memberikan kontribusi penting pada perekonomian masyarakat dan daerah. baik melalui perdagangan kopi secara langsung, produk olahan dan sektor jasa. Keadaan ini tentunya didukung oleh letak geografis, suhu dan curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya sehingga luas kebun kopi cenderung bertambah. Beberapa ahli ekonomi mengemukakan bahwasannya permintaan suatu komoditi itu dipengaruhi oleh: harga komoditi terkait, substitusinya, (15) satu komoditi unggulan di Sumatera Utara yang juga sangat penting artinya bagi kebutuhan masyarakat, dimana teh merupakan barang substitusi dari komoditi kopi. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi teh di Sumatera Utara sebagai berikut: No Tahun Luas Lahan Teh (Ha) Pertumbuhan (%) Produksi Teh (Ton) Pertumbuhan (%) 1 2000 11.401,00 0 22.228 0 2 2001 10.102,00 -11,39 21.259 -4,36 3 2002 8.764,00 -13,24 78.468 269,10 4 2003 8.621,00 -1,63 73.986 -5,71 5 2004 9.311,00 8,00 73.125 -1,16 6 2005 5.396,00 -42,05 2.542 -96,52 7 2006 5.396,04 0,00 11.915 368,73 8 2007 5.396,11 0,00 12.049 1,12 9 2008 4.998,09 -7,38 9.975 -17,21 10 2009 4.438,66 -11,19 9.919 -0,56 Sumber : BPS Sumatera Utara, 2010. Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 2000– 2009. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas tanaman teh pada tahun 2000 adalah 11.401 Ha, dengan produksi sebesar 22.228 Ton, dan pada tahun 2004 luas lahan teh menjadi 9.311 Ha, dengan produksi sebesar 73.125 Ton. Namun pada tahun 2002 luas lahan tanaman teh di Sumatera Utara berkurang menjadi 8.764 ha, dengan produksi 78.468 Ton dan mengalami peningkatan yang drastis dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2009 luas lahan teh di Sumatera Utara mengalami penurunan menjadi 4.438,66 Ha dengan produksi yang menurun menjadi 9.919 Ton. Mubyarto (1991), menyebutkan bahwa tahun 1980-an hampir seluruh kopi Indonesia diproduksi oleh petani kecil. Dan sejak tahun 1986 kopi menjadi (16) Stoker (1987), juga menyatakan bahwa kopi merupakan sumber devisa yang menjanjikan bagi Indonesia, hal ini setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa kalau terjadi krisis kopi maka banyak petani kopi yang terkena dampaknya. Secara umum sektor pertanian di Negara berkembang sangat dipengaruhi oleh kecendrungan globalisasi dan liberalisasi. Dan salah satu komoditas pertanian yang sangat dipengaruhi oleh pasar global adalah komoditi kopi. Konsumen komoditas pertanian ini sebagian besar berada di negara maju sedangkan produsennya sebagian besar berada di negara sedang berkembang (Soekartawi, 2002). Kopi merupakan komoditas perdagangan global yang penting dan menjadi sumber devisa utama bagi sejumlah negara yang sedang berkembang. Komoditas ini diyakini sebagai salah satu cash crops yang penting dan vital bagi kehidupan lebih dari 25 juta petani kopi skala kecil di negara yang sedang berkembang (Ilyas, 1991). Jika dilihat secara Nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah dan sistem pertanian yang ada sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktifitas hasil kopi Indonesia (Ilyas, 1991). Dimana produktivitas kopi diIndonesia hanya rata-rata 500 Kg/ha, sementara negara Brazil bisa menghasilkan 600 Kg/ha, Costarica menghasilkan 1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha. Mubyarto (1984), juga menyampaikan bahwa mutu kopi yang dihasilkan oleh Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga merupakan produsen komoditi kopi, hal ini disebabkan karena di (17) areal tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat) dan 88,80% produksi kopi Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat dengan sistem pertanian, teknik budidaya, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi masih relatif sederhana dan bersifat tradisional sehingga menyebabkan mutu kopi yang dihasilkan petani kita sangat rendah (Mubiyarto, 1984). Kopi yang di perdagangkan dipasaran sekarang ini, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah roasters, tetapi juga telah siap untuk dikonsumsi dalam bentuk produk turunan. Produk turunan dari kopi tersebut diantaranya kopi bubuk nescafe, indocafe, coffeemix dan capuccino dalam bentuk powder coffee. Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan ringan seperti; tar moka (kue) hingga es krim moka yang sangat disukai oleh masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik dalam dunia perdagangan (Spillane, 1991). Dan pada akhir-akhir ini perkembangan kopi Indonesia sudah mulai menunjukkan perbaikan, baik dari sisi produksi maupun dari sisi lahan (areal) tanamannya. Pengelola perkebunan kopi terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat (PR) yang luasnya mencapai 94,2% dari total luas tanaman kopi di Indonesia (Hiraw, 2006). Perkebunan kopi tersebut tersebar diseluruh wilayah Indonesia, namun hanya beberapa kawasan yang sangat cocok untuk menjadi sentra produksi kopi seperti Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu serta Sumatera Utara. Pertumbuhan produksi kopi di Lampung dan Sumatera Utara (18) daerah Lampung mencapai 9,1% dan Sumatera Utara mencapai 4,1%, hal ini menggambarkan bahwa produktifitas untuk kedua kawasan tersebut sudah mengalami perbaikan (Hiraw, 2006). Propinsi Sumatera Utara memiliki luas areal kopi 79.544,99 Ha, dengan produksi berkisar 53.721,42 Kg/ tahun (tahun 2010) dengan produksi rata-rata mencapai 976,19 Kg/ Ha (BPS, 2010). Kopi yang ada di Sumatera Utara adalah merupakan tanaman kopi arabica, yang tersebar pada dataran tinggi antara 700 – 1.300 m diatas permukaan laut, yaitu di Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Sedangkan kopi robusta umumnya hidup pada dataran rendah pada ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara pada tahun 2000 – 2009, sebagai berikut: No Tahun Luas Lahan Kopi (Ha) Pertumbuhan (%) Produksi Kopi (Ton) Pertumbuhan (%) 1 2000 62,040.00 0.00 38,113.00 0.00 2 2001 61,708.00 2.85 39,198.00 2.85 3 2002 65,469.00 6.09 42,973.00 9.63 4 2003 65,152.00 -0.48 43,252.00 0.65 5 2004 53,969.00 -17.16 43,804.00 1.28 6 2005 77,720.00 44.01 54,857.00 25.23 7 2006 78,962.00 1.60 49,452.00 -9.85 8 2007 78,980.00 0.02 50,816.00 2.76 9 2008 80,384.00 1.78 53,925.00 6.12 10 2009 79,545.00 -1.04 53,721.00 -0.38 Sumber : BPS Sumatera Utara, 2010. Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2009 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas lahan tanaman kopi di Sumatera Utara pada tahun 2000 adalah 62.040 Ha dengan produksi sebesar 38.113 Ton. Dan pada tahun 2005 luas lahan kopi Sumatera Utara adalah 77.720 Ha dengan (19) 2009 luas lahan kopi Sumatera Utara menjadi 79.545 Ha dengan total produksi menjadi 53.721 Ton. Dalam penelitian ini ada tiga komoditi pertanian yang akan diteliti harganya dalam 21 tahun terakhir. Tiga komoditi tersebut ialah harga kopi domestik, harga gula dan harga teh. Dimana komoditi gula sebagai komplementernya komoditi kopi dan komoditi teh sebagai barang substitusi dari komoditi kopi. Produktivitas kopi yang dihasilkan di Indonesia secara umum dan Sumatera Utara secara khusus masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah penghasil kopi lainnya, hal ini menyebabkan Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaaan masyarakat (kebutuhan domestik) dan luar negeri (untuk ekspor). Dalam memenuhi permintaan komoditi kopi tersebut Sumatera Utara mendatangkannya dari daerah Aceh dan daerah lainnya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki potensi yang menjanjikan untuk dikembangkan sebagai komoditi primadona di Sumatera Utara, dengan demikian akan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kesejahteraan petani kopi di Sumatera Utara, oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, maka penelitian ini berjudul; “Analisis (20) 1.2. Identifikasi Masalah. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : − Berapa besar pengaruh harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan perdapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : − Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan perdapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : − Sebagai bahan masukan bagi petani dalam rangka pemenuhan permintaan kopi di Sumatera Utara. Dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan komoditi kopi di Sumatera Utara. − Untuk menambah kazanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan komoditi kopi. − Sebagai bahan studi bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan. (21) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanaman Kopi dan Aspek Ekonomisnya Salah satu kunci keberhasilan budidaya kopi yaitu digunakannya bahan tanam unggul sesuai dengan kondisi agroklimat tempat penanaman. Kondisi lingkungan perkebunan kopi di Indonesia sangat beragam dan setiap lingkungan tersebut memerlukan adaptabilitas spesifik dari bahan tanam yang dianjurkan. Pada tanaman kopi, iklim dan tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan morfologi, pertumbuhan dan daya hasil. Kopi hanya dapat menghasilkan dengan baik apabila ditanam pada tanah yang sesuai, yaitu tanah dengan kedalaman efektif yang cukup dalam (> 100 cm), gembur, berdrainase baik, serta cukup tersedia air, unsur hara terutama kalium (K), harus cukup tersedia bahan organik (> 3 %). Derajat kemasaman (pH) yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kopi berkisar antara 5,3 – 6,5. Persyaratan kondisi iklim dan tanah optimal untuk tanaman kopi selengkapnya tercantum pada Tabel 3. Syarat Tumbuh Kopi Robusta Kopi Arabika Iklim Tinggi Tempat (m dpl) 300 – 600 700 – 1.400 Suhu Udara Harian (o C) 24 – 30 15 – 24 Curah Hujan Rata-rata (mm/th) 1.500 – 3.000 2.000 – 4.000 Jumlah Bulan Kering (bl/th) 1 – 3 1 – 3 Tanah Derajat Kemasaman (pH) 5,5 – 6,5 5,3 – 6,0 Kandungan B.O (%) > 3 > 3 Kedalaman Efektif (cm) > 100 > 100 (22) Tanaman kopi tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang terletak di antara 20° LU dan 20° LS. Berdasarkan data yang ada, Indonesia terletak di antara 5° LU dan 10° LS. Hal ini berarti sangat ideal dan potensial bagi pengembangan tanaman kopi. Selama ini tanaman kopi lazim diusahakan di Indonesia ada dua jenis, yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Kedua jenis kopi tersebut secara fisiologis menghendaki persyaratan kondisi iklim yang berbeda. Kopi Arabika menghendaki lahan dataran lebih tinggi daripada kopi Robusta, sebab apabila ditanam pada lahan dataran rendah selain pertumbuhan dan produktivitasnya menurun juga akan lebih rentan penyakit karat daun. Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari famili rubiceae yang umumnya berasal dari benua Afrika. Diseluruh dunia kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar yaitu; − Cofffe canefora, salah satu jenis varietasnya yang menghasilkan kopi dagang robusta. − Coffea arabica, yang menghasilkan kopi dagang arabica. − Coffea exelca yang menghasilkan kopi dagang exelca. − Coffea liberica yang menghasilkan kopi dagang liberica. Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis arabica, yang memberikan kontribusi pada pasokan kopi dunia sekitar 70%, kemudian jenis kopi robusta yang mutunya berada dibawah kopi arabica, (23) Kopi merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara produsen apalagi di negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US dolar 10.3 millyar (Spillane, 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia. 2.2. Teori Permintaan Dari segi ilmu ekonomi pengertian permintaan sedikit berbeda dengan pengertian yang digunakan sehari-hari. Menurut pengertian sehari-hari, permintaan diartikan secara absolut yaitu menunjukkan jumlah barang yang dibutuhkan, sedangkan dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti apabila didukung oleh daya beli konsumen yang disebut dengan permintaan efektif. Jika permintaan hanya didasarkan atas kebutuhan saja dikatakan sebagai permintaan absolut (Nicholson, 1995). Kemampuan membeli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu, pendapatan yang dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya apabila harga barang yang dikehendaki berubah maka jumlah barang yang dibeli juga akan (24) Adapun bentuk kurva permintaan adalah sebagai berikut : Gambar 1. Kurva Permintaan Dimana : P : Harga Q : Jumlah yang diminta Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga, dimana semua variabel lainnya dianggap tetap kurva ini memiliki slope negatif, yang menunjukkan bahwa jumlah yang diminta (the quantity demanded) naik dengan turunnya harga (Kadariah, 1994). Terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi atau komplementer). Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain meningkat (hubungan positif), disebut barang substitusi (Nicholson, 1995). Apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain dengan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan P P2 P1 Q Q1 (25) penurunan permintaaan barang-barang substitusinya, dimana barang substitusi adalah barang yang dapat berfungsi sebagai pengganti barang lain (Nicholson, 1995). Dan bila dua jenis barang saling melengkapi, penurunan harga salah satunya mengakibatkan kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya jika terjadi kenaikan harga salah satunya akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap barang yang lainnya. Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain menurun (hubungan negatif), maka disebut barang komplementer (Nicholson, 1995). Kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang (Sukirno, 2002). Dalam analisis ekonomi diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk maka dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh banyak variabel (Nicholson, 1991). Teori permintaan diturunkan dari prilaku konsumen dalam mencapai kepuasan maksimum dengan memaksimumkan kegunaan yang dibatasi oleh anggaran yang dimiliki. Hal ini tentu dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu (ceteris paribus), dan pada harga tertentu orang selalu membeli jumlah yang lebih kecil (26) Permintaan terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh produsen terjadi karena konsumen bersedia membelinya. Komoditi yang dikonsumsi mempunyai sifat yang khas sebagaimana yang terdapat dalam faktor produksi. Dan semakin banyak komoditi tersebut dikonsumsi maka kegunaan komoditi tersebut akan semakin berkurang dengan demikian pembeli akan lebih banyak membeli komoditi tersebut jika harga satuanya menjadi lebih rendah (Sugiarto, 2000). Sudarsono (1990), mengelompokkan kerangka pemikiran Marshall bersifat parsial karena berdasarkan konsep ceteris paribus dimana permintaan dianggap sebagai kurva. Sementara itu Leon Walras lebih bersifat general karena memasukkan semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta, dan secara matematis dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut : Qd = f (Pd, Ps, Pk, ……., Y, e), …...(1) dimana : Qd : jumlah barang yang diminta Pd : harga barang yang diminta. Ps : harga barang substitusi. Pk : harga barang komplementer. Y : pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan. e : faktor lain yang tidak dibahas. Sejalan dengan pemikiran Walras, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya. Lipsey, Steiner dan Purvis (1993) mengemukakan bahwa (27) − Harga komoditi itu sendiri. − Rata-rata penghasilan rumah tangga. − Harga komoditi yang berkaitan. − Selera (taste). − Distribusi pendapatan diantara rumah tangga. − Besarnya populasi. Sudarsono (1980), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (bersifat substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen. Disamping variabel-variabel yang disebutkan diatas, maka distribusi pendapatan, jumlah penduduk, tingkat preferensi konsumen, kebijaksanaan pemerintah, tingkat permintaan dan pendapatan sebelumnya turut juga mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang. Sukirno (2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang fluktuasinya akan sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain : − Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan suatu barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas. − Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang (28) − Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran selera masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor yang mendasari permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan. − Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang tersebut hingga waktu tertentu. Dan apabila sampai dengan waktu yang ditentukan produk juga belum ada, maka konsumen akan mencari produk penggantinya. − Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan dapat mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis produk, karena terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha, misalnya disebabkan oleh tidak adanya kepastian keamanan ataupun kondisi geografis yang tidak mendukung. − Faktor peningkatan penduduk. Adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan permintaan akan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, yang meliputi sandang, pangan dan papan. Maka secara sederhana hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut; bahwa jumlah barang yang akan dibeli per unit waktu akan menjadi semakin besar, jika harga semakin rendah dimana faktor lain tetap (ceteris paribus). Apabila harga (P) suatu komoditi naik (ceteris paribus), pembeli cenderung membeli lebih sedikit komoditi itu (Q). Demikian juga jika harga (P) turun (ceteris paribus) maka kuantitas yang diminta akan meningkat. Namun (29) − Barang inferior (inferior goods), adalah barang-barang yang permintaannya menurun jika pendapatan naik. − Barang prestise (prestige goods), yakni jika harga barang-barang mengalami kenaikan maka permintaannya bertambah. − Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects), adalah barang-barang yang jika harganya turun maka jumlah permintaannya turun, apabila orang mengharapkan bahwa harga akan terus menerus mengalami penurunan. Kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana sebagai berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta jika dibandingkan dengan harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat harga komoditi rendah, maka lebih banyak yang akan diminta jika dibandingkan dengan saat harga tinggi (ceteris paribus). Jadi kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus) pada setiap tingkat harga (Miler dan Meiners, 2000). Dan apabila pendapatan bertambah, maka bagian yang akan dibelanjakan oleh konsumen juga akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli oleh konsumen akan meningkat. Selanjutnya Reksoprayitno (2000), memilah perkembangan teori permintaan konsumen atas dua bagian yaitu; teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis. Teori permintaan statis dinamakan juga sebagai teori permintaan tradisional, yang memusatkan perhatiannya pada prilaku konsumen serta beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaannya. Faktor-faktor ini (30) pendapatan dan selera. Teori permintaan statis ini didasarkan pada beberapa asumsi yaitu; permintaan pasar merupakan total permintaan perseorangan (individu), konsumen berperilaku rasional, sementara harga dan pendapatan dianggap tetap dan yang termasuk dalam teori permintaan statis ini adalah teori utilitas ordinal (ordinal utility theory) dan teori kardinal utilitas (cardinal utility theory). 2.3. Teori Konsumen Teori konsumen merupakan teori yang mencakup perilaku konsumen dalam membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, berupa barang ataupun jasa-jasa konsumsi. Reksoprayitno (2000), menyampaikan bahwa teori konsumen menjelaskan bagaimana reaksi konsumen dalam kesediaannya untuk membeli sesuatu barang akan berubah jika jumlah pendapatan konsumen dan harga barang yang bersangkutan juga berubah. Fungsi utama barang dan jasa konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan langsung pemakainya, dengan terpenuhinya kebutuhan konsumen tersebut akan menimbulkan kepuasan (satisfaction) bagi konsumen itu sendiri. Teori konsumen juga mengenal asumsi rasionalitas, dimana konsumen berusaha untuk menggunakan pendapatannya walaupun jumlahnya terbatas untuk memperoleh kombinasi barang atau jasa dengan kepuasan maksimum. Teori konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu pendekatan guna kardinal (cardinal utility approach) dan pendekatan guna ordinal (ordinal utility (31) Teori permintaan statis atau tradisional secara umum didasarkan pada daya guna dan skala preferensi dari konsumen sedangkan teori permintaan yang dinamis dan pragmatis didasarkan pada prilaku konsumen yang nyata terhadap permintaan yang berlaku di pasar. Atas dasar ini maka dirumuskanlah permintaan sebagai hubungan fungsi yang memiliki variabel banyak. Pendekatan ordinal dan kardinal diatas dengan menggunakan konsep daya guna (utility) sebagai dasar analisis untuk menyusun permintaan konsumen. Dengan demikian utilitas harus diketahui lebih dahulu untuk dapat menyusun permintaan konsumen (Bilas, 1984). Berdasarkan teori yang ada dalam menyusun fungsi permintaan dapat ditempuh dengan dua cara yaitu cara tidak langsung yang dilakukan oleh Marshall (marshalian demand function) yang lazim disebut dengan fungsi permintaan biasa (ordinary demand function). Kemudian ada cara langsung yang disebut dengan cara pragmatis seperti yang dilakukan oleh Samuelson melalui preferensi nyata yang diungkapkan (revealed preference) (Sudarsono, 1990). Dalam membahas permintaan, Marshall menggunakan asumsi bahwa pendapatan konsumen sifatnya tetap dengan anggapan masih berusaha mencari pengaruh dari harga terhadap jumlah barang yang diminta. Menurutnya permintaan diartikan sebagai jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga, secara matematis dituliskan; Qx = f (Px) dengan anggapan bahwa pendapatan tetap, bukan berarti pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta dengan asumsi bahwa faktor lain tetap (ceteris paribus). (32) 2.4. Time Series Time series adalah suatu himpunan pengamatan yang dibangun secara berurutan dalam waktu. Waktu atau periode yang dibutuhkan untuk melakukan suatu peramalan itu biasanya disebut lead time yang bervariasi pada tiap persoalan. Berdasarkan himpunan pengamatan yang tersedia maka time series dikatakan kontinu jika himpunan pengamatan tersebut adalah kontinu dan dikatakan diskrit bila himpunan pengamatan tersebut juga diskrit. 2.5. Penelitian Sebelumnya. Edison (1971), melakukan penelitian mengenai permintaan atau konsumsi kopi di Indonesia, dia membedakan permintaan kopi biji dan permintaan bubuk kopi. Sasaran penelitiannya adalah permintaan bubuk kopi secara Nasional dan regional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 52,3% sampel (dari 10 propinsi), tidak meminum kopi dengan alasan kesehatan dan tingkat kemurnian kopi yang dikonsumsi responden sangat bervariasi. Tidak terdapat konsumsi kopi murni, dan selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kemurnian kopi yang dikonsumsi adalah 64% untuk daerah perkotaan dan 73 % untuk daerah pedesaan (Ilyas, 1991). Venkatram dan Deodhar, (1999), melakukan penelitian mengenai permintaan kopi di pasar domestik India. Konsumsi kopi diwilayah itu adalah 80 gr/ kapita tahun 1960- 1961 dan menurun menjadi 60 gr/ kapita tahun 1996-1997. Sementara itu konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi mengalami (33) Adapun variabel yang diamati dalam penelitian tersebut adalah produksi kopi itu sendiri, harga kopi, pendapatan perkapita dan harga teh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kopi, pendapatan perkapita memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi. Dan ternyata harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi di wilayah itu artinya adanya peningkatan harga disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. Dan selanjutnya beliau mengatakan permintaan kopi in-elastis dalam jangka panjang dan memiliki nilai in-elastisitas yang sangat tinggi dalam jangka pendek, tetapi elastisitas harga terhadap permintaan kopi adalah rendah. Hutabarat (2004), melakukan penelitian mengenai Kondisi pasar dunia dan dampaknya terhadap kinerja industri perkopian Nasional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan industri dan ekonomi kopi nasional tidak terlepas dari prilaku dan perkembangan pasar kopi dunia. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan negara pengimpor (Jepang, Jerman dan Belanda) menunjukkan nilai positif dan sangat elastis. Selanjutnya dikemukakan bahwa elastisitas permintaan pengimpor kopi terhadap perubahan nilai tukar US dolar bernilai positif (untuk Jepang dan Amerika), artinya jika rupiah semakin terkoreksi (terdepresiasi) terhadap US dollar, maka kopi Indonesia relatif lebih murah sehingga volume kopi yang di impor oleh negara pengimpor akan meningkat. Dureval (2005), melakuan penelitian dengan maksud untuk mengevaluasi keuntungan potensial dari pertumbuhan produksi kopi yang dilihat dari harga (34) pendapatan masyarakat dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga kopi berhubungan negatif dengan permintaan kopi itu sendiri sementara pendapatan masyarakat memiliki hubungan yang positif dengan permintaan kopi secara signifikan. Deodhar dan Pandey (2006), melakukan penelitian untuk mengetahui keadaan tingkat persaingan dalam pasar domestik dalam konteks pasar kopi instan. Beliau menyampaikan bahwa perdagangan bebas ternyata memberikan kontribusi dalam persaingan dipasar domestik yang memungkinkan terjadinya persaingan sempurna (perfect competition). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi di pasaran dalam kondisi pasar persaingan sempurna, dan harga memiliki hubungan yang negatif terhadap pola konsumsi kopi instan diwilayah dimana penelitian itu dilakukan. Wahyudian, dkk (2003), melakukan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi kopi di Jakarta. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa konsumen berusia muda (18-25 tahun) berpeluang mengkonsumsi kopi lebih besar daripada konsumen yang berusia 45 tahun. Peningkatan rasio anggota rumah tangga yang mengkonsumsi kopi terhadap total rumah tangga sebagai pengaruh lingkungan konsumen semakin mendorong peluang seseorang untuk mengkonsumsi kopi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa permintaan kopi masyarakat Jakarta mengalami peningkatan dengan tingkat perubahan yang sedang, hal ini disebabkan karena rata-rata konsumsi kopi (35) daripada konsumsi masyarakat Indonesia secara umum yaitu sebesar 0,64 Kg/ kapita/ tahun. 2.6. Kerangka Pemikiran. Permintaan terhadap suatu komoditi pertanian merupakan banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya permintaan terhadap komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga, harga substitusi atau harga komplementernya, selera dan keinginan jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan (Soekartawi, 2002). Dilain pihak Wanardi (1976), menyatakan bahwa pengertian permintaan adalah jumlah barang yang sanggub dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut Bishop dan Toussaint (1958), pengertian permintaan dipergunakan untuk mengetahui hubungan jumlah barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif untuk membeli barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa harga barang lainnya tetap. Hal ini dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu. Menurut Bishop dan Toussaint (1958), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah jumlah penduduk, pendapatan, harga barang, harga barang lainnya, selera dan pereferensi konsumen. Namun karena jumlah penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh teradap permintaan barang dipasaran, maka fungsi permintaan ini juga dipengaruhi oleh variabel ini. Jumlah (36) kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva permintaan dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama sekali (Soekartawi, 2002). Perubahan keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan menetukan perubahan harga. Jika dilihat dari perubahan harga maka pengaruh harga komoditi substitusi atau komoditi komplementernya adalah penting sekali. Dengan demikian besar kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya permintaan atau penawaran bagi komoditi pertanian juga akan terpengaruh oleh adanya perubahan harga komoditi substitusi atau komplementernya. Harga beberapa komoditi pertanian sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat menguntungkan petani sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi (Soekartawi, 2002). Sementara itu Papas dan Mark Hirshey (1995), menyatakan bahwa permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark Hirshey (1995), terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua adalah permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input (37) menjadi produk lainnya. Dan secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara. HARGA KOPI ARABIKA PENDAPATAN PERKAPITA HARGA TEH HARGA GULA PERMINTAANKOMODITIKOPIHARGA KOPI(38) 2.7. Hipotesis Penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut : − Harga kopi arabika berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. − Harga kopi robusta berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus − Harga teh berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. − Harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. − Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. (39) BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memfokuskan kepada masalah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dimana pembahasan dalam penelitian ini mencakup beberapa faktor seperti; harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh (barang substitusi), harga gula (barang komplementer) dan pendapatan perkapita masyarakat terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 3.2. Jenis dan Sumber Data. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari lembaga resmi pemerintah. Adapun data yang digunakan adalah data time series 21 tahun, mulai dari tahun 1990 – 2010, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan sumber-sumber lain seperti jurnal dan hasil penelitian. 3.3. Metode Analisis Data. Setelah data dikumpulkan dan ditabulasi, selanjutnya akan dianalisis sesuai dengan hipotesa yang diajukan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan bantuan softwer SPSS (40) 3.4. Model Analisis. Dalam analisis regresi hubungan antara variabel independent dan variabel dependent adalah dalam bentuk linier maka untuk itu fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y = f (X1, X2, X3, X4, X5 Dari fungsi tersebut diatas kemudian diderivasikan ke dalam model persamaan ekonometrika dalam bentuk Model Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression) untuk melihat permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebagai berikut : Model Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression) : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4+ b5X5+ µ Dimana : Y = Permintaan Komoditi Kopi (Kg) a = Konstanta intersep b1-b5 = Koefisien variabel regresi X1 = Harga Kopi Arabika(Rp/Kg) X2 = Harga Kopi Robusta(Rp/Kg) X3 = Harga Komoditi Teh (Rp/Kg) X4 = Harga Gula (Kg) X5 = Pendapatan Perkapita Sumatera Utara (Rp/Tahun) (41) Secara serempak hipotesis yang digunakan adalah : H0 : Harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita Sumatera Utara berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara H1 : Harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita Sumatera Utara tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Secara parsial hipotesis yang digunakan adalah : H0 : Harga gula tidak akan berpengaruh terhadap permintaan gula. H1 : Harga gula akan berpengaruh terhadap permintaan gula. H0 : Harga gula merah tidak akan berpengaruh terhadap permintaan gula H1 : Harga gula merah akan berpengaruh terhadap permintaan gula. H0 : Harga Teh Hitam tidak akan berpengaruh terhadap permintaan gula H1 : Harga Teh Hitam akan berpengaruh terhadap permintaan gula H0 : Pendapatan Per Kapita Kota Medan tidak akan berpengaruh terhadap permintaan gula. H1 : Pendapatan Per Kapita Kota Medan akan berpengaruh terhadap permintaan gula H0 : Jumlah Konsumsi Gula Pasir Tahun sebelumnya tidak akan berpengaruh (42) H1 : Jumlah Konsumsi Gula Pasir Tahun sebelumnya akan berpengaruh terhadap permintaan gula. Untuk hipotesis 3 diselesaikan dengan analisis regresi linear berganda melaalui metode Ordinary Least Square (OLS) dimana pengambilan keputusan : Secara serempak : Jika Fhitung ˃ Ftabel terima H0, tolak H1 pada taraf kepercayaan 95%. Jika Fhitung ≤ Ftabel terima H1, tolak H0pada taraf kepercayaan 95%. Secara individu: Jika thitung ≤ ttabel terima H0, tolak H1 pada taraf kepercayaan 95%. Jika thitung ≥ ttabel terima H1, tolak H0pada taraf kepercayaan 95%. 3.5. Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel ekonomi yang terdapat dalam persamaan model. Sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah; harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh (barang substitusi), harga gula (barang komplementer) dan pendapatan perkapita masyarakat. 3.6. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit). Uji kesesuaian (test of goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi ( 2 R ) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (f-test) (43) 1. Penilaian terhadap koefisien determinasi ( 2 R ), yang bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas (independent variable) dalam mempengaruhi kekuatan variabel terikat (dependent variable). 2. Uji - F (over all test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara bersama-sama/ serentak. 3. Uji- t (partial test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi parsial. Dengan Kriteria Uji : a. Jika th >tt maka ada pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel terikat Rumus : ) ( h h h b SE a t = Dimana : th = t hitung ah = koefisien regresi hasil estimasi untuk variable ke-h SE = standar error koefisien ah Selanjutnya identifikasi masalah lainnya dianalisis secara deskriptif berdasarkan data sekunder dan fakta-fakta yang terjadi. Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Sifatnya sekedar mengungkapkan fakta (fact finding). Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki. Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan (44) Kebanyakan pengolahan data didasarkan pada analisis persentase dan analisis kecenderungan. 3.7. Uji Asumsi Regresi Linear Berganda 3.7.1. Uji linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang diperoleh linear atau tidak. Kriteria yang digunakan adalah bila Fhitung > Ftabel bentuk hubungan adalah linier. 3.7.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linear antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat : − Jika nilai Toleransi atau VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 0,1 atau nilai VIF melebihi 10. − Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8. − Jika nilai F-hitung melebihi nilai F-Tabel dari regresi antar variabel bebas. 3.7.3. Uji Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai obyek atau ruang (spatial correlation). Uji Autokorelasi terutama digunakan untuk data time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model analisis regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan dengan melakukan pengujian serial korelasi dengan metode (45) Menolak Ho Ada autokorelasi positif dU 4-dU 4-dL 4 Daerah ragu-ragu Daerah tidak menolak Ho tidak ada autokerelasi Positif / negatif Daerah ragu-ragu Menolak Ho Ada autokorelasi negatif Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi : − Bila DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. − Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. − Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. − Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. (Gujarati, 1995) Gambar 3. Pemetaan dW Perhitungan dan dW Tabel (46) 3.8. Batasan Operasional. Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional sebagai berikut : − Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi dengan total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam negeri untuk di konsumsi masyarakat Sumatera Utara (Kg) − Harga kopi arabika dan robusta adalah harga rata-rata kopi dipasaran domestik Sumatera Utara dalam satu tahun (Rp/ kg). − Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. − Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. − Pendapatan perkapita adalah product domestic regional bruto (PDRB) perkapita Sumatera Utara dalam harga konstan dalam satu tahun (Rp). (47) BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia yang terletak pada garis 1� - 4� LU dan 98� BT. Sumatera Utara mempunyai letak yang sangat strategismdi tinjau dari letak geografisnya, karena terletak di jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Hal inilah yang kemudian memacu terbentuknya segitiga Indonesia-Malaysia-Singapura. Sebelah utara provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Nangro Aceh Darusssalam, sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia, di selat Malaka, sebelah Selatan berbatsan dengan Propinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatsan dengan Samudra Hindia. Luas wilayah propinsi kurang lebih 71,680 km2 atau sekitar 14.95% dari seluruh luas Sumatera dan 3.69% dari luas wilayah Indonesia, hal inilah yang menjadikan propinsi Sumatera Utara adalah Provinsi yang sangat potensial dalam membantu dan memacu pertumbuhan ekonomi negara ini. Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas tiga kelompok wilayah, yaitu: − Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias). D − Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo dan − Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai dan Labuhan Batu). (48) Jumlah pulau di Sumatera Utara sekitar 162 pulau yang terdiri dari 156 pulau berada di tepi pantai Barat dan 6 pulau berada di pantai Timur. Berdasarkan Undang- undang Darurat No.7 tahun 1956, Undang- undang Darurat No.8 tahun 1956, Undang- undang Darurat No.9 tahun 1956, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No.4 tahun 1964, Sumatera Utara terdiri dari 21 Kabupaten dan 7 Kotamadya. Wilayah Sumatera Utara memiliki potensial ynag cukup yang cukup besar dan cukup luas untuk dikembangkan menjadi areal pertanian untuk menunjang pertumbuhan industri. Laut darat, sungai merupakan Potensi perikanan dan perhubungan sedangkan kaindahan alam daerah merupakan potensi energi untuk pengembangan industri. Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara sekaligus juga disamping merupakan pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara yang memiliki fasilitas komunikasi, perbankan, dan jasa – jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya. Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga – lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tinggi, balai penelitian dan balai latihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan terdidik dan terampil serta hasil – hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah. 4.2. Kondisi Iklim dan Topografi Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Propinsi Sumatera Utara mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin pasat dan angin muson. (49) 1800 – 4000 mm per tahun dan penyinaran matahari 43%. Sebagaimana propinsi lain, musim hujan biasanya pada bulan November sampai bulan maret dan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai bulan Oktober. Diantara kedua musim ini diselingi oleh musim pancaroba. Ketinggian permukaan dataran Propinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 35℃. Sebagian daerahnya berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 140C. 4.3. Kondisi Demografi Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Batak, Melayu, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Kristen,Katolik, Islam, Budha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Hasil sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Sumatera Utara 12.982.204 jiwa yang terdiri dari 6.483.354 jiwa penduduk laki – laki dan 6.498.850 jiwa penduduk perempuan. Penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dari pada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal di pedesaan sebesar 50,84 % san yang tinggal di (50) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Permintaan Kopi di Sumatera Utara. Secara umum kopi merupakan komoditas perkebunan komersial di Indonesia yang sebagian besar produksinya di ekspor ke pasar dunia. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen terbesar ketiga di dunia, yang menguasai pangsa pasar sebesar 7,9% dan sekaligus merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat yang menguasai pangsa ekspor dunia sebesar 6.6% (Hutabarat, B, 2004). Perkembangan kopi Indonesia pada umumnya menunjukkan perbaikan baik dari sisi produksi maupun lahan areal tanamannya. Pengelola perkebunan kopi terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat (PR) dengan luas yang mencapai 94,2% dari total areal tanam kemudian diikuti oleh perkebunan negara dan swasta. Provinsi Sumatera Utara, selain dikenal karena keindahan alam dan budayanya juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi arabika dan robusta terbaik di dunia, seperti: kopi Sidikalang yang berasal dari dataran tinggi Dairi dan kopi Mandailing yang berasal dari Mandailing Natal. Adanya produksi kopi ini yang telah memberikan kontribusi penting pada perekonomian masyarakat dan daerah. Baik melalui perdagangan kopi secara langsung, produk olahan dan sektor jasa. Keadaan ini tentunya didukung oleh letak geografis, suhu dan curah hujan yang (51) Sumatera Utara sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia, dengan luas tanaman tahun 1985 adalah 45.468 ha dengan produksi sebesar 16.084 ton, terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dan tahun 2005 luas tanaman kopi di Sumatera Utara menjadi 77.720 ha dengan produksi 54.857 ton (BPS, 2006). Tanaman kopi di Sumatera Utara pada umumnya dikelola oleh rakyat dengan luas lahan rata-rata relatif kecil dengan alokasi faktor produksi yang terbatas dengan demikian sangat mempengaruhi kualitas produksi komoditi itu sendiri. Pertumbuhan produksi kopi di Sumatera Utara mencapai 14% untuk setiap tahunnya yang dibarengi dengan pertumbuhan luas lahan sebesar 4,1% pertahunnya. Sumatera Utara setiap tahunnya adalah untuk memenuhi permintaan kopi di Sumatera Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor dan kebutuhan akan permintaan pasar domestik untuk konsumsi rumah tangga. Berikut tabel (52) No Tahun Permintaan kopi (Kg) Pertumbuhan (%) 1 1990 20.150.000 - 2 1991 20.150.650 0,003 3 1992 20.565.000 2,06 4 1993 21.650.250 5,28 5 1994 21.780.020 0,60 6 1995 21.980.400 0,92 7 1996 22.565.250 2,66 8 1997 22.540.750 0,11 9 1998 23.450.310 4,04 10 1999 23.750.025 1,28 11 2000 24.015.250 1,12 12 2001 24.125.425 0,46 13 2002 24.250.450 0,52 14 2003 25.100.250 3,50 15 2004 25.150.625 0,20 16 2005 25.625.125 1,89 17 2006 26.208.577 2,28 18 2007 26.601.150 1,50 19 2008 27.203.016 2,26 20 2009 27.614.350 1,51 21 2010 28.135.332 1,89 Sumber : Badan Pusat Statistika, Sumatera Utara 2011 Tabel 4. Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara tahun 1990-2010 Pada tabel 4.1 tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara umum permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Dapat kita lihat bahwa pada tahun 1990 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah sebesar 20.150.000 Kg, dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1998 menjadi 23.450.310 Kg. Pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 23.750.025 Kg atau tumbuh sebesar 1.28% dan barangkali peningkatan permintaan ini erat kaitannya dengan krisis monoter yang terjadi pada saat itu, sehingga permintaan komoditi kopi meningkat dipasaran. Kemudian pada tahun 2005 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (53) permintaan kopi di Sumatera Utara konstan yaitu pada angka 26.208.577 Kg. Dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 26.601.150 Kg, dan pada tahun 2009 menjadi 27.614.350 Kg. Dan pada tahun 2010 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara kembali mengalami peningkatan menjadi 28.135.332 Kg atau tumbuh sebesar 1,89 % dari tahun sebelumnya. 5.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula No Tahun Harga Kopi Arabika (Rp/Kg) Pertumbuhan (%) Harga Kopi Robusta (Rp/Kg) 1 1990 2.716 0 1.257 2 1991 3.100 14,1 2.000 3 1992 3.214 3,7 1.378 4 1993 3.300 2,7 1.577 5 1994 7.694 133,2 4.620 6 1995 6.854 -10,9 5.157 7 1996 5.300 -22,7- 4.260 8 1997 4.650 -12,3 2.645 9 1998 19.254 314,1 11.140 10 1999 14.565 -24,4 8.500 11 2000 14.500 -0,4 8.600 12 2001 15.000 3,4 4.000 13 2002 13.781 -8,1 3.858 14 2003 10.254 -25,6 4.099 15 2004 16.892 64,7 5.232 16 2005 26.882 59,1 6.840 17 2006 22.635 -15,8 9.802 18 2007 22.635 - 9.802 19 2008 27.172 20,0 15.806 20 2009 27.202 0,1 15.056 21 2010 27.961 2,8 18.145 Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2011 Tabel 5. Perkembangan Harga Kopi Arabika dan Harga Kopi Robust 1990 – 2010 di Sumatera Utara. Pada tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Pada tahun 1990 harga kopi (54) mengalami peningkatan yang sangat signifikan menjadi Rp. 7.694/ Kg atau sebesar 133,2% untuk kopi arabika dan Rp. 4.620 /Kg atau sebesar 193 % pada tahun 1994. kemudian terjadi peningkatan yang serupa pada tahun 1998 yaitu pada kopi arabika Rp. 19.254 /Kg atau sebesar 314,1 % dan pada kopi robusta Rp.11.140/Kg atau sebesar 321,2 %. No Tahun Harga Teh (Rp/Kg) Pertumbuhan (%) Harga Gula (%) Pertumbuhan (%) 1 1990 3.250 0 2.200 0 2 1991 3.650 12,3 2.250 2,3 3 1992 3.950 8,2 2.540 12,9 4 1993 4.250 7,6 3.250 28,0 5 1994 4.375 2,9 3.600 10,8 6 1995 4.950 13,1 4.580 27,2 7 1996 5.350 8,1 3.750 -18,1 8 1997 7.250 35,5 5.525 47,3 9 1998 8.350 15,2 6.950 25,8 10 1999 8.750 4,8 8.750 25,9 11 2000 6.800 -22,3 6.250 -28,6 12 2001 6.900 1,5 3.600 -42,4 13 2002 5.400 -21,7 3.450 -4,2 14 2003 5.100 -5,6 4.050 17,4 15 2004 3.250 -36,3 4.150 2,5 16 2005 4.850 49,2 5.950 43,4 17 2006 5.100 5,2 6.400 7,6 18 2007 5.350 4,9 6.650 3,9 19 2008 5.550 3,7 6.600 -0,8 20 2009 5.850 5,4 8.950 35,6 21 2010 6.100 4,3 10.500 17,3 Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2011 Tabel 6. Perkembangan Harga Teh dan Harga Gula 1990 –2010 di Sumatera Utara. Pada table 5.3 diatas juga dapat dilihat bahwa harga gula, mengalami perubahan yang fluktuatif, dimana pada tahun 1990 harga gula di Sumatera Utara adalah Rp. 2.200/ Kg dan dan mengalami pertumbuhan menjadi Rp. 3.250/ Kg (55) berada pada angka Rp. 4.580/ Kg dan mengalami penurunan pada tahun 1996 menjadi Rp. 3.750/ Kg atau turun sebesar 18,1% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2001 harga gula turun pada persentase terendah dalam 21 tahun terakhir yaitu sebesar Rp. 3.600 /Kg atau sebesar 42,4 % . 5.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1990-2010. Product Domestic Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemajuan suatu daerah. Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah PDRB perkapita Sumatera Utara dengan harga konstan. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pendapatan perkapita Sumatera Utara pada tahun 1990–2010 sebagai berikut : No Tahun Pendapatan (Rp) Pertumbuhan (%) 1 1990 504.561 0 2 1991 593.649 17,7 3 1992 630.070 6,1 4 1993 1.698.094 169,5 5 1994 1.830.005 7,8 6 1995 1.960.537 7,1 7 1996 2.108.670 7,6 8 1997 2.189.128 3,8 9 1998 1.996.987 (8,8) 10 1999 2.024.927 1,4 11 2000 6.006.103 196,6 12 2001 6.175.689 2,8 13 2002 6.385.069 3,4 14 2003 6.609.292 3,5 15 2004 6.873.420 4,0 16 2005 7.130.695 3,7 17 2006 7.383.039 3,5 18 2007 7.775.393 5,3 19 2008 8.140.606 4,7 20 2009 8.420.590 3,4 21 2010 9.138.734 8,5 (56) Tabel 7. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1990 – 2010. Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 1990 pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah sebesar Rp. 504.561 dan terus mengalami pertumbuhan yang sangat drastis untuk tiap tahunnya. Pada tahun 1999-2000 terjadi peningkatan pendapatan perkapita Sumatera Utara dari Rp.2.024.927 menjadi Rp. 6.006.103 atau tumbuh sebesar 196,6% dari tahun sebelumnya. Perhitungan pendapatan perkapita tahun 1991-1999 dengan menggunakan harga konstan 1993. Dan pada tahun 2000 Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 6.006.103 mengalami peningkatan menjadi Rp. 9.138.734 pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 8,5 % dari tahun sebelumnya, peningkatan ini terlihat sangat baik dan perhitungan pendapatan perkapita untuk tahun 2000-2005 adalah dengan menggunakan harga konstan 2000. 5.4. Pembahasan. 5.4.1 Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara Tahun 1990 – 2010, dengan variabel yang digunakan adalah variabel harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara, dimana hasil regresi yang diperoleh melalui penelitian ini dengan menggunakan Model Regresi Linier (57) Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4+ b5X5µ Keterangan : Y = Permintaan Komoditi Kopi (Kg) a = Konstanta intersep b1-b5 = Koefisien variabel regresi X1 = Harga Kopi Arabika (Rp/Kg) X2 = Harga Kopi Robusta (Rp/Kg) X3 = Harga Komoditi Teh (Rp/Kg) X4 = Harga Gula (Kg) X5 = Pendapatan Perkapita Sumatera Utara (Rp/Tahun) µ = Random error Setelah dproses dengan menggunakan software SPSS (Stasistical Product and Service Solution) maka berikut data yang didapat: Variabel Bebas Koefisien Regresi Standar Error T-hitung Signifikan Constant 1,946E7 393207,188 48,495 nyata* X1 = Harga Kopi Arabika 26,304 32,440 0,811 tdk nyata** X2 = Harga Kopi Robusta 32,996 57,198 0,577 tdk nyata** X3 = Harga Teh 23,077 91,170 0,253 tdk nyata** X4 = Harga Gula 242,864 117060 2,075 nyata* X5 = Pendapatan Perkapita 0,545 0,066 8,231 nyata* R-Square=0,977 F-Hitung=125,840 0,000a F-Tabel= 2,90 T-Tabel=1,730 Keterangan : ** = tidak nyata pada taraf kepercayaan 95% *= nyata pada taraf kepercayaan 95% Tabel 8. Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara (58) Y = 1,946E7 + 26,304X1 + 32,996X2 + 23,077X3 + 242,864X4 + 0,545X5 + µ (0,811) (0,577) (0,253) (0,253) (8,231) Berdasarkan nilai R-Squared (�2) sebesar 0,977 berarti variabel-variabel; harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara mampu menjelaskan variasi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebesar 97,7 %. Sedangkan sisanya sebesar 2,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini. Secara serempak pengaruh variable terikat permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variable bebas harga kopi arabika, harga kopi robusta, harga gula, harga teh dan pendapatan per kapita Sumatera Utara adalah nyata pada taraf 95%. Hal ini dapat ditunjukkan dari Uji F, yaitu F-Hitung = 125,840> F-Tabel = 2,90 dan Nilai Signifikansi 0,000.Dari persyaratan untuk melihat apakah persamaan dilakukan uji F dengan criteria penilaian adalah jika F-Hitung> F-Tabel adalah signifikan, dan didapat F-Hitung = 125,840dan F-Tabel = 2,9 (Lampiran2), sehingga persaman yang digunakan adalah Linear. Secara Parsial, variabel harga kopi arabika tidak berpengaruh terhadap Permintaan komoditi Kopi di Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan oleh nilai t – hitung harga kopi arabika yang lebih kecil dibandingkan t – tabel. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H1 dan terima H0. Secara Parsial, variabel harga kopi arabika tidak berpengaruh terhadap Permintaan komoditi Kopi di Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan oleh nilai t – hitung harga kopi arabika yang lebih kecil dibandingkan t – tabel. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tolak H1 dan terima H0. Secara Parsial, variabel harga kopi robusta tidak berpengaruh terhadap (1) 6.2. Saran. Sebagai suatu rangkaian logis dari penelitian maka saran yang dapat dikemukakan adalah : − Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan, oleh karena itu para petani kopi perlu meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi yang dihasilkan sehingga dapat bersaing dipasar domestik dan internasional (pasar ekspor). − Harga kopi arabika maupun harga kopi robusta tidak berpengaruh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, atau bisa saja volume perdangan internasional dan beberapa faktor lain yang belum terdeteksi, atau bisa saja dikarenakan mutu kopi di Sumatera Utara tidak diragukan lagi sehingga para konsumen tidak begitu menghiraukan perubahan harga kopi tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan insentif (rangsangan) berupa kredit lunak bagi petani dalam meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani sehingga mampu menembus pasar ekspor yang lebih baik. − Perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama menyangkut permintaan komoditi kopi. Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dari komoditi kopi serta beberapa faktor sosial lainnya dalam menganalisis lebih lanjut mengenai permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, sehingga penelitian ini dapat (2) DAFTAR PUSTAKA BPS, 2010. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. Bilas, R, A, 1984. Teori Ekonomi Mikro. Terjemahan dari Microeconomic Theory oleh Djoerban Wahid. Penerbit Erlangga. Jakarta. Deodhar, Y, S danPandey, V, 2006. Degree of Instan Competition; Estimation of Market Power in India’s Instan Coffee Market.Journal. Indiana Institute Of Management. Ahmedabd. India. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara, 2002. Kondisi dan Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. Medan. Dureval, D, 2005. Demand for Coffee; The Role of Price, Preference and Market Power.Journal.Departement of Economic. School of Economics And Commercial Law, Goteborg University. Sweden. Hiraw, N, 2006. Perkembangan Komoditi Kopi Indonesia. Jurnal. Departemen Studi Makro dan Mikro. PT. Bank Ekspor Indonesia. Jakarta. Hutabarat, B, 2004. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya Terhadap KinerjaIndustriPerkopian Nasional. Jurnal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial EkonomiPertanian. Bogor. Ilyas, R, 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta. Kartosapoetra, G, 1993. Administrasi Perusahaan Industri. Bina Akasara. Jakarta. Lepi T, Tarmizi, 1990. Strategi Pemasaran Kopi Bubuk Dalam Negeri. Makalah Seminar Peningkatan Konsumsi Kopi. AEKI. Jakarta. Lipsey, RG, Steiner, P.O dan Purvis, D, D, 1993. Pengantar Mikro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Mc Stoker, Robert, 1987. The Indonesian Coffee Industries.BIES. Miler, Roger Le Roy. Roger E. Meiners, 2000. Teori Ekonomi Intermediate. Edisi ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Mubyarto, 1991. Membangun Sistem Ekonomi. BPFE. Yokyakarta. Mubyarto, 1984. Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta. (3) dari Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Nicholson, W, 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Pappas James, L dan Mark Hirschey, 1995. Ekonomi Managerial. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Reksoprayitno, S,. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi Millenium. Penerbit BPFE UGM.Yogyakarta. Saragih, Bungaran, 1999. Pembangunan Agribisnis dan pengembangan Kewirausahaan Agribisnis. Makalah untuk Kegiatan Pelatihan Agribisnis IKIP. Medan. Spillane, J., J, 1991. Komoditi Kopi, Perananya Dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Soeharjo, A, 1991. Profil Agroindustri. Bahan Kursus Agroindustri BKS-BTN Barat. USU. Medan. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukirno, S, 2002. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. LP FEUI. Jakarta. Sudarsono, 1980.A Study of Elasticity of Demand And Supply of Indonesian Fisheries 1960-1977. Journal.Tropical Ecologi and Development. Sudarsono, 1990. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. LP3S. Jakarta. Sugiarto, Et, Al, 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Venkatram, R dan Deodhar, Y, S., 1999. Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffee Market.Journal.Indiana Institute of (4) Lampiran 1. Data Permintaan Kopi, Harga Kopi Arabika, Harga Kopi Robusta Harga Teh, Harga Gula dan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1990 – 2010. Tahun Permintaan Kopi Harga Kopi Arabika Harga Kopi Robusta Harga Teh Harga Gula Pendapatan Perkapita (Kg) (1) (Rp/Kg) (2) (Rp/Kg) (2) (Rp/Kg) (2) (Rp/Kg) (2) (Rp) (1) 1990 20,150,000 2,716 1,257 3,250 2,200 504,561 1991 20,150,650 3,100 2,000 3,650 2,250 593,649 1992 20,565,000 3,214 1,378 3,950 2,540 630,070 1993 21,650,250 3,300 1,577 4,250 3,250 1,698,094 1994 21,780,020 7,694 4,620 4,375 3,600 1,830,005 1995 21,980,400 6,854 5,157 4,950 4,580 1,960,537 1996 22,565,250 5,300 4,260 5,350 3,750 2,108,670 1997 22,540,750 4,650 2,645 7,250 5,525 2,189,128 1998 23,450,310 19,254 11,140 8,350 6,950 1,996,987 1999 23,750,025 14,565 8,500 8,750 8,750 2,024,927 2000 24,015,250 14,500 8,600 6,800 6,250 6,006,103 2001 24,125,425 15,000 4,000 6,900 3,600 6,175,689 2002 24,250,450 13,781 3,858 5,400 3,450 6,385,069 2003 25,100,250 10,254 4,099 5,100 4,050 6,609,292 2004 25,150,625 16,892 5,232 3,250 4,150 6,873,420 2005 25,625,125 26,882 6,840 4,850 5,950 7,130,695 2006 25,625,125 22,635 9,802 5,100 6,400 7,383,039 2007 25,625,125 22,635 9,802 5,350 6,650 7,775,393 2008 25,625,125 27,172 15,806 5,550 6,600 8,140,606 2009 25,625,125 27,202 15,056 5,850 8,950 8,420,590 2010 25,625,125 27,961 18,145 6,100 10,500 9,138,734 Rerata 23,570,257 14,074 6,846 5,446 5,235 4,551,203 Nb. Keterangan asal data: 1 = Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara 2 = Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara (5) Lampiran 2. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS dengan Variabel Bebas , Harga Kopi Arabika, Harga Kopi Robusta, Harga Teh, Harga Gula Dan Pendapatan Per Kapita Sumatera Utara Tahun 1991 – 2010 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Chang e 1 .988a .977 .969 4.27534E5 .977 125.840 5 15 .000 1.620 a. Predictors: (Constant), Pendapatan Perkapita, Harga Komoditi Teh, Harga Kopi Robusta, Harga Gula, Harga Kopi Arabika b. Dependent Variable: Permintaan Komoditi Kopi ANOVAb Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1.150E14 5 2.300E13 125.840 .000a Residual 2.742E12 15 1.828E11 Total 1.178E14 20 a. Predictors: (Constant), Pendapatan Perkapita, Harga Komoditi Teh, Harga Kopi Robusta, Harga Gula, Harga Kopi Arabika (6) Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standa rdized Coeffic ients t Sig. Correlations Collinearity Statistics B Std. Error Beta Zero-order Partia l Part Toler ance VIF 1 (Constant) 1.946E7 393207.188 49.495 .000 Harga Kopi Arabika 26.304 32.440 .098 .811 .430 .930 .205 .032 .106 9.443 Harga Kopi Robusta 32.996 57.198 .067 .577 .573 .834 .147 .023 .114 8.749 Harga Komoditi Teh 23.077 91.170 .014 .253 .804 .294 .065 .010 .481 2.078 Harga Gula 242.864 117.060 .231 2.075 .056 .765 .472 .082 .125 8.002 Pendapatan Perkapita .545 .066 .684 8.231 .000 .947 .905 .324 .225 4.452 a. Dependent Variable: Permintaan Komoditi Kopi |