Faktor penyebab Konflik buruh vs pengusaha yang tak kunjung usai

Faktor penyebab Konflik buruh vs pengusaha yang tak kunjung usai

Salah satu buruh dari SINDIKASI berdemo di May Day. (dok Ellena Ekarahendy/@Yellohelle)

Menurut Defiyan Cori, hubungan kerja yang terbangun telah mengabaikan prinsip dalam UUD 1945.

Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengkritik pola hubungan kerja dalam dunia usaha di Indonesia saat ini. Menurutnya, hubungan kerja yang terbangun telah mengabaikan prinsip dalam UUD 1945.

"UUD 1945 pasal 33 ayat 1 tegas menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan. Pertanyaannya kemudian adalah sudahkah prinsip-prinsip usaha bersama ini ditafsirkan secara baik dan benar dalam konteks perundang-undangan dan peraturan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pada organisasi perusahaan?", kata Defiyan di Jakarta.
Menurutnyam jika prinsip ini diterapkan secara baik dan benar dalam hubungan pengusaha atau pemilik modal dengan pekerja atau buruh, konflik antara buruh dan pengusaha tidak akan terjadi. Menurutnya, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum memberikan definisi usaha bersama yang sudah diperintahkan konstitusi dalam menyusun perekonomian.

"Konsepsi usaha bersama itu sudah diabaikan dan menempatkan pekerja atau buruh hanya sebagai faktor produksi yang menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan pemberi kerja dan pengusaha adalah yang memberi pekerjaan sekaligus ada yang merupakan pemilik perusahaan," jelasnya.

Kondisi inilah yang membuat UU Ketenagakerjaan ini justru malah mempertentangkan posisi pekerja/buruh di satu pihak dan pemberi kerja atau pengusaha di pihak lain. Rumusan seperti ini tentu berimplikasi pada hubungan yang lebih jauh dari pekerja/buruh dan pengusaha dalam pengelolaan perusahaan.

Baca Juga: Budiman: Tak Ada Sejarahnya Buruh Bakar Bunga

"Konsepsi relasi dan segregasi para pihak inilah yang menjadi sebab utama terjadinya pertentangan antara pekerja/buruh dan pengusaha di negara-negara industri, di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Hubungan organisasi yang segregatif ini adalah ciri dari sebuah perekonomian kapitalistik dengan menempatkan modal dan pemilik modal lebih berkuasa dibanding dengan para pekerja/buruh. Inilah kemudian yang menjadi sebab lahirnya pemikiran Karl Marx tentang Das Kapital, yaitu sebuah kritik dan anti tesa dari ketidakadilan relasi dalam praktek hubungan industrial kapitalisme. Akhirnya relasi yang segregatif ini menjadi pemicu krisis dan konflik yang terus berulang karena posisi yang berhadap-hadapan, ditambah lagi kehidupan ekonomi yang timpang," jelasnya.

Berbagai kebijakan yang telah ditetapkan dalam hubungan pekerja dan pengusaha dalam organisasi perusahaan, seperti pengupahan yang layak, perlindungan kesehatan dan lain-lain tidak mampu menyelesaikan permasalahan secara komprehensif. Pengakomodasian tuntutan pekerja/buruh melalui kebebasan berserikat dan unjuk rasa bukanlah formula yang ampuh dalam menyelesaikan permasalahan hubungan industrial.

Justru, penyampaian pendapat atau tuntuan melalui unjuk rasa ini bisa menjadi hal yang kontraproduktif dalam membangun hubungan pekerja/buruh yang lebih harmonis. Persoalan pelanggaran atas konsepsi hubungan usaha bersama yang diperintahkan konstitusi inilah akar masalah yang sebenarnya harus diperbaiki dengan merevisi UU No. 13 Tahun 2003.

"Sistem koperasi yang merupakan sintesa dari sistem kapitalisme dan komunisme sebagai akibat hubungan yang segregatif antara pekerja/buruh dengan pemilik modal yang terjadi pada abad 19 dan tak pernah menyelsaikan masalah ketenagakerjaan harus menjadi pedoman utama pemerintah menyelsaikan hubungan industrial," tutupnya.

Baca Juga: Dibakar Buruh Pro Anies, Djarot: Apa Salah Karangan Bunga?

Randi Randi



Perkembangan serikat buruh di Indonesia sangat pesat. Tentunya perkembangan tersebut tidak terlepas dari tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Dengan perkembangan tersebut jumlah buruh semakin meningkat dan hak-hak buruh semakin perlu diperhatikan baik oleh pemerintah, perusahaan maupun oleh organisasi buruh itu sendiri. Adapun fokus dalam tulisan ini, akan membahas bagaimana konflik buruh driver gojek dengan PT Go-Jek yang berbasis teknologi terjadi, dan katup pengaman dalam konflik tersebut. Sebab untuk mempertahankan struktur sosial dalam perusahaan dibutuhkan “win win solution”. Sebagaimana Coser menjelaskan bahwa konflik dapat mempertahankan atau membentuk strutur sosial baru, dan katup pengaman berperan sebagai peredam konflik diantara dua pihak, konflik yang terjadi antara buruh/pekerja dengan perusahaan pada masa industrial. Analisis konflik yang terjadi antara buruh driver gojek dengan PT Go-Jek, ada tiga tuntutan buruh/pekerja terhadap PT Go-Jek, yaitu pengembalian tarif ke harga semula, diangkat menjadi karyawan, dan transparansi dana.



Buruh, driver, Go-Jek, konflik, perusahaan ABSTRACT



DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Fenwick, C., Lindsey, T., & Arnold, L. (2002). Reformasi Penyelesaian Perselisihan Perburuan di Indonesia. Jakarta: ILO.

Ghosh, A. (2002). Buku Pegangan Pelatih (Hubungan Industrial dan Kerjasama Tempat Kerja). Jakarta: ILO.

ILO. (2002). Buku Panduan Undang-undang Serikat Buruh/Serikat Pekerja Indonesia (UU No. 21/2000). Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional.

Poloma, M. M. (2007). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sandra. (2007). Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia. Jakarta: TURC.

Sutinah. (2011). Konflik Industrial (Suatu Kajian Kritis Terhadap Konflik Industrial). Surabaya: FISIP Universitas Airlangga.

Jurnal

Ereste, E. J. (2016, Februari Kamis). Data Keanggotaan Organisasi Buruh Indonesia di Kemenaker RI Tidak Akurat. pp. 1-4 .

Novius, A. (20017). Fenomena Kesejahteaan Buruh/Karyawan Perusahaan Di Indonesia (Phenomenon Employee/Laborer's Benefit in Indonesian Corporates). Fokus Ekonomi, Vol. 2 , 81 91.

Purwaningsih, R. (2008). KONFLIK ANTAR SERIKAT BURUH. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), 143-148.

Utomo, I. S. (2005). Suatu Tinjauan Tentang Tenaga Kerja Buruh di Indonesia. Journal The WINNERS, , 84 Vol. 6 No. 1, : 83-93.

Undang-Undang

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas

Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja /serikat buruh

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Web Resmi

www.metro.news.viva.co.id. (2016).



DOI : https://doi.org/10.24198/share.v7i2.15680

Perusahaan memutuskan untuk menutup usahanya sehingga secara otomatis juga memberhentikan para pekerjanya.

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan massa buruh dari berbagai wilayah di Indonesia menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk kekecewaan atas kondisi ekonomi di dalam negeri yang berbuntut pada pemutusan hubungan kerja (PHK).Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, ada tiga faktor yang mendorong buruh sepakat untuk menggelar aksi unjuk rasa pada hari ini.

Faktor pertama yaitu adanya gelombang PHK besar-besaran. Bahkan dia mencatat ada sekitar 100 ribu buruh yang sudah di-PHK dan berpotensi ter-PHK. "Pertama karena faktor PHK yang secara masif. Dalam data kita ada 100 ribu orang, ini akibat melemahnya rupiah terhadap dolar AS," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (1/9/2015).

Dia menjelaskan, ada tiga jenis kategori ancaman PHK yang saat ini tengah berlangsung, yaitu:1. Perusahaan memutuskan untuk menutup usahanya sehingga secara otomatis juga memberhentikan para pekerjanya. Hal ini dikatakan Said sudah terjadi pada industri padat karya sejak sebelum Lebaran di mana nilai tukar rupiah telah menembus angka 13.000 per dolar AS.2. Perusahan tidak menutup usahanya tetapi kurangi karyawan. Ini terjadi di industri elektronik dan komponen otomotif yang berlokasi di Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Jakarta.3. Potensi adanya PHK dengan ciri-ciri perusahaan mulai merumahkan para karyawan, mengurangi jam kerja dari sebelumnya 5 hari menjadi 3 hari dan menghentikan lembur."Dari tiga kategori ini, total ada 100 ribu orang potensi. Kalau data dari Apindo yang mengatakan 50 ribu orang, itu yang sudah benar-benar sudah di-PHK," kata dia.

Faktor kedua yang mendorong aksi unjuk rasa ini yaitu menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu. Said menilai akibat hal ini, ada kemampuan masyarakat termasuk buruuh dalam membeli barang kebutuhan menurun.

Faktor ketiga yaitu masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Hal ini dinilai semakin mengkhawatirkan terlebih kewajiban berbahasa Indonesia bagi para TKA tersebut telah dihapuskan."Makanya kami menuntut pemerintah untuk menurunkan harga barang dan harga BBM. Kemudian, lindungi pekerja buruh dari ancaman PHK dengan perbaikan regulasi serta kami minta stop memudahkan TKA masuk ke Indonesia dengan syarat yang lebih ketat, terlebih di tengah ancaman PHK yang semakin besar pada pekerja lokal," tandasnya. 

Untuk diketahui, ribuan massa buruh dari sejumlah konfederasi dan serikat buruh seperti KSPI, KSPSI AGN, KSBSI, dan SBTPI yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) akan menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah provinsi di Indonesia pada Selasa (1/9/2015).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan aksi tersebut akan dilaksanakan secara serentak di 20 provinsi seperti Aceh, Sumatera Utara (Medan), Kepulauan Riau (Batam), Lampung, Jawa Barat (Bandung), Banten (Serang), DKI Jakarta, Jawa Tengah (Semarang), Jawa Timur (Surabaya), Gorontalo, Sulawesi Utara (Manado), Sulawesi Selatan (Makassar), Kalimantan Barat dan lain-lain.

Dia menjelaskan, khusus di Jabodetabek, para buruh akan berkumpul di sekitar Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka pada pukul 10.00 WIB. Kemudian massa buruh tersebut akan melakukan long march ke Istana Negara dan akan dilanjutkan berdemo di depan kantor Kementerian Kesehatan dan Kementerian Ketenagakerjaan hingga selesai. "Untuk di daerah, aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur," ujar Said. (Dny/Gdn)