tirto.id - Bolehkah daging kurban dibagikan setelah dimasak adalah salah satu pertanyaan yang kerap dipikirkan ketika Hari Raya Idul Adha ini. Show Ibadah kurban pada saat Idul Adha dan hari Tasyrik perlu dijalankan sesuai dengan ketentuan yang harus dipenuhi supaya mencapai kesempurnaan dalam pelaksanaannya. Salah satu ketentuan itu berkaitan dengan cara menyedekahkan (membagikan) daging kurban. Melalui firman-Nya, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk melakukan ibadah kurban. Dalam Al-Qur'an surah Al-Kautsar ayat 2, dituliskan bahwa: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ . Maknanya ialah "Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."Selain itu, dalam sejumlah hadis juga telah diterangkan perihal ibadah kurban yang
dilakukan selama 4 hari tersebut (di hari raya Idul Fitri dan hari-hari tasyrik). "Sesungguhnya hewan Qurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan
kuku-kukunya.""Dan sesungguhnya sebelum darah Qurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) Qurban itu," (HR Tirmidzi). Bolehkah daging kurban dibagikan setelah dimasak?Pada dasarnya daging hewan kurban dibagikan dalam kondisi mentah. Lantas, bagaimana dengan pembagian daging kurban dalam bentuk sudah dimasak (matang)? Mengenai hal ini, para ulama berbeda pendapat. Ulama mazhab Syafi’i, seperti Syekh Khatib al-Syarbini berpendapat bahwa daging hewan kurban yang disedekahkan kepada para fakir miskin harus dalam keadaan mentah. Hal ini agar para fakir dan orang miskin lebih leluasa dalam memanfaatkanya, sehingga tidak harus memakannya tetapi juga bisa menjual atau lainnya. Sebab, hak fakir miskin atas daging kurban ialah memilikinya, tak hanya memakannya. Baca juga:
Dikutip dari laman Nu Online, Syekh Muhammad al-Ramli dalam kitab Nihayah al-Muhtaj menulis bahwa “wajib memberikan kadar daging yang wajib disedekahkan dalam bentuk mentah, bukan berupa dendeng." Sementara apabila merujuk pada pendapat dari mazhab Malikiyah, diperbolehkan menyedekahkan daging kurban dalam bentuk yang sudah diolah (masakan). Sebagian daging hewan kurban boleh dimakan oleh orang yang berkorban, dan yang sebagian lagi disedekahkan dalam bentuk matang maupun mentah. Pendapat dari mazhab Malikiyah tersebut dikatakan oleh Syekh Ibnu al-Hajib dalam kitab Jami’ al-Ummahat sebagai berikut: “Dan sebaiknya mudlahhi (pelaku kurban) memakan dan memberi makan dalam bentuk mentah atau masak, ia boleh menyimpan dan menyedekahkannya. Bila hanya melakukan salah satunya, maka boleh meski meninggalkan yang lebih utama.” Dikutip dari laman NU Online, Syekh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim al-Kanani dalam kitab Hidayah al-Salik Ila al-Madzahib al-Arba’ah fi al-Manasik, dengan mengambil beberapa pendapat lintas mazhab, menyampaikan penjelasan sebagai berikut: “Bila kita mewajibkan bersedekah dengan sebagian kurban, maka sebagaimana dikatakan ulama Syafi’iyyah tidak boleh mengundang orang-orang fakir untuk memakannya dalam keadaan masak, sebab hak mereka adalah memilikinya, bukan memakannya. Apabila menyerahkan kurban dalam bentuk masak, maka tidak boleh, bahkan harus dibagikan mentah. Ulama Hanafiyyah memutlakan tentang menyedekahkan kurban dalam bentuk masak. [Adapun] Menurut mazhab Malikiyyah boleh menyedekahkan kurban dalam bentuk masakan.”Jadi, sebagaimana dijelaskan M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, dalam artikel di NU Online yang bertajuk "Membagikan Daging Kurban dalam Bentuk Masak atau Kemasan Kornet (I)," hukum membagikan daging kurban dalam bentuk masakan dapat diperbolehkan jika sebagian sudah ada yang disedekahkan ke orang fakir dan miskin dalam bentuk mentah. (tirto.id - Sosial Budaya) Kontributor: Syamsul Dwi Maarif tirto.id - Shohibul Qurban adalah sebutan untuk orang yang melakukan ibadah kurban, yakni menyembelih hewan sesuai dengan yang disyaratkan dalam Islam pada Idul Adha dan hari tasyrik. Pada hari raya qurban, waktu penyembelihan hewan kurban dilakukan setelah pelaksanaan shalat Idul Adha. Sementara pada hari tasyriq, penyembelihan hewan kurban dilakukan pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah. Jadi, waktu penyembelihan hewan kurban adalah dimulai sejak setelah salat Idul Adha hingga terbenamnya matahari pada tanggal 13 Zulhijah. Hukum Kurban dan Ketentuan Bagi Shohibul QurbanHukum melaksanakan kurban adalah sunah muakkad atau sunah yang sangat dianjurkan bagi tiap orang Islam, baligh, berakal dan mampu. Adapun yang dimaksud mampu ialah memiliki kelebihan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun yang wajib dinafkahinya saat hari Idul Adha dan hari Tasyriq. Namun, hukum kurban bisa menjadi wajib jika menjadi nadzar. Menurut KH Zakky Mubarak dalam artikel "Hukum, Makna, Jenis Hewan, dan Ketentuan Ibadah Kurban," di laman NU Online, Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan kurban sejak ia pertama kali disyariatkan dalam Islam hingga Rasul wafat. Dalam sebuah hadis, Aisyah RA menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah berkata: "Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan [kurban]. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya," (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117). Orang yang akan berkurban harus menyerahkan hewan berupa kambing atau sapi, domba, kerbau, unta, yang memenuhi persyaratan, untuk disembelih dan dibagikan dagingnya. Selain itu, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan oleh shohibul qurban, di samping memilih hewan yang layak dikurban sesuai syarat dalam Islam. Pertama, sebelum berkurban, para shohibul qurban perlu membaca niat terlebih dulu ketika hewan yang ia serahkan akan disembelih. Namun, jika penyembelihan hewan kurban itu dilakukan orang lain, niat tersebut boleh diwakilkan. Kedua, jika shohibul qurban laki-laki maka sunah bagi dia untuk menyembelih hewan kurbannya sendiri. Sedangkan shohibul qurban perempuan sunah untuk mewakilkan proses penyembelihan hewan kurban. Ketiga, dikutip dari artikel berjudul "Ketentuan-ketentuan dalam Qurban" yang ditulis oleh Kiai M. Sholihuddin Shofwan dan dimuat laman NU Online, shohibul qurban juga disunahkan memakan daging hewan yang dikurbankan, satu hingga tiga suap, demi mencari berkah dari hewan kurban. Akan tetapi, orang yang melaksanakan kurban wajib (untuk nadzar) dilarang memakan daging hewan kurbannya. Larangan ini juga berlaku bagi orang-orang yang wajib dinafkahi oleh shohibul qurban. Keempat, orang yang berkurban wajib membagikan daging qurban, terutama kepada orang-orang fakir miskin. Lebih afdhal, orang yang berkurban menshodaqohkan seluruh daging hewan qurban, kecuali sedikit yang makan demi memperoleh pahala kesunahannya. Kelima, orang yang berkurban sunah hanya mengambil maksimal sepertiga dari daging hewan kurbannya. Sunah pula bagi shohibul qurban untuk mesedekahkan daging qurban dalam jumlah di atas sepertiga dari daging hewan kurbannya. Beberapa pihak yang berhak menerima daging kurban ialah orang-orang fakir dan miskin. Daging dibagikan dalam keadaan segar. Meskipun begitu, daging kurban boleh dibagikan kepada mereka yang mampu. Sebagian ulama berpendapat daging kurban boleh dibagi menjadi menjadi 3 bagian, yakni sepertiga untuk orang miskin, sepertiga untuk orang kaya/mampu, dan sepertiga bagi orang yang berkurban. Syarat dan Kriteria Hewan Kurban untuk Idul AdhaTidak semua hewan dapat digunakan untuk kurban Idul Adha. Terdapat kriteria dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar hewan tersebut sah sebagai hewan kurban. Kriteria dan syarat hewan kurban adalah sebagai berikut:1. Hewan kurban mestilah hewan ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau domba
Selain syarat usia hewan yang telah dijelaskan tersebut, hewan yang dapat dijadikan kurban mestilah dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Beberapa kriteria hewan tidak sah dijadikan kurban yang dijelaskan pada, di antaranya:
Baca juga:
(tirto.id - Sosial Budaya) Kontributor: Beni Jo Golongan Penerima Daging Kurban. Shohibul Kurban. Shohibul kurban adalah sebutan untuk orang yang berkurban. ... . 2. Tetangga Sekitar, Teman, dan Kerabat. Daging kurban boleh dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga sekitar meskipun orang tersebut berkecukupan. ... . 3. Fakir Miskin.. Dalam ayat di atas disebutkan tiga kelompok yang berhak menerima daging kurban yaitu si penyembelih kurban (pekurban), orang-orang yang rela dengan apa yang ada padanya (orang yang berkecukupan) dan orang miskin (meminta-minta). Jawaban: Penjelasan: Pertama, orang yang berkurban dan keluarganya. Kedua, kerabat, teman dan tetangga sekitar. Syarat untuk Orang yang Berkurban Syarat tersebut antara lain yakni muslim atau beragama Islam, mampu, berakal dan dewasa atau baligh. Orang yang dikatakan mampu adalah orang dengan harta benda yang cukup untuk dirinya maupun keluarganya. |