Barangsiapa menginginkan dunia dan akhirat harus mencapainya dengan ilmu

Senin 8 Maret 2021, MTsN 1 Aceh Timur mengadakan apel rutin. Apel kali ini terlihat berbeda, berdasarkan jadwal apel peserta apel adalah dewan guru dan siswa/i kelas sembilan, namun kali ini apel di isi oleh seluruh siswa/i yang hadir mulai dari kelas tujuh (VII), delapan (VIII) dan sembilan (IX).

Dipimpin oleh Muhammad Nasir, S.Pd dan Pembina Apel oleh Kamad MTsN 1 Zulkifli, S.Ag. Apel berlangsung khidmat, Zulkifli selaku pembina apel menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh siswa/siswi MTsN 1 atas kesalahan yang pernah dibuat dan memberikan pengarahan bahwa ini merupakan apel terakhir yang beliau pimpin karena mulai besok beliau sudah di bertugas di MTsN 4 Aceh Timur.

Tak lupa juga sedikit nasehat yang beliau berikan yakni nasehat tentang kedisplinan dalam menuntut ilmu. Zulkifli menekankan bahwa kedisiplinan merupakan salah satu kunci untuk mencapai sukses, disiplin yang di maksud adalah disiplin dalam menuntut ilmu dengan mengutip pernyataan Iman Syafi’i :

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.”

Zulkifili juga mengingatkan khusus siswa kelas IX agar lebih fokus dalam belajar karena waktu belajar hanya berkisar 2 bulan lagi dan tahun ini tidak ada Ujian Nasional (UN) sehingga nilai kelulusan bergantung pada nilai dari semeter 1 sampai dengan 6. Setelah memberi sedikit nasehat tentang kedisiplinan, apel di tutup dengan siswa/i bersalaman dan saling memohon maaf dengan Zulkifli selaku kamad.

Barangsiapa menginginkan dunia dan akhirat harus mencapainya dengan ilmu

Barangsiapa menginginkan dunia dan akhirat harus mencapainya dengan ilmu

Oleh : Bohri Rahman, Lc*

Kita sering dihadapkan dengan pertanyaan yang menggelitik, bagaimana hukum hadis ini hadis itu, tanpa ada aba-aba terlebih dahulu?. Kita sering mendengar para Kiyai, Tuan Guru, para Mubalig dan Tokoh masyarakat dalam pidato mereka, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, begini dan begitu, tanpa menyebutkan perawi atau kualitas hadisnya.

Kita juga menjumpai dalam buku-buku bacaan dan kitab-kitab literatur kita ketika masih duduk di bangku sekolah atau Pondok Pesantren, seorang penulis ada yang tiba-tiba mencantumkan, dari Umar bin Khattab bahwa rasulullah saw bersabda begini dan begitu, tanpa disertai dengan keterangan kualitas hadis dan imam yang meriwayatkannya.

Hal ini membuat kita banyak bertanya. Siapakah perawi hadis tersebut?. Dalam kitab apakah disebutkan? Bagaimanakah kualitasnya, apakah shahih atau hasan atau dhaif atau dhaif jiddan atau maudu’?. Benarkah apa yang mereka sandarkan adalah sabda Rasulullah SAW? Boleh jadi itu bukan sabda Rasulullah namun merupakan kata-kata hikmah yang dilantunkan seorang Imam kepada muridnya atau merupakan ungkapan orang yang tidak jelas statusnya.

Penulis sebelum berangkat mengais ilmu di al-Azhar, pada malam harinya ada ritual pengajian dan pelepasan yang disampaikan oleh sang Tuan Guru, dengan harapan memberikan motivasi kepada penulis. Dalam pidato yang beliau sampaikan beliau mengutip sebuah ungkapan dan menyandarkannya kepada rasulullah tanpa ada keraguan sedikitpun, dengan semangat beliau berkata : Rasulullah saw bersabda :

  • من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الأخرة فعليه بالعلم ومن أرادهما فعليه بالعلم.

Barangsiapa yang menginginkan ( kebahagian) dunia hendaknya ia dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat, hendaknya ia dengan ilmu dan barangsiapa yang menginginkah kebahagian keduanya, hendak ia dengan ilmu.

Entah dari mana beliau mengambil dan membacanya kemudian mencopotnya begitu saja lalu menyandarkannya kepada Rasulullah. Memang saya sangat yakin bahwa beliau bermaksud baik dan tidak sengaja berdusta atas nama Rasulullah saw.  Namun tetap saja patal karena merupakan kebohongan atas diri rasulullah saw sekalipun tanpa disengaja. Hal itu  terjadi akibat dari ketidaktahuan, tidak ada penelitian dan pengkajian terlebih dahulu.

Setelah penulis mencari dalam kitab-kitab hadis yang bersanad dan kitab takhrij, penulis tidak menjumpai ungkapan di atas adalah hadis rasulullah, namun merupakan ungkapan Imam Syafi’I rahimahullah yang dinukil oleh Imam Nawawi dalam muqaddimah karya beliau[1] : al Majmu’.  Imam Nawawi berkata

قال الشافعي رحمه الله تعالى : العلم أفضل من من صلاة النافلة وقال : ليس بعد الفرائض أفضل من طلب العلم، وقال : من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم.

Imam Syafi’i RA berkata : Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah. Beliau berkata : Tidak ada amalan setelah amalam fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan beliau juga berkata : Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) dunia hendak lah dengan ilmu barangsiapa yang menginginkan (kebahagian)  akhirat hendaklah dengan ilmu. “.

Dengan demikian, ungkapan yang selalu terngiang di telinga dan sering terlontarkan bahkan tanpa disadari selalu disandarkan kepada rasulullah, dengan adanya kajian dan penelusuran langsung dari literatur aslinya maka didapatkan bahwa ungkapan tersebut adalah penggalan dari perkataan Imam Asy Syafi’i Rahimahullah, bukan sabda Rasulullah saw.

[1] . Al Imam Annawawi, al Majmu’ fi Syarhil Muhazdab. Dar al Fikr, Beirut.

* Kandidat Master Universitas Azhar Kairo-Mesir Jurusan Hadist dan ilmu-ilmunya, pemerhati masalah-masalah hadist dan keagamaan serta kontributor ISCO (Islamic Studies Center Online).

mail :

sumber : ISCO (Islamic Studies Center Online)

October 20, 2017 at 11:54 pm | Posted in Hadits | Leave a comment

HADITS MENDAPATKAN DUNIA DAN AKHIRAT DENGAN ILMU

Telah masyhur sebuah hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa Salaam yang berbunyi :

من أراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم، ومن أراد الدنيا والآخرة فعليه بالعلم

“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu”.

Namun berdasarkan penelitian para ulama, kalimat diatas bukan hadits marfu’ dan tidak ada satu pun kitab hadits, sekalipun dalam kitab-kitab hadits palsu yang mencantumkan kalimat diatas. Al-‘alamah Muqbil bin Hadi rahimahullah ketika ditanya apakah kalimat diatas adalah hadits?, beliau menjawab :

هو جاء عن بعض علمائنا المتقدمين مثل الظاهر سفيان الثوري ، فقال سفيان الثوري : طلبنا العلم للدنيا فأبى إلا أن يكون للدين .
وأما عن النبي – صلى الله عليه وعلى آله وسلم – فلم يثبت ، ليس بحديث .

“kalimat ini datang dari sebagian ulama mutaqodimin kita, seperti yang nampak pada ucapan Sufyan ats-Tsauri : “kita menuntut ilmu untuk dunia, maka ia enggan kecuali itu untuk agama”. Adapun itu dari Nabi Sholallahu ‘alaihi wa Salaam maka tidaklah tsabit, ini bukan hadits”.

Muhammad Rootib juga menjawab pertanyaan serupa :

لايوجد لهذا الكلام أصل في كتب الحديث

“tidak didapati perkataan ini asalnya dalam kitab-kitab hadits”.

Yang benar perkataan tersebut adalah perkataan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Baihaqi dalam kitabnya “Manaaqib asy-Syafi’i” (2/139, cet. Maktabah Daar at-Turats) :

أخبرنا أبو عبد الرحمن بن أبي الحسن الصوفي، سمعت أبا محمد بن أبي حامد يقول: سمعت أبا نعيم الجرجاني الفقيه يقول: سمعت الربيع بن سليمان يقول: سمعت الشافعي يقول: من أراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم.

“telah mengabarkan kepada kami Abu Abdir Rahman bin abil Hasan as-Shuufiy aku mendengar Abu Muhammad bin Abi Haamid berkata, aku mendengar Abu Nu’aim al-Jurjaani al-Faqiih berkata, aku mendengar ar-Rabii’ bin Sulaiman berkata, aku mendengar Imam asy-Syafi’i berkata : “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu”.

Status sanadnya :

  • Abu Abdir Rahman, dinilai oleh asy-Syaikh Naayif bin Sholaah Hafidzahullah, sebagai perowi yang shoduq, ahli ibadah dan seorang mujtahid dalam “ar-Raudh al-Baasim” (no. 1001, cet. Daar al-‘Aashimah).
  • Abu Muhammad, dinilai oleh asy-Syaikh dalam kitabnya yang sama (no. 463) sebagai perowi tsiqoh banyak meriwayatkan hadits.
  • Abu Nu’aim al-Jurjaani, dinilai oleh Imam adz-Dzahabi sebagai seorang al-Imam, al-hafidz al-kabiir lagi tsiqoh dalam kitabnya “Siyaar A’laam an-Nubalaa`” (no. 312, cet. Ar-Risaalah).
  • Ar-Rabii’ bin Sulaiman, dinilai Imam adz-Dzahabi dalam kitab yang sama (no. 222) sebagai al-Imam, al-Muhaddits, al-Faqiih al-Kabiir.

Sehingga kesimpulannya sanad atsar maqtu’ Imam Syafi’i diatas minimal adalah hasan.

Wallahu A’lam.