Bagaimana kamu menyikapi keadaan ekonomi keluargamu secara positif

Bagaimana kamu menyikapi keadaan ekonomi keluargamu secara positif

Oleh : Faridah, S. Pd
(Guru MIN 3 Pekanbaru)

Saat ini seluruh negara di berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia sedang dilanda bencana non-alam yang berkaitan erat dengan kesehatan. Adapun bencana non alam tersebut  dikenal dengan istilah Covid-19 (Corona Virus Desease Nineteen). Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, China dan telah menyebar di seluruh dunia sehingga menyebabkan angka kematian yang sangat banyak. Dampak virus ini begitu luas tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat akan tetapi juga ekonomi masyarakat dan pendidikan. Di tengah pandemi virus corona ini, semua lembaga pendidikan diliburkan guna mencegah penyebaran virus corona yang kian masif setiap harinya.

Covid-19 sangat mempengaruhi perekonomian keluarga dan juga sangat berkaitan erat terhadap pendidikan anak. Saat ini banyak keluarga yang dipusingkan dengan masalah pendidikan akibat dari Covid-19, karena keluarga adalah institusi pertama dan utama dalam mendidik, melindungi serta memelihara anak-anaknya sesuai dengan nilai-nilai keluarga, nilai-nilai keagamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan tonggak pertama anak dalam mengenal dunia. Melalui keluargalah dapat tercipta generasi penerus bangsa yang tangguh.

Hubungan antara keluarga dengan lingkungan ibarat rumput dengan tanah tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Adapun pengaruh sistem lingkungan terhadap keluarga mengandung beberapa faktor, yaitu faktor resiko dan faktor protektif. Faktor resiko adalah faktor yang dapat mengancam kesejahteraan keluarga, sedangkan faktor protektif merupakan faktor yang mendukung keluarga untuk menjadi kuat dan tangguh. Generasi tangguh akan menjadi calon pemimpin bangsa dan pemegang roda pembangunan di masa yang akan datang.

Pada masa pandemi Covid-19, masalah keluarga paling utama diperbincangkan khalayak ramai. Keluarga paling banyak terkena imbas dari Covid-19 mulai dari ekonomi hingga pendidikan. Menurut Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi dan Manusia (Fema), IPB University, Dr. Tin Herawati, pandemi Covid-19 telah mempengaruhi sistem lingkungan terbesar (makrosistem) yang tentunya sangat berdampak pada lingkungan terkecil (mikrosistem). Berpengaruh kepada sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lainnya sehingga mempengaruhi kehidupan seluruh anggota keluarga.

Eksistensi pendidikan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, kerap kali pendidikan tidak terlepas dari masalah ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai kajian akademis dan penelitian empiris telah membuktikan keabsahannya. Alhumami (2004) menyatakan pendidikan bukan hanya melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, serta menguasai teknologi melainkan juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

Pendidikan tidak hanya berfaedah bagi perorangan dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai komunitas bisnis bagi masyarakat pada umumnya serta ekonomi keluarga khususnya. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan untuk mencapaian kesejahteraan sosial dan mewujudkan perekonomi negara stabil, sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai macam problem. Kita dapat berkaca kepada negara-negara maju yang lebih memprioritaskan pendidikan untuk menunjang sumber daya manusia yang berkualitas. Mengingat dalam memasuki dunia kerja generasi penerus bangsa dihadapkan dengan tantangan yang kian besar sehingga harus diimbangin dengan skill serta pendidikan yang mumpuni. Semakin berkualitas generasi penerus bangsa suatu negara maka semakin tinggi angka pertumbuh ekonomi dan dapat mewujudkan masyarakat yang sejahteraan.

Pengaruh ekonomi terhadap pendidikan anak itu sangat besar sekali. Pendidikan diharapkan dapat menunjang proses kehidupan ekonomi bahkan dapat mempengaruhi arah dari proses pengembangan ekonomi karena pelaku-pelaku kehidupan ekonomi adalah manusia itu sendiri. Selanjutnya, perkembangan ekonomi pada gilirannya akan menunjang terwujudnya proses pendidikan yang dibutuhkan dalam perkembangan ekonomi.

Dahsyatnya penularan Covid-19, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk melindungi rakyatnya dari pandemi Covid-19, seperti menerapkan Physical Distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penutupan sekolah, dan juga Work From Home (WFH). Setiap kebijakan yang diterapkan tentu memiliki dampak yang ditimbulkannya baik itu dampak positif maupun dampak negatif, sebagaimana kita tahu bahwa dampak positif dengan diterapkannya kebijakan di atas kesehatan tetap terjaga serta mengurangi angka penyebaran Covid-19. Kemudian, jika dikaji dari kebijakan yang diterapkan tersebut muncul dampak negatif yang diantaranya merosotnya pertumbuhan ekonomi sehingga mau tidak mau perusahaan menerapkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) daya jual kian merosot akibat dari lesu pembeli sehingga tak jarang ditemui banyak UMKM yang gulung tikar karena pendapatan dengan modal yang dikeluarkan tidak seimbang. Kalau pekerjaan yang dimiliki tidak stabil maka akan memicu kesulitan ekonomi dalam keluarga. Kalau ekonomi keluarga sulit maka akan timbul lagi masalah-masalah lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian UNICEF, pemberlakuan Pembatasan Sosisal Berskala Besar (PSBB) berdampak besar pada penghasilan pekerja sektor informal. Padahal, pekerja ini juga memiliki keluarga. Turunnya penghasilan keluarga memberi pengaruh langsung pada kesejahteraan anak. Ada tiga krisis yang terjadi pada kondisi tersebut;

  1. Krisis kemiskinan anak
  2. Krisis gizi
  3. Krisis pendidikan

Kehilangan penghasilan orang tua atau kehilangan pendapatan rumah tangga yang terjadi secara tiba-tiba menimbulkan ketidakstabilan situasi ekonomi keluarga dan dapat berujung pada kemiskinan. Suasana pandemi Covid-19 ini telah mengembalikan kesadaran akan pentingnya pendidikan keluarga yang selama ini jarang dilakukan atau bahkan diabaikan oleh sebagian keluarga.

Pada masa pandemi Covid-19 ini ekonomi keluarga terganggu, sementara pendidikan anak tetap terus berlangsung. Anak tetap harus belajar dari rumah yang membutuhkan HP Android, laptop, pulsa, paket internet dan sebagainya. Kalau ekonomi keluarga sudah terganggu, sulit untuk memenuhi itu semua. Apalagi saat ini, Indonesia telah memasuki resesi ekonomi semua serba sulit dan keuangan keluarga makin menipis sehingga langkah yang harus dilakukan adalah memanajemen keuangan keluarga dengan sebaik mungkin. Dengan kondisi ekonomi yang seperti itu, keluarga harus berfikir keras dan berusaha semakin gigih agar pendidikan anak tidak begitu terganggu. Dampak pandemi Covid-19 yang begitu luas, maka pemerintah dan semua pihak terus bersinergi untuk menekan lajunya dampak tersebut. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi serta  menekan lajunya penyebaran Covid-19 dan kita semua hendaklah mematuhi  protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.

Hal yang terpenting saat ini dalam kondisi Covid-19 pendidikan harus tetap berlangsung seefektif mungkin karena pendidikan merupakan bagian terpenting dari proses pembangunan nasional yang bermula dari pendidikan keluarga. Selain itu, pendidikan juga merupakan penentu ekonomi dari suatu keluarga dan negara. Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi.

Siaran Pers Nomor: B-103/SETMEN/HM.02.04/04/2021

Jakarta (15/04) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengatakan sebuah perkawinan bukan hanya mengenai kepentingan individu atau golongan tertentu saja, tetapi juga bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya, maju, dan beradab. Maka dari itu, menjadi penting untuk menciptakan keluarga yang kuat dan harmonis, sebab jika keluarga kuat, maka negara juga akan kuat.

Menteri Bintang menuturkan poligami yang tidak dilaksanakan dengan kesiapan, pemikiran matang, dan pengetahuan yang cukup dari berbagai pihak, dapat berisiko menjadi awal mula terjadi berbagai perlakuan salah, terutama bagi perempuan.  

“Prihatin jika melihat masih banyak narasi yang salah mengenai poligami ini. Poligami dianggap sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran, dan kesuksesan dalam hidup. Padahal, poligami harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan, ilmu, dan komitmen yang kuat. Besar harapan saya melalui Diskusi Ilmiah yang dilaksanakan hari dapat memberikan edukasi, serta membuka wawasan kita semua, sehingga nantinya mampu terbangun narasi baru pada masyarakat mengenai esensi dan tujuan sebenarnya dari poligami,” ujar Menteri Bintang dalam sambutannya pada Diskusi Ilmiah “Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga”.

Dari sisi hukum islam, Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan mengatakan dalam agama islam sudah ada prinsip bahwa niat dari sebuah perkawinan adalah membangun keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah. 

 “Poligami dalam islam adalah sebuah solusi bagi kondisi darurat yang membuat harus berbuat demikian. Namun saat ini banyak kelompok maupun individu yang salah kaprah dan tidak betul-betul memahami makna dari poligami. Jelas bahwa poligami memberikan banyak dampak buruk bagi keutuhan sebuah keluarga terutama perempuan. Ada beberapa alasan dari pemikiran yang menyimpang terjadi poligami saat ini di antaranya anggapan bahwa melakukan poligami karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan menganggap itu termasuk sunah rasul yang harus diikuti, padahal jelas Beliau melakukan poligami bukan dengan alasan biologis seperti yang kebanyakan terjadi saat ini. Kemudian penafsiran firman Allah yang tidak sepenuhnya, banyak orang yang tidak memahami arti dan alasan firman Allah tersebut turun. Selain itu, alasan lain juga karena jumlah perempuan yang lebih banyak dari laki-laki sehingga masih ada beberapa kelompok yang menjadikan alasan ini untuk melakukan poligami. Untuk itu, salah satu upaya untuk menghindari perempuan dari upaya poligami dengan perlu terus dilakukan peningkatan kapasitas perempuan baik dari sisi keterampilan, kemandirian, pemberdayaan, dan nilai-nilai intelektual. Sehingga perempuan enggan dan menolak untuk dipoligami dengan alasan apapun,” ujar Prof. Zaitunah. 

Pada hakikatnya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perkawinan, salah satu asas perkawinan adalah monogami, bahwa di dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan begitu pula sebaliknya. Namun, sesuai dengan ketentuan dalam Syariat Islam, negara memberikan ruang untuk dapat menjalankan poligami, tentunya dengan persyaratan yang ketat. Persyaratan tersebut mencakup bahwa poligami hanya boleh dilakukan ketika istri tidak dapat memberikan keturunan, serta yang terpenting adalah keadilan bagi istri-istrinya ketika berpoligami. Diatur pula bahwa dalam menjalankan poligami, suami sudah harus meminta izin dari istrinya, serta disertai persetujuan dari pengadilan agama.

Sementara itu, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Prof. Meutia Hatta Swasono mengatakan poligami dapat mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan budaya sebuah keluarga serta ketangguhan sebuah bangsa.

“Sejatinya masih banyak masyarakat yang mempunyai interpretasi budaya keliru terhadap makna poligami yang dimaksud dalam agama islam. Poligami juga semakin disalahartikan dengan maraknya ajakan berpoligami di masyarakat dan disebarluaskan melalui kemajuan teknologi yakni media sosial. Hal ini yang harus kita cegah bersama, penafsiran poligami yang sesungguhnya dan bagaimana penerapan poligami yang diperbolehkan agama. Selain itu, perlunya membangun karakter positif anak sejak dini mulai dari dalam keluarga dan bagaimana menghargai perempuan,” ujar Prof. Meutia Hatta.

Prof. Meutia Hatta menambahkan poligami juga menjauhkan dari terealisasinya harapan ideal mengenai keluarga yang harmonis yang diperlukan dalam pendidikan karakter bangsa bagi anak-anak Indonesia. Sebuah perkawinan tentu tidak dapat dilaksanakan begitu saja, negara pun telah menetapkan beberapa syarat atau ketentuan terkait perkawinan, mulai dari batas usia, tahap pendidikan pra-nikah, bimbingan dalam masa pernikahan, dan berbagai ketentuan, program, dan kebijakan lainnya.

Hadir pula Anggota Satuan Tugas Pelindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Rahmat Sentika yang menerangkan tentang banyak dampak buruk dari poligami terhadap kesehatan keluarga terutama pada perempuan dan anak.

Adapun beberapa poin rekomendasi yang dihasilkan dari Diskusi Ilmiah “Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga” yang dibacakan oleh Ketua Umum Yayasan Mitra Daya Setara (MDS), Mudjiati, sebagai berikut:

  • Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia baik hukum positif maupun hukum agama bahwa perkawinan berasaskan monogami 
  • Batasan mengenai perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, makna perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia, kekal, berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Ketentuan pasal 3 ayat 1 undang-undang tentang perkawinan pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai satu orang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai satu orang suami 
  • Istilah poligami tidak ditemukan dalam undang-undang perkawinan namun dalam ketentuan pengaturannya membuka peluang untuk seorang suami dapat mempunyai lebih dari satu istri dengan mengajukan permohonan izin ke pengadilan dan persyaratan yang berat yakni istri tidak dapat memiliki keturunan dan adanya persetujuan dari istri. 
  • Hukum agama terutama islam menunjukkan poligami bisa dilakukan dalam kondisi darurat dengan prinsip adil. Dalam islam pun poligami boleh dilakukan namun bukan menjadi anjuran apalagi kewajiban untuk dilakukan. 
  • Saat ini praktik poligami akhir-akhir ini marak diberitakan di media secara masif dimana pelaksanaan tidak selalu sesuai dengan persyaratan yang diwajibkan dan cenderung mengabaikan hak-hak istri yang dipoligami. 
  • Poligami mempunyai banyak dampak negatif baik dari sisi sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan terutama pada istri dan anak. Untuk itu, perlu menciptakan bangsa yang tangguh dan berkarakter harus dimulai dari keluarga yang harmonis. 
  • Meningkatkan harkat dan martabat perempuan dengan menyempurnakan undang-undang perkawinan khususnya konsep monogami.
  • Mengintensifkan upaya pengembangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan pengadilan agama agar dapat menciptakan suatu kebijakan yang memperketat terjadinya poligami. 
  • Rekomendasi bagi media diharapkan untuk tidak memberitakan terkait poligami secara fulgar tapi lebih kepada monogami. Memberitakan pemberitaan yang mengedukasi terkait monogami, keluarga tangguh, dan kesetaraan gender. Mengadvokasi tentang penyempurnaan undang-undang perkawinan. 
  • Rekomendasi masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat agar melalukan upaya pemberdayaan perempuan agar tidak mudah/menolak dipoligami. Membangun upaya kesetaraan gender, melakukan edukasi membangun keluarga tangguh, advokasi penyempurnaan undang-undang perkawinan, mempromosikan perkawinan berasaskan monogami, dan membentuk komunitas yang mendukung terhadap monogami.  

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3448510

e-mail :

website : www.kemenpppa.go.id