Bagaimana hubungan gereja dengan remaja Kristen di dalam dunia yang berubah

Gereja mula-mula hadir di dunia ini bukan sebagai lembaga, tetapi sebagai persekutuan yang menantikan Kerajaan Allah. Ia kemudian menjadi lembaga dengan organisasi, struktur, pejabat, tata gereja dan sebagainya.31 Dalam buku Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia yang dikutip dari Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, De Haas mengatakan dari segi filosofis, lembaga berfungsi sebagai apriori sosial dan kultural bagi individu yang mangatur dan menstabilkan kehidupan sosial dan menolong manusia dalam masyarakat. Usaha edukatif gereja tidak mungkin berlangsung tanpa keberadaan gereja sebagai lembaga.32 Gereja sebagai lembaga berfungsi sebagai gereja yang bertugas untuk mendidik. Gereja yang bertugas untuk mendidik yaitu fungsi gereja sebagai institusi yang menurut Bart salah satu dari 9 unsur kelembagaan ialah pendidikan. Gereja digambarkan sebagai sebuah sekolah dengan guru-guru rohani yang mengajarkan tentang kristus.33 Fungsi gereja sebagai yang mendidik ini hadir melalui peranan Pendidikan Agama Kristen. Fungsi kontrol gereja mengarah pada gereja yang melakukan fungsinya secara istimewa di tengah masyarakat.34 Dalam menjalankan fungsi kontrolnya dalam hal membimbing dan mendidik jemaat terkhususnya dalam pembahasan ini ialah remaja maka gereja perlu memakai

31 Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 258.

32 Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia”, 260.

33 Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia”, 274.

34Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK

13

metode yang baik dan benar, yang di dalam PAK metode adalah suatu pelayanan, suatu pekerjaan yang aktif yang kita lakukan bagi Firman Tuhan dan bagi sesama manusia, supaya kedua pihak itu bertemu satu sama lain, metode yang digunakan bersudut pada dua yaitu, teori dan praktek.35 Awal pelayanan PAK di gereja dimulai dengan pelayanan anak dan remaja di sekolah minggu, yang masih merupakan aktivitas kaum awam yang berada di luar struktur pelayanan gereja. Motivasi orang tua membawa anak-anak mereka ke sekolah minggu adalah sekolah minggu mengajarkan budi pekerti yang baik, tempat atau wadah di mana setidaknya anak-anak dapat belajar sesuatu yang bermanfaat, berjumpa dengan anak-anak yang lain dan tidak berkeliaran di jalan pada hari minggu, demi keamanan atau kuatir terpengaruh pergaulan jahat. Sekolah minggu dilayani oleh warga gereja yang tidak diperlengkapi cukup untuk pelayanan dan pembimbingan terhadap anak dan remaja.36Ada 2 teori mengenai pendidikan yang membedakan yaitu metode otoriter dan metode kreatif.37 Dalam metode otoriter ialah metode ceramah, bercerita, sedangkan metode kreatif dengan menggunakan metode percakapan atau diskusi, metode lakon atau sandiwara, metode audiovisual, metode menghafal, dan metode bertanya secara tatap muka.38

Pelayanan terhadap remaja tidak terlalu mendapat perhatian khusus dari gereja-gereja pada umumnya terlihat dari kurangnya pemimpin remaja yang memenuhi kualifikasi dimana pemimpin remaja adalah remaja itu sendiri yang termasuk di dalam kepengurusan remaja jemaat lokal.39 Kualifikasi mendasar seorang pemimpin remaja ialah kedewasaan secara spiritual. Kedewasaan spiritual dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai relasi yang berarti dengan Yesus Kristus sehingga ia dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain. Tiga hal kualifikasi yang diperlukan seorang pemimpin remaja ialah (1) harus mampu

35Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK

Gunung mulia, 1985), 90.

36Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia”, 173.

37Dr. Homrighausen E.G, Dr Enklaar I.H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta; BPK

Gunung mulia, 1985), 91.

38Dr Homrighause. E.G , Dr Enklaar I. H, “Pendidikan Agama Kristen” (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1985), 96-101.

39Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA” (Bandung: Jurnal Info Media, 2008),

14

megidentifikasi kebutuhan, masalah, dan perasaan remaja. (2) harus menyukai remaja. (3) harus dapat bersedia memberikan waktu yang cukup bagi remaja.40

Sikap dan peranan gereja dalam pengembangan PAK Remaja bukan hanya melalui atau menemukan pemimpin yang berkualitas bagi remaja akan tetapi perlu pula mengembangkan program bagi remaja atau membuat kurikulum PAK remaja yang mencakup jenis kegiatan, tujuan atau kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki oleh remaja metode maupun media pembelajarannya melalui pembinaan dan evaluasi terhadap pemimpin remaja baik secara langsung terhadap pemimpin remaja atau remaja itu sendiri yaitu;41 aktivitas-aktivitas yang disukai oleh remaja, kegiatan-kegiatan yang paling di nikmati oleh remaja, mmasalah-masalah dalam pelayanan, kebutuhan-kebutuhan remaja yang paling besar, dan yang paling mendasar ialah bagaimana kebutuhan-kebutuhan remaja bisa terpenuhi antara lain42 ;

a. Libatkan mereka dalam perencanaan dan tindaklanjuti dengan aktivitas dan program.

b. Dengarkan mereka dan tunjukkan bahwa anada mengasihi mereka melalui tindakan.

c. Katakan pada mereka bahwa mereka penting. Pujilah mereka bilamana mereka melakukan sesuatu yang baik dan benar.

d. Gunakanlah permainan yang membangun rasa percaya diri.

e. Siapkan kesempatan bagi mereka untuk memecahkan masalah identitas diri dan memperoleh penguatan yang positif dalam pergumulan mereka dan penghargaan yang sehat terhadap perbedaan dalam diri remaja lainnya.

Tentang kebutuhan akan hubungan baik dengan Tuhan:

a. Usahakan pelajaran dan program sekolah minggu yang membantu remaja dalam perjalanan pribadinya dengan Tuhan dan berikan petunjuk yang praktis. b. Berbagi atau ceritakan tentang pergumulan iman pribadi kepada mereka, jujur,

dan ajarlah mereka bahwa butuh waktu untuk menjadi dewasa dalam iman. c. Doakanlah mereka dan beri perhatian yang cukup.

40Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 18.

41Daniel Nuhamara, “Pendidikan PAK REMAJA”, 95.

42

15

d. Beri tekanan yang lebih pada prinsip-prinsip Firman Allah untuk membantu mereka dalam pengambilan keputusan.

e. Jadilah teman dan bukan pengkhotbah bagi merejka dan bantulah remaja menemukan imannya sendiri.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini menguraikan hasil penelitian, yang terdiri atas gambaran umum tempat penelitian serta pembahasan dan analisis sikap Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel terhadap kenakalan remaja yang kemudian dibagi dalam dua bagian yaitu sikap Gereja Protestan Maluku Jemaat Bethel Ambon terhadap kenakalan remaja dari perspektif Pendidikan Agama Kristen, Sikap dan peran komisi anak dan remaja serta guru sekolah minggu khususnya remaja tentang kenakalan remaja.

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Umat Kristen di Kota Ambon mulai ada pada abad XVI, ketika bangsa Portugis datang ke Maluku mencari rempah-rempah.43Sejarah mencatat, pada tahun 1572, bangsa Portugis membangun Kota Franggi atau Laha, dimana negeri

dan anak negeri Halong masuk dan tinggal di Mardika. Pada saat itu pula, “orang Mardika” di Kristen kan. Inilah cikal bakal jemaat GPM Bethel, yakni komunitas Kristen yang tinggal di lokasi Halong Mardika, Mardika, Belakang Soya (Belso) dan Tanah Tinggi.44

Jemaat GPM Bethel yang berawal dari orang-orang “Mardiykers” atau “Mardika” ini berdiam di bagian Timur Benteng Victoria, yaitu arah ke Batu Merah. Kelompok ini adalah keturunan budak yang telah dibebaskan (dimerdekakan) dari kerja paksa di Benteng Victoria, dan pada umumnya berasal dari luar Indonesia seperti Malabar dan Bangladesh. Selain kelompok ini, ada pula kelompok orang-orang Ambon, antara lain yang berasal dari Halong, Tawiri dan Hative. Kelompok ini kemudian bersama-sama kelompok Mardika mendiami daerah yang kemudian di sebut Halong Mardika sekarang ini. Pada saat itu di

43 Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.

44

16

Kota Ambon ada 4 (empat) gedung gereja yang dilayani oleh para Misionaris. Salah satu dari keempat gedung gereja tersebut adalah gedung gereja Bethel sekarang, yang rupanya diperuntukkan bagi para pengungsi daerah Mardika tersebut.45

Pemilihan Nama Bethel sebagai gedung gereja yang di bangun sejak tanggal 29 Mei 1904 didasari makna teologis dan sejarah seperti yang dapat kita temui dalam Kej. 28 : 10 – 22 yaitu suatu tempat dimana Yakub bertemu dengan

Tuhan Allah di dalam mimpi di Lus. Yakub meyakini tempat ini sebagai “Rumah

Allah” atau “Pintu Gerbang Surga”. Lalu Yakub mendirikan sebuah sebuah tugu peringatan dari batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan menuang minyak ke atasnya. Yakub kemudian menamai tempat yang dahulunya bernama Lus itu menjadi Betel. Di Betel itulah Yakub berjanji jika Allah menyertai dan melindunginya, maka batu yang didirikan sebagai tugu inu akan menjadi Rumah Allah dan Yakub akan mempersembahkan kepada Tuhan sepersepuluh dari segala yang Tuhan berikan kepadanya.46

Ketika gedung Gereja Bethel di bangun maka pengerahan jemaat di dasarkan pada 4 wilayah tadi untuk membangun gedung gereja. Sebagai tanda partisipasi ke empat wilayah tersebut dalam pembangunan dan eksistensi jemaat, maka di dirikan 4 tiang yang sampai saat ini masih menjadi penyanggah gedung Gereja Bethel. Ke empat tiang tersebut memiliki dasar teologi dan filosofi, bukan sekedar arsitektur belaka. Filosofi dan Teologinya terinspirasi dari peristiwa Yakub, ketika batu alas kepalanya kelak menjadi dasar Rumah Allah. Filosofi dan dasar teologi ini yang kiranya terus menjadi spirit bagi jemaat GPM Bethel dalam kaitan dengan pengembangan jemaat ke arah yang lebih baik. Mimpi Yakub adalah BETHEL.47

45 Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.

46 Data diperoleh dari Renstra Jemaat GPM Bethel, 2015.

47

17

B. Sikap Dan Peran GPM JEMAAT BETHEL AMBON

Terhadap Kenakalan Remaja Dari Perspektif Pendidikan Agama Kristen

.. pelayanan terhadap remaja dibagi dalam 3 jenjang berdasarkan usia48

Melalui pernyataan di atas pembagian remaja diterapkan secara psikologi perkembangan dari seorang remaja dalam hal ini tahapan usia. Secara mental karakter remaja berbeda-beda. Masing-masing anak dengan tipe, karakter, pola pikir dan pergaulan yang berbeda. Ada yang masih kanak-kanak, ada yang menuju dewasa dan ada pula anak yang lebih dari orang dewasa padahal umur mereka masih pada tahap remaja.

Dalam hal pelayanan dan pembimbingan terhadap remaja, remaja merupakan penggerak atau generasi penerus gereja sehingga ia masuk dalam pelayanan kategorial yang dibina dan dibimbing melalui sekolah minggu dan tunas pekabaran injil dan merupakan hal wajib bagi seorang remaja untuk mengikuti sekolah minggu tunas pekabaran injil (SMTPI) hingga pada pembinaan katekisasi bagi remaja menengah. Remaja dibagi dalam tiga jenjang atau kelas. Jenjang pertama usia 13 tahun, jenjang kedua mulai usia 14-15 tahun dan jenjang ketiga 15-16 tahun. Selanjutnya umur 17 tahun keatas di layani dalam bidang pelayanan katekisasi. Selain SMTPI dan Katekisasi remaja juga diikut sertakan dalam retret remaja, wisata Alkitab dan koinonia remaja yang dilakukan setiap satu bulan satu kali. Pembelajaran dan materi yang disampaikan dalam ke-3 jenjang atau kelas remaja ini pun berbeda-beda ;

Wayne Rice dalam bukunya Junior High Ministry yang dijabarkan oleh Daniel Nuhamara dalam buku PAK Remaja, mengemukakan bahwa kunci untuk memahami remaja adalah menyadari bahwa masa remaja itu merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju pada kedewasaan dalam berbagai hal.49 Dengan masa transisi ini seharusnya gereja dapat membagi jenjang pengajaran dan pembimbingan terhadap remaja perjenjang usia sesuai dengan skala umur dari 12 hingga 17 tahun dalam wadah SMTPI dengan kelas pertama umur 12-13 tahun,

48 Hasil Wawancara bersama Pdt Jean Hehanussa Pendamping Anak Dan Remaja, Des 2015.

18

kelas kedua 14-15 tahun dan kelas ketiga 16-17 tahun, sedangkan untuk katekisasi barulah 18 tahun ke atas karena masa remaja dimulai pada usia 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Untuk masa adolescence ini dibagi lagi menjadi remaja awal (early adolescence) yaitu dari usia 12-15 tahun, remaja madya (middle adolescence) usia 16-18 tahun dan remaja akhir usia 18-20 tahun.

.. Walaupun sudah dibagi dalam 3 jenjang berdasarkan usia akan tetapi tidak efektif50

Pembagian remaja dalam jenjang usia memang baik adanya, akan tetapi menurut penerapannya kurang efektif hal ini dikarenakan bahwa meskipun pengajaran maupun pengasuhan terhadap remaja telah dibagi dalam 3 jenjang pengajarannya tidaklah optimal. Dikatakan tidak optimal karena pada masing-masing jenjang usia atau kelas di setiap minggu pembelajarannya tidaklah hadir sesuai dengan jumlah anak pada masing-masing jenjang usia sehingga dengan demikian ketika ada remaja yang di kelas A dengan jenjang usia 13 tahun kehadirannya hanya 1 orang maka mau tidak mau mereka dialihkan ke kelas B dengan jenjang usia 14-15 tahun padahal materi yang disampaikan berbeda dengan kelas A yang seharusnya ia berada.

Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa tidak optimal dan tidak efektifnya bimbingan terhadap remaja yang dibagi berdasarkan jenjang usia dengan melihat dari tujuan PAK secara objektif yang hendak dicapai dalam proses belajar mengajar atau pembimbingan dalam satu kali tatap muka.51 Dengan kurangnya ketidakhadiran remaja perjenjang usia inilah yang menjadi penyebabnya. Hal ini patut di perhatikan dengan mengacu pada tujuan umum PAK dimana mengajak, membantu, menghantarkan seseorang untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus dan dengan pimpinan Roh Kudus ia datang ke dalam persekutuan yang hidup dengan Tuhan tercapai dan terpenuhi.52 Selain itu menurut Agustinus di dalam buku strategi pendidikan agama kristen, PAK adalah pendidikan yang bertujuan menghantar para pelajarnya untuk

50 Hasil wawancara dengan Pdt. Ketty Lekahena, Pendeta Wilayah sektor 4, Des 2015.

51

Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008),29.

52 Daniel Nuhamara, “Pembimbing Pendidikan Agama Kristen”, (Bandung: Jurnal Info Media, 2009),31.

19

bertumbuh dalam kehidupan rohani, terbuka dengan Firman Tuhan dan memperoleh pengetahuan akan perbuatan-perbuatan Allah melalui Alkitab dan bacaan lain. Semuanya itu untuk memperoleh hikmat yang dari Allah sendiri.53

Berdasarkan paparan diatas perlu adanya perombakan dan kesadaran dari pembimbing dan pendeta untuk melaksanakan tugas mereka sebagai seorang gembala dengan baik. Oleh karena itu berdasarkan analisis penulis dari hasil wawancara dengan narasumber dalam hal ini seorang guru sekolah minggu yang harus memahami karaktek dan tingkah laku remaja sehingga mampu untuk mengambil hati dan minat seorang remaja sehingga mereka tertarik untuk datang dan mengikuti sekolah minggu maupun tunas pekabaran injil, itu berarti pembimbing atau pendeta hanya melaksanakan fungsi kontrolnya melalui guru sekolah minggu;

..Bukan hanya seorang Pendeta dan guru Sekolah Minggu yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seorang remaja akan tetapi keluarga juga memiliki peran penting54

Mengenai hal pemimbingan terhadap remaja bukan hanya menjadi tugas gereja akan tetapi ini pula menjadi tugas dari orang tua maupun keluarga tempat ia di besarkan dan didik sejak usia dini. Remaja yang ada dalam tiap-tiap sektor datang dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Cara didikan yang diterapkan oleh orang tua dari masing remaja pun berbeda-beda, dan hampir sebagian besar pola pengembangan kepribadian dan karakter anak di bentuk melalui keluarga, gereja hanya melanjutkan tugas dari orang tua dengan memberikan pendidikan rohani dan spiritual lebih mendalam dan mengasah serta mengarahkan remaja untuk berperilaku dan bertindak lebih baik sesuai dengan norma dan etika yang berlaku.

Dalam tahap perkembangan usia remaja, mereka sedang mencari jati diri dengan rasa keingintahuan yang besar, sehingga ketika ada hal yang membuat mereka penasaran itu akan mempengaruhi mereka untuk mengetahui secara detail apa yang sedang mereka lihat maupun dengar. Hal inilah yang seringkali menimbulkan fenomena kenakalan remaja, sehingga membutuhkan perhatian

53 Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Prakten Pendidikan Agama Kristen dari Plato Sampai Ig. Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 128.

54

20

bukan hanya dari gereja melainkan pula dari pengawasan orang tua, karena dengan usia 13-18 tahun keatas seorang remaja akan lebih mempercayai teman atau kelompoknya, karena dengan perkembangan sekarang ini banyak remaja yang terjerumus pada hal-hal yang tidak baik atau kenakalan remaja tersebut;

Menurut paparan James Flower dalam buku Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia oleh Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto menganilisa tentang perkembangan iman remaja yang berada pada masa pembentukan pandangan hidup melalui apa yang dipercaya oleh keluarganya sendiri ke arah pandangan lain diluar. Hal ini sejalan dengan semakin meluasnya lingkungan perhatian remaja pada usia ini. Oleh karena itu, iman harus mampu menolong remaja memperoleh orientasi yang lebih luas dalam menemukan nilai-nilai serta membentuk identitas dan pandangan hidup. Namun dalam tahap ini remaja sendiri tidak yakin benar terhadap identitas diri sendiri dan kesanggupan menilai mana yang baik dan mana yang tidak55 sehingga pembimbingan terhadap remaja bukan hanya dilaksanakan dan menjadi tugas gereja semata tetapi merupakan tugas dari orang tua maupun keluarga dimana ia di besarkan dan di didik sejak usia anak-anak.56 Dalam masa perkembangan remaja, keadaan emosi mereka dalam tahapan-tahapan yang tidak stabil bila dilihat dari segi perkembangan sosialnya mereka berada pada dorongan untuk mandiri, yang mana pada masa ini remaja memiliki keinginan untuk hidup mandiri tanpa ada aturan dari orang tua. Mereka seakan mampu dan mengerti untuk melakukan segala sesuatu. Mereka cenderung memiliki keinginan untuk hidup mandiri dan menentukan sendiri nilai-nilai yang ada tanpa harus ada campur tangan orang tua.57 Sesuai dengan tahapan perkembangan remaja yang kedua dimana Peer group sebagai jembatan menuju kemandirian. Peer group merupakan sebuah jembatan ataupun batu loncatan yang diciptakan oleh para remaja untuk belajar mandiri, karena bagi remaja mereka akan menjadi diri sendiri ketika mereka memiliki atau berada pada komunitas sebaya dengan hobbi yang sama. Dalam tahapan yang ketiga mereka Belum siap meninggalkan sahabat demi iman, hal ini

55

Nieke Kristina Atmadja-Hadinoto, “Dialog Dan Edukasi Keluarga Kristen Dalam Masyarakat Indonesia”, 234.

56 Hasil Wawancara Bersama Ketiga Pendeta Narasumber.

21

jelas terlihat bahwa pada usia remaja, iman kepercayaan yang mereka miliki mampu untuk digoyahkan. Mereka berada pada pencarian jati diri, berbeda dengan makna dan kehadiran seorang sahabat bagi mereka. Kehadiran sahabat di usia remaja, akan sangat memberi makna dalam kehidupan mereka. Sehingga ketika mereka diperhadapkan dengan iman dan persahabatan, maka iman remaja akan berkembang jika kelompok persahabatan yang dibentuk itu saling mendukung dalam iman tetapi jika sebaliknya maka remaja akan terjerumus pada hal-hal yang berkaitan dengan kenakalan Remaja.

.. Kenakalan remaja ialah perbuatan penyimpangan yang dilakukan oleh remaja yang tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat maupun gereja58

Karakter dan sikap remaja dalam lingkup pelayanan Jemaat GPM Bethel secara umum dan Sektor IV secara khususnya memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada sebagian anak remaja yang bersikap sopan dan baik bahkan terbilang penurut tetapi ada sebagian anak yang memiliki karakter keras kepala. Penyimpangan perilaku remaja yang terjadi dalam lingkup pelayanan sektor IV dikarenakan pergaulan dan kelompok sebaya serta kebebasan dalam menggunakan teknologi. Kenakalan remaja yang terjadi di sektor IV Jemaat GPM Bethel meliputi miras, merokok, judi, dan aksi pornografi. Aksi kenakalan remaja yang terjadi ini perlu adanya perhatian khusus dari guru sekolah minggu yang bila mana bukan hanya memiliki tugas untuk mengajar dan membimbing anak-anak, akan tetapi perlunya sikap dari guru sekolah minggu untuk mengingatkan dan menegur remaja yang melakukan hal-hal yang menyimpang dan tidak sesuai dengan aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat, bila melihat atau mengetahui pola kenakalan remaja yang telah dilakukan oleh mereka secara langsung maupun dengan pendekatan pribadi sehingga tidak membuat remaja merasa terancam atau merasa dipojokkan dengan apa yang telah dilakukan oleh remaja tersebut.

Oleh J. Singgih D Gunarsa, dalam bukunya Psikologi Remaja, kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang besar, sesuai dengan

58

Hasil wawancara bersama Pdt. Tin Pariama, Selaku Pendeta Jemaat GPM Bethel, Des 2015.

22

kaitannya dengan hukum, yaitu ; (1) Kenakalan remaja yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum. (2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.59 Kenakalan remaja yang terjadi di sektor IV Jemaat GPM Bethel meliputi miras, merokok, judi, dan aksi pornografi,60 dan ada pula yang sesuai dengan gejala-gejala kenakalan remaja yang di paparkan dalam buku psikologi remaja seperti ; Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan, membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah, kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orangtua atau menentang keinginan orangtua, keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif, memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk