Apakah yang dirasakan bangsa Indonesia akibat penjajahan kolonial?

tirto.id - Sejak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai sejumlah wilayah nusantara pada tahun 1600-an, hingga pemerintahan Hindia Belanda bubar akibat Perang Dunia II, berbagai bentuk penderitaan dialami rakyat Indonesia.

Penderitaan panjang yang harus dilalui rakyat Indonesia akibat kolonialisme itu mendorong banyak bumiputra bertekad memperjuangkan kemerdekaan. Rasa senasib-sepenanggungan di bawah penjajahan Belanda kemudian membentuk nasionalisme dan persatuan bangsa Indonesia.

Perjuangan panjang akhirnya berbuah pada proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, kemerdekaan tersebut masih harus ditebus dengan pengorbanan banyak pejuang karena Belanda sempat ingin berkuasa kembali di Indonesia.

Mengutip buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (1997) terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penderitaan rakyat Indonesia selama penjajahan Belanda tidak hanya akibat perang dan kekerasan. Kemiskinan, kelaparan, hingga perbudakan bahkan dialami rakyat Indonesia saat dunia sudah memasuki abad ke-20.

Ada banyak contoh penderitaan rakyat Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Empat contoh di bawah ini cuma sebagian dari bentuk penderitaan rakyat Indonesia akibat kolonialisme Belanda.

Apakah yang dirasakan bangsa Indonesia akibat penjajahan kolonial?

1. Kebijakan Cultuurstelsel (Tanam Paksa)

Setelah menguasai Indonesia berdasarkan Konvensi London pada 1814, pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di nusantara dipimpin oleh suatu komisi yang beranggotakan Vander Capellen, Elout, dan Buyskes.

Salah satu misi penjajahan Belanda tersebut ialah untuk membayar utang Kerajaan Belanda yang tergolong besar karena perang. Saat komisi ini diambil alih Gubernur Jenderal Van den Bosch, kebijakan tanam paksa, yang kerap disebut pula dengan Cultuurstelsel, diimplementasikan di banyak daerah sejak tahun 1830.

Sistem tanam paksa benar-benar memeras tenaga rakyat Indonesia serta mengeruk kekayaan alam di nusantara. Banyak rakyat bumiputra menderita akibat Cultuurstelsel.

Baca juga: Sejarah Cultuurstelsel: Aturan, Tujuan, Tokoh, & Dampak Tanam Paksa

Kapasitas sawah dikurangi untuk keperluan tanam paksa, rakyat dipaksa bekerja, bahkan kadang dituntut bekerja di kebun yang letaknya sampai puluhan kilometer jauhnya dari desa. Selain itu, kerja rodi juga dilakukan di bawah todongan senjata. Akibatnya, kemiskinan dan kelaparan menjalar di banyak tempat.

Apakah yang dirasakan bangsa Indonesia akibat penjajahan kolonial?

Tanaman yang harus ditanam selama Cultuurstelsel ditentukan oleh pemerintah Belanda. Kopi, teh, tebu dan jenis komoditas potensial ekspor lainnya harus ditanam demi menambah pundi-pundi harta Kerajaan Belanda.

Sistem tanam paksa bisa menggelembungkan kas Belanda, tapi rakyat bumiputra menderita. Selain kelaparan dan kemiskinan, penyakit pun sering mewabah karena banyak orang kurang gizi. Bahkan, banyak pekerja paksa yang mati kelaparan.

Dampak besar sistem tanam paksa pada penderitaan rakyat di nusantara membuat kritik tajam dilontarkan pada pemerintah Hindia-Belanda. Kritik itu malah datang dari sebagian orang Belanda sendiri.

Karena Cultuurstelsel dianggap tidak manusiawi, sistem tanam paksa dihapuskan dan diganti dengan pihak swasta Belanda yang turun mengelola perkebunan di nusantara. Secara berangsur-angsur, sistem tanam paksa kemudian dihapuskan pada 1861, 1866, 1890, dan 1916.

2. Perbudakan di Hindia Belanda

Ketika VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coenstraat berhasil menguasai Batavia, kondisi wilayah yang kini menjadi Jakarta tersebut tidak sepadat pada masa kemudian. Banyak penduduk lokal Batavia kabur ke pelosok Batavia Selatan, yakni Jatinegara Kaum.

Padahal, untuk membangun Batavia selepas penaklukan, orang-orang Belanda butuh tenaga kerja. Karena itulah, VOC mendatangkan tawanan perang dan budak dari berbagai tempat, misalnya Manggarai, Bali, Sulawesi, Arakan, Bima, Benggala, Malabar, dan lainnya, demikian tercatat dalam Kisah Betawi Tempo Doeloe: Robin Hood Betawi (2001) yang ditulis Alwi Shahab.

Baca juga: Ratu Beatrix ke Jakarta dan Betapa Susahnya Belanda Meminta Maaf

Dalam perjalanannya, banyak pria bumiputra diperbudak menjadi pekerja kasar di Batavia, sementara perempuan dijadikan pemuas nafsu berahi dan pengurus rumah tangga orang-orang Belanda. Apabila mereka membangkang, hukumannya sangat kejam.

Izin perbudakan akhirnya dihapus pada 1860 oleh pemerintah Hindia-Belanda. Namun, praktiknya terus dilakukan hingga dekade pertama abad ke 20, sebagaimana dicatat Reggie Baay dalam Daar werd wat gruwelijks verricht atau Perbudakan di Hindia Belanda (2015).

3. Kerja Rodi

Salah satu kerja rodi paling terkenal yang membuat rakyat bumiputra di Indonesia sengsara adalah pembuatan jalan raya sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan pada 1809.

Kerja rodi massal itu dipelopori Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, yang menerima mandat dari Louis Napoleon, penguasa Belanda di bawah pengaruh Prancis era Napoleon Bonaparte. Daendels menerima perintah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Inggris. Maka itu, ia memerintahkan pembangunan jalan Anyer-Panarukan.

Baca juga: Bagaimana Daendels Membangun Pemerintahan Modern di Hindia Belanda?

Mengutip Britannica, nama lain kerja rodi adalah kerja budak yang dilakukan di bawah paksaan. Para pekerja tidak memperoleh upah dan dipaksa bekerja di luar batas kemanusiaan.

Kerja rodi pembangunan jalan raya Anyer hingga Panarukan pada 1809 memakan korban jiwa hingga 12.000 jiwa. Kerja rodi ini dilaksanakan di bawah todongan senjata dan lecutan cambuk. Banyak pekerja yang kelaparan hingga meninggal demi terbangunnya jalan itu.

4. Upah Rendah di Perkebunan

Sejak tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda menerapkan sistem Politik Pintu Terbuka (Open Door Policy). Kebijakan ini membuka Hindia-Belanda bagi pengusaha swasta-asing untuk menanamkan modal dan membuka perusahaan.

Sistem Politik Pintu Terbuka ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang (UU) Agraria (Agrarische Wet) 1870 dan Undang-Undang Gula (Suiker Wet). Dua UU itu menjadikan Hindia Belanda pusat perkebunan penting dalam perdagangan ekonomi dunia.

Namun, rakyat bumiputra yang dahulunya tersiksa dengan tanam paksa, harus mengalami derita yang lain karena dipaksa bekerja di perkebunan besar. Hingga pertengahan Abad 20, tumbuh banyak perkebunan kopi, teh, tebu, kina, kelapa, cokelat, tembakau, hingga kelapa sawit di Hindia Belanda.

Ketika banyak pengusaha swasta membangun perusahaan di nusantara, rakyat Indonesia beralih menjadi buruh yang dipaksa bekerja habis-habisan dengan upah rendah. Makanan dan kesehatan mereka tidak terjamin, begitu pula dengan kesejahteraannya. Sistem memang berganti sejak pertengahan Abad 19, tapi kemiskinan tetap saja menjadi wajah sehari-hari rakyat Indonesia di bawah penjajahan Belanda.

Baca juga artikel terkait PENJAJAHAN BELANDA atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Dampak Penjajahan Belanda di Indonesia lengkap dalam berbagai bidang, baik positif dan negatif. Penjajahan bangsa Belanda berlangsung dari abad ke 17 sampai ke 20, dimulai dari sebuah kongsi dagang bernama VOC, kemudian penjajahan dilanjutkan saat pemerintah Hindia Belanda dengan beberapa kebijakan seperti Sistem Tanam Paksa (1830-1870), Kebijakan Pintu Terbuka (1870-1900) dan Politik Etis (1901 sampai 1942).

Kolonialisme Belanda di Indonesia hanya mencakup beberapa daerah, artinya tidak seluruh wilayah Nusantara berhasil dikuasai. Sebagai contoh salah satunya seperti daerah Buton di Sulawesi Tenggara. Penjajahan Belanda selama kurang lebih 3 abad menimbulkan pengaruh yang cukup besar, antara lain di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.

Sedikit mengulas pembahasan sebelumnya terkait dengan latar belakang dan tujuan kedatangan bangsa Belanda di Indonesia. Masuknya Belanda ke Nusantara pertama kali dimulai pada abad ke 17. Saat itu 4 buah kapal Belanda yang dipimpin oleh Cornelis De Houtman berhasil sampai di Banten, melalui rute Pantai Barat Afrika - Tanjung Harapan - Samudra Hindia - Selat Malaka. Tujuan kedatangan Belanda antara lain : untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah baru dan misi 3G (gold, glorym, gospel).

Apakah yang dirasakan bangsa Indonesia akibat penjajahan kolonial?
Foto by : https://connecticutreview.files.wordpress.com

Berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi ketika Belanda menyerah tanpa syarat kepada pihak Jepang pada tanggal 9 Maret 1942. Yaitu melalui perundingan di Kalijati antara pihak Jepang dan Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal Jonkeer Tjarda van Starkhenborg dan Letjen Hein ter Poor. Selengkapnya : Tujuan Dibentuknya VOC di Indonesia

Saat itu, Letjen Imamura (Jepang) menyatakan bahwa pihak Belanda harus menyerah tanpa syarat, atau jika tidak seluruh pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya akan dimusnahkan. Kemudian penandatanganan dilakukan pada hari itu juga oleh perwakilan Belanda. Maka, berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia. Lalu, apa saja dampak penjajahan Belanda? simak penjelasan dibawah ini dengan teliti.

Dampak negatif bidang politik penjajahan Belanda yaitu mempengaruhi jalannya kekuasaan kerajaan atau pemerintahan pribumi, bahkan wilayah kerajaan diambil alih, duduki, dipersempit, dan sebagian hancur karena ulah kolonial Belanda.

Sementara itu, dampak positifnya saat pelaksanaan politik etis banyak bermunculan tokoh pelajar berpendidikan yang kemudian pada masa pergerakan nasional memperjuangkan status kemerdekaan Indonesia. Jika tertarik, baca juga artikel menarik ini : Partai Politik Pada Awal Kemerdekaan.

Dampak negatif bidang ekonomi penjajahan belanda yaitu menjadikan para pengusaha pribumi seperti aparatur pemerintah kolonial, mereka tidak dapat penghasilan sebesar sebelumnya karena harus membayar upeti. Penghasilan mereka diganti dengan gaji menurut ketentuan yang berlaku. Sementara itu, dampak negatif bagi petani adalah mereka dipaksa menanam tanaman yang sudah ditentukan dengan harga sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan penurunan penghasilan, berdampak pada penurunan hasil kerajinan tangan yang sebelumnya ramai diperjualbelikan.

Dampak positif bidang ekonomi khususnya dalam hal pertanian adalah petani lokal (pribumi) mengenal jenis-jenis tanaman rempah-rempah yang laku di pasar internasional, seperti lada, merica, kopi dan lain-lain. Pengaruh positifnya tentu sangat sedikit bila dibandingkan kerugian ekonomi yang diterima masyarakat saat itu. Referensi tambahan, baca juga:

Dampak negatif bidang sosial masa penjajahan Belanda sangat buruk bagi kaum penguasa pribumi yang semula memiliki kedudukan tinggi kemudian berganti menjadi aparatur pegawai pemerintah Belanda dengan gaji kecil.

Derajat mereka pun turun dihadapan masyarakat pribumi, kedudukannya pun tidak dihormati oleh pemerintah kolonial, hanya dianggap sebagai pembantu dalam melaksanakan tugas yang sudah ditentukan. Kehidupan bermasyarakat dibagi menjadi stratifikasi sosial, sebagai berikut :

  • Kelas 1 (atas) : Bangsa barat (Belanda dan Eropa lainnya).
  • Kelas 2 (menengah) : Orang Timur Asing seperti India, Cina dan Arab.
  • Kelas 3 (rendah) : Masyarakat Pribumi, pegawai tinggi pemerintah, pedagang kecil, petani dan pegawai rendahan.

Baca: Sejarah Dinasti Chou di China

Datangnya bangsa Belanda membuat budaya barat sangat berkembang dikalangan masyarakat saat itu. Beberapa perubahan contohnya seperti tata cara kehidupan, bahasa, cara bergaul dan cara berpakaian. Perubahan ini terus berkembang dikalangan keraton dan masyarakat yang kemudian mengakibatkan tradisi di dalam keraton semakin terkikis.

Selain itu, meluasnya pengaruh agama kristen juga semakin terasa di kerajaan maupun masyarakat biasa. Nilai positif yang dapat diambil adalah memperkaya kebudayaan Indonesia dan memahami nilai-nilai budaya asing. Intinya dapat memilah-milah mana yang baik dan buruk. Baca: Pengaruh Tradisi Hindu Budha di Indonesia

Apakah yang dirasakan bangsa Indonesia akibat penjajahan kolonial?

Dampak negatifnya yaitu tidak semua rakyat pribumi mendapatkan jatah pendidikan, hanya masyarakat tertentu (memiliki jabatan) yang dapat merasakan pendidikan. Contohnya seperti keturunan bangsawan, keturunan raja dan pengusaha kaya.

Pemerintah Kolonial menyusun kurikulum pendidikannya sendiri dan tidak menyesuaikan dengan keadaan. Salah satu mata pelajaran yang diutamakan adalah bahasa Belanda, dengan tujuan dan kepentingan untuk menghasilkan pegawai pemerintah yang terampil, terdiri, seta upah murah. Baca juga: Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Share ke teman kamu:

Tags :

Related : 10 Dampak Penjajahan Belanda di Indonesia Berbagai Bidang (Positif dan Negatif)