Admin bpbd | 08 Mei 2014 | 19445 kali Show
Tsunami Tsunami (bahasa Jepang: tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami. geologi, geografi, dan oseanografi pada masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik". Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008. Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.
Indonesia sebagai sebuah negara, memiliki lokasi yang dilalui oleh tiga lempeng sekaligus yang saling bergerak ke arah yang berbeda. Indo-Australia yang bergerak secara aktif ke arah utara, sedangkan Eurasia dan Pasifik yang bergerak menuju arah barat. Dengan melihat adanya sebuah pergerakan lempeng ke arah yang berbeda tersebut, menyebabkan Indonesia memiliki potensi gempa bumi yang cukup tinggi. Tak jarang, apabila gempa mencapai kekuatan hingga mencapai lebih dari 6,5 SR dan kedalaman pusat gempa mencapai lebih dari 60 KM, tak jarang akan menyebabkan bencana susulan setelahnya yang dapat disebut dengan tsunami. Tsunami merupakan sebuah kata yang berasal dari jepang yang berarti tsu = Pelabuhan dan nami = gelombang. Secara keseluruhan, tsunami merupakan sebuah gelombang laut yang ditimbulkan oleh gempa tektonik di bawah laut, adanya sebuah letusan gunung berapi di laut, hingga adanya longsoran di laut. Meski tsunami di Indonesia merupakan salah satu bencana yang jarang terjadi, namun dengan melihat posisi dan juga kondisi kemaritiman Indonesia, Tsunami masih menjadi sebuah bencana yang terus menghantui, karena bencana tsunami tersebut bisa saja terjadi kapanpun, selama penyebab seperti gempa, letusan gunung serta longsoran yang terjadi didalam laut memiliki kekuatan yang cukup tinggi untuk menggerakan gelombang laut menuju daratan. Dengan demikian, masyarakat diharapkan terus waspada dan memperhatikan arahan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ketika adanya gempa bumi yang terjadi di wilayah khususnya daerah pesisir yang memiliki potensi tsunami yang cukup tinggi. Sumber : 1. https://kkp.go.id/djprl/jaskel/artikel/16417-leaflet-dan-poster-mitigasi-tsunami
indonesia merupakan negara yang terletak di antara dua Benua yakni Asia dan Australia dan antara dua Samudera yakni Pasifik dan Hindia sehingga menjadi zona pertemuan lempeng dunia. Hal ini yang menjadi penyebab kenapa Indonesia memiliki banyak gunung terutama yang berstatus masih aktif. Setiap tahun lempeng terus bergerak aktif, saling menjauhi ataupun saling menabrak satu sama lain dan terus terjadi dalam kurun waktu jutaan tahun. Pada jaman dahulu, banyak orang yang beranggapan bahwa tsunami merupakan salah satu wujud gelombang pasang yang terjadi dalam skala besar, namun saat ilmu pengatahun sudah semakin berkembang khususnya dibidang Oseanografi, anggapan tersebut terbukti keliru dan tidak sesuai lagi. Memang secara penampakan tsunami mirip dengan gelombang pasang yakni air naik ke daratan, namun terdapat perbedaan yang begitu mencolok yakni gelombang pasang terjadi secara perlahan dan bertahap sehingga tidak merusak, sedangkan tsunami bersifat sebaliknya.Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tsunami seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Gempa bumi di bawah laut Hampir 90 persen peristiwa tsunami di dunia disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi di bawah laut. Gempa bumi yang terjadi di bawah laut akan menimbulkan banyak getaran yang akan mendorong timbulnya gelombang tsunami. Gempa bumi yang terjadi di bawah laut ini adalah jenis gempa tektonik yang timbul akibat adanya pertemuan atau tubrukan dari lempeng tektonik. Namun, perlu kamu ketahui bahwa tidak semua gempa bumi bawah laut akan menimbulkan tsunami. Gempa bawah laut yang dapat menyebabkan tsunami hanya jika pusat gempa kurang dari 30 km di bawah permukaan laut, gempa minimal berkekuatan 6,5 skala richter, dan pola gempa adalah pola sesar naik atau turun. Jika ciri-ciri ini muncul maka kamu sudah wajib siaga akan datangnya tsunami. 2. Letusan gunung berapi Letusan gunung berapi, baik itu di atas atau di bawah laut dapat menjadi penyebab tsunami. Nah, faktor inilah yang menjadi penyebab tsunami di Banten lalu, Squad. Erupsi dari Gunung Anak Krakatau diduga menjadi penyebab tsunami yang mengakibatkan gelombang air laut naik. Namun, gunung berapi yang dapat menyebabkan tsunami hanya jika kekuatan getarannya cukup besar. Efek getaran dari gunung berapi tersebut setara dengan gempa tektonik di bawah laut, lho. Indonesia sendiri merupakan negara dengan banyak gunung api sehingga dijuluki Ring of Fire. 3. Longsor bawah laut Tahukah kamu bahwa di dasar laut terdapat struktur yang mirip dengan daratan seperti bukit, lembah, dan cekungan yang bisa longsor sewaktu-waktu? Tsunami yang disebabkan oleh longsor di bawah laut dinamakan Tsunamic Submarine Landslide. Longsor bawah laut ini biasanya disebabkan oleh gempa bumi tektonik atau letusan gunung bawa laut. Getaran kuat yang ditimbulkan oleh longsor kemudian bisa menyebabkan terjadinya tsunami. Selain itu, tabrakan lempeng di bawah laut ini juga bisa menyebabkan terjadinya longsor. 4. Hantaman meteor Penyebab yang satu ini memang jarang sekali terjadi dan bahkan belum ada dokumentasi yang menyebutkan adanya tsunami akibat hantaman meteor. Namun, hal ini mungkin saja terjadi Squad. Sebuah simulasi dari komputer canggih menampilkan bahwa apabila ada meteor besar dengan diameter lebih dari 1 km, maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat. Efeknya sama seperti saat bola atau benda berat menghantam air yang berada di sebuah kolam atau bak air. Squad, itulah tadi empat faktor yang dapat menjadi penyebab tsunami. Terjadinya tsunami sebenarnya dapat diprediksi dengan melihat tanda-tanda seperti air laut yang surut, perilaku hewan yang tidak biasa atau aneh, hingga suara gemuruh dari dasar laut. Jika tanda-tanda ini muncul maka kamu harus waspada dan segera mengambil tindakan yang tepat. sumber : ruang guru
Salah satu bencana alam yang paling sering melanda kawasan ring of fire seperti Indonesia, Papua Nugini, Filipina, Jepang, India, Maladewa, dan Australia adalah tsunami. Bukan tanpa alasan, sebab kawasan tersebut berpotensi besar mengalami gempa tektonik dan gempa vulkanik. Perlu kita ketahui, kedua jenis gempa tersebut dapat memicu tsunami jika terjadi di laut. Tsunami menjadi ancaman bencana paling mengerikan di Indonesia sejak menerjang Aceh pada tahun 2004 silam. Belum lagi tsunami lain setelah itu, termasuk yang terjadi di Palu pada tahun 2018 lalu. Ketakutan masyarakat terhadap bencana ini sangat tinggi, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat mengerikan. Pengertian TsunamiSecara sederhana tsunami dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika gelombang air laut naik dan menerjang daratan. Kejadian ini bisa disebabkan oleh banyak hal, termasuk letusan gunung berapi serta gempa bawah laut. PixabayMeski begitu, menurut para ahli ada banyak pengertian tentang tsunami secara lebih detail, antara lain: 1. Pengertian Secara EtimologiTsunami sebenarnya berasal dari kosakata bahasa Jepang yang kemudian diadopsi dan digunakan oleh seluruh masyarakat dunia. Adapun kosakata tersebut adalah ‘tsu’ yang artinya ‘pelabuhan’ dan ‘nami’ yang artinya ombak. Penggunaan kata tersebut merujuk pada kebiasaan orang Jepang yang datang ke pelabuhan setelah terjadinya tsunami. 2. Pengertian Menurut Para AhliMenurut Simandjuntak (1994), tsunami adalah satu dari sekian kejadian alam yang ditandai dengan pasangnya air laut dalam skala besar dan terjadi secara mendadak, kejadian ini biasa terjadi setelah adanya goncangan gempa bumi tektonik. Gelombang air laut yang dihasilkan mampu menghancurkan area pemukiman di sekitar pantai. Sementara itu, Djunire (2009) juga menyebutkan bahwa tsunami adalah salah satu jenis bencana alam yang kerap terjadi di kawasan Indonesia. Menurutnya tsunami merupakan gelombang besar yang terjadi akibat adanya gempa bumi di bagian dasar samudera, letusan gunung api, serta longsoran massa batuan di sekitar kawasan basin samudera. Sedangkan menurut Sudrajat (1994), tsunami yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan terjadinya perubahan bentuk di dasar laut dalam secara cepat yang diakibatkan oleh berbagai faktor geologi. Faktor-faktor tersebut dapar berupa adanya letusan gunung berapi dan juga gempa bumi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG (2006) juga menjelaskan bahwa pengertian tsunami adalah bencana alam berupa gelombang laut yang diakibatkan oleh gempa bumi di dasar laut dan memiliki kemampuan untuk menjalar dengan kecepatan tinggi, bahkan kecepatannya bisa melebihi 900 km/jam. Sejarah TsunamiMenurut Badan Meteorologi dan Geofisika, penggunaan istilah tsunami baru mulai dikenal dunia setelah gempa besar mengguncang Jepang pada tanggal 15 Juni 1896. Akibat dari gempa tersebut adalah naiknya gelombang tsunami yang menewaskan kurang lebih 22.000 jiwa serta menghancurkan area pantai timur Honshu sejauh 280 kilometer. Sebenarnya tidak ada sejarah pasti yang mengisahkan tentang awal mula bencana tsunami. Akan tetapi sejauh sejarah pengetahuan, Jepang adalah negara yang paling sering mengalami gempa dan tsunami. Jadi sejarah munculnya tsunami selalu merujuk kepada negara matahari terbit tersebut, apalagi didukung dengan asal usul istilah tsunami itu sendiri. Walau banyak negara lain yang juga telah mengalami tsunami sejak lama, termasuk Indonesia. Namun nenek moyang pada masa itu belum mengenal istilah tsunami sampai terjadinya bencana di Jepang tahun 1896. Sebagai contoh, masyarakat Sulawesi Tengah sering menyebut kejadian tersebut sebagai ‘air laut berdiri’. Di Indonesia, tsunami diperkirakan pertama kali terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 1618. Sejak saat itu jumlah tsunami yang terjadi di Indonesia terus bertambah dan sepanjang tahun 1600 hingga 2018 setidaknya Indonesia telah mengalami tsunami lebih dari 110 kali. Hal berbeda justru diungkapkan oleh Badan Sains Amerika Serikat dalam hal ini National Oceanic Atmospheric Administration atau NOAA. Menurut badan tersebut, tsunami pertama di Indonesia terjadi pada tahun 416 dan sejak saat itu hingga akhir Desember 2018 tercatat sudah ada 246 kali tsunami terjadi. Meski ada beberapa pernyataan berbeda mengenai sejarah tsunami di Indonesia, tetapi dapat dipastikan bahwa bencana alam tersebut dipicu oleh gempa dan letusan gunung berapi. Disebutkan bahwa kira-kira 90% tsunami terjadi akibat gempa tektonik, 9% diakibatkan oleh letusan gunung berapi, dan 1% disebabkan tanah longsor. Karakteristik TsunamiPembahasan mengenai tsunami tidak akan lepas dari ombak yang terjadi di lautan. Sebab baik tsunami ataupun ombak, keduanya sama-sama menunjukkan kejadian berupa gelombang air laut. Akan tetapi pada keduanya ada perbedaan, di mana ombak merupakan kejadian normal dan tsunami adalah bencana. Ombak adalah gelombang air laut yang terjadi karena adanya tiupan angin, sementara tsunami adalah gelombang air laut yang disebabkan oleh adanya aktivitas geologi bumi. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari gelombang tsunami berdasarkan pengamatan dari bencana tersebut, yaitu:
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menjelaskan bahwa karakteristik tsunami dipengaruhi oleh kedalaman gempa, panjang gelombang tsunami, dan juga kecepatan gelombang. Berikut ini adalah hubungan dari ketiga hal tersebut, yakni:
Jenis TsunamiJenis-jenis tsunami dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek eksternal, seperti waktu terjadinya dan penyebabnya. Secara umum tsunami disebabkan oleh dua hal, yaitu gempa tektonik dan gempa vulanik yang terjadi pada struktur geologi bumi. Meski begitu, ada lima jenis tsunami yang paling umum diketahui, yaitu sebagai berikut: 1. Tsunami LokalTsunami lokal adalah jenis tsunami yang berkaitan dengan episentrum gempa yang terjadi di sekitar area pantai. Dengan begitu waktu tempuh yang diperlukan dari titik kejadian hingga tiba di bibir pantai sekitar 5-30 menit. Umumnya gempa lokal berdampak cukup besar, karena gelombangnya sangat terasa meski telah mencapai area daratan. Selain tsunami lokal biasanya terjadi dalam jarak yang cukup dekat dari titik pemicu tsunami. Misalnya terjadi di area pesisir pantai atau sekitar 100 kilometer dari titik tsunami. Pemicu tsunami ini biasanya adalah gempa bumi dan longsor di bawah laut akibat erupsi gunung berapi. Durasi yang singkat membuat orang akan kesulitan menyelamatkan diri. 2. Tsunami RegionalTsunami regional adalah jenis tsunami yang 10 kali lebih besar dari tsunami lokal. Jarak yang bisa dicapai oleh tsunami jenis ini kurang lebih 100 hingga 1.000 kilometer dari titik terjadinya. Biasanya waktu yang dibutuhkan gelombang mencapai daratan cukup lama. Setidaknya perlu satu hingga tiga jam untuk menggulung daratan. Dengan begitu orang-orang memiliki cukup waktu untuk menyelamatkan diri setelah ada informasi. Hanya saja jarak tempuh tsunami yang mencapai 1.000 kilometer nyaris mustahil untuk dicapai dalam waktu tiga jam. Jadi lebih baik segera mencari tempat tinggi untuk berlindung. 3. Tsunami JarakTsunami jarak juga biasa disebut sebagai ocean wide tsunami atau tele tsunami merupakan tsunami desktruktif. Artinya jarak tempuh yang bisa dicapai terhitung dari titik tsunami bawah laut melebihi 1.000 kilometer. Dengan begitu setidaknya butuh waktu tiga jam untuk tiba di daratan. Meski begitu, nyaris mustahil untuk menyelamatkan diri dari bencana alam ini. Jenis ini merupakan yang paling sering terjadi di kawasan pantai yang langsung bertemu dengan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Misalnya wilayah Indonesia yang bertemu langsung dengan samudera menjadi salah satu negara langganan tsunami. 4. Tsunami MeteorologiTsunami meteorologi juga biasa disebut meteo-tsunami atau tsunami atmosfer merupakan suatu fenomena alam yang menyerupai tsunami. Hanya saja tsunami ini disebabkan oleh adanya gangguan pada atmosfer atau meteorologis seperti gelombang gravitasi atmosfer, lompatan tekanan, angin topan, saluran depan badai, dan sebagainya. Skala spasial dan skala temporal yang dihasilkan oleh tsunami meteorologi sama dengan tsunami pada umumnya dan dampaknya juga bisa sampai menghancurkan pesisir pantai. Apalagi pesisir yang berada di teluk atau ceruk dengan amplifikasi kuat. Sebenarnya fenomena ini juga dikenal dengan sebutan rissaga. 5. MicrotsunamiMicrotsunami adalah jenis tsunami yang berukuran sangat kecil, sehingga akan sulit untuk diketahui dengan mata telanjang atau visual. Meski begitu tsunami juga cukup berbahaya karena sulit terdeteksi. Dibutuhkan alat tertentu jika ingin mendeteksi keberadaan microtsunami. Penyebab Terjadinya TsunamiSeperti telah disebutkan, penyebab utama tsunami adalah gempa vulkanik dan gempa tektonik. Akan tetapi kebanyakan gempa yang terjadi disebabkan oleh adanya gempa tektonik di bawah laut. Berikut ini adalah beberapa syarat yang berpotensi tsunami menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, yaitu:
Badan Meteorologi dan Geofisika (2010) mempunyai pendapat yang sedikit berbeda mengenai kekuatan gempa dan kedalaman yang memicu tsunami. Kekuatan gempa yang memicu tsunami adalah melebihi 7.0 Skala Richter dan kedalaman pusat gempa di bawah laut tidak mencapai 70 kilometer, serta ada deformasi vertikal yang terjadi di dasar laut. Sementara itu, King (1972) dan Anhert (1996) sependapat mengenai faktor yang memicu terjadinya tsunami. Menurut keduanya, ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab bencana alam ini, yaitu:
Dampak TsunamiBencana tsunami sudah dipastikan berdampak buruk untuk kondisi alam, khususnya kawasan pantai. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya kerusakan material, melainkan juga selalu memakan korban jiwa. baca juga: Air Tanah - Pengertian, Sumber, Jenis & Manfaat busy.orgBerikut ini adalah beberapa dampak yang diakibatkan oleh tsunami, antara lain:
Tsunami di IndonesiaIndonesia adalah negara ketiga sebagai kawasan rawan terhadap bencana tsunami setelah Jepang di urutan pertama dan Amerika Serikat di urutan kedua. Ketiga negara tersebut rawan karena dilalui oleh ring of fire atau cincin api. Selain itu Indonesia diapit tiga lempeng aktif, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Ketiga lempeng tersebut mengakibatkan risiko terjadinya gempa dan tsunami di Indonesia semakin meningkat. Beberapa kawasan yang rawan gempa dan tsunami di Indonesia adalah bagian barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, utara Papua, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan timur Pulau Kalimantan. Menurut Yulianto (2008), Indonesia setidaknya mengalami gempa bumi rata-rata sebanyak 15 kali dalam satu hari. Gempa tersebut ada yang berpotensi tsunami dan ada juga yang tidak. Selama setahun terjadi kurang lebih satu kali tsunami di Indonesia. Berikut ini adalah daftar tsunami di Indonesia dari tahun 1961 hingga 2018, yaitu:
Tsunami TerdahsyatAda lima bencana tsunami paling dahsyat yang terjadi di Indonesia, yaitu tsunami Selat Sunda tahun 1883, tsunami Flores tahun 1992, tsunami Aceh tahun 2004, tsunami Pangandaran tahun 2006, dan tsunami Palu tahun 2018. Tiga dari tsunami tersebut bahkan juga masuk ke dalam 5 tsunami terdahsyat yang ada di dunia hingga tahun 2018. Pixabay1. Tsunami Selat SundaTsunami Selat Sunda terjadi sudah cukup lama, yaitu pada tahun 1883 yang diakibatkan oleh letusan Gunung Krakatau. Tsunami ini menerjang Pulau Jawa dan Pulau Sumatera serta memakan korban jiwa sebanyak 36.000 jiwa. Ketinggian gelombangnya sangat fantastis karena mencapai 41 meter dan menjadi salah satu pemicu menurunnya populasi badak bercula satu. baca juga: Hari Pariwisata Sedunia - 27 September 2. Tsunami FloresTsunami Flores pada tahun 1992 juga tercatat sebagai tsunami paling dahsyat di Indonesia. Bencana ini disebabkan oleh gempa berkekuatan 7,8 SR dan gelombang yang terjadi menerjang berbagai daerah selain Flores. Ketinggian gelombang di Flores memang hanya 1,8 meter, tetapi di daerah lain berkisar antara 2 meter, 3 meter, 5 meter, 7 meter, dan 12 meter. 3. Tsunami AcehTsunami Aceh pada tahun 2004 dikenal sebagai tsunami paling dahsyat di dunia yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,3 SR yang disebut setara bom dengan bobot 100 giga ton. Gempa tersebut berpusat pada kedalaman 30 kilometer di bagian bawah kerak bumi. Gempa ini mengakibatkan lempeng Australia dan lempeng Hindia menyeret lempeng Eurasia. Akibatnya, sebagian lempeng Eurasia masuk ke bagian dalam melalui pergerakan tektonik lempeng. Tidak sampai itu, pergeseran lempeng tersebut secara mendadak menyebabkan salah satu lempeng bergerak ke atas, sehingga terjadilah gelombang tsunami di pantai yang berbatasan dengan selat Hindia seperti Myanmar, Maladewa, dan Aceh. 4. Tsunami PangandaranTsunami Pangandaran, Jawa Barat tahun 2006 juga tercatat sebagai tsunami paling dahsyat di dunia dengan pusat gempa di Samudera Hindia atau sekitar 225 kilometer dari arah barat daya Pangandaran. Ketinggian tsunami tersebut adalah 5 meter dan kerusakannya mencapai sebagian wilayah Jawa Tengah. 5. Tsunami PaluTsunami di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah baru terjadi pada tahun 2018 lalu, tetapi juga menjadi salah satu bencana tsunami terbesar di dunia. Tsunami ini menjadi sangat parah karena juga terjadi bersamaan dengan likuifikasi atau pergerakan tanah di Petobo yang menyebabkan ratusan nyawa hilang begitu saja. Mitigasi BencanaMitigasi merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kerusakan termasuk yang diakibatkan bencana alam. Mitigasi bencana alam dapat dilakukan setelah melakukan serangkaian analisis terhadap resiko bencana, sehingga dapat dilakukan perencaan mitigasi. Sementara itu, menurut Ihsan (2017) yang dimaksud mitigasi adalah seluruh tindakan yang dimaksudkan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Tindakan tersebut diterapkan sebelum terjadinya bencana yang meliputi kesiapan menghadapi serta upaya pengurangan resiko untuk jangka panjang. Secara umum ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan mitigasi bencana, khususnya bencana tsunami. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan fisik dan pendekatan non fisik, yaitu: 1. Pendekatan Mitigasi FisikPendekatan fisik terhadap mitigasi bencana dilakukan dengan menerapkan upaya yang berfisat struktural, non-struktural, serta gabungan antara keduanya. Pemilihan upaya tersebut sangat bergantung pada keadaan fisik tata ruang, pantai, tata guna lahan, dan juga modal yang ada. Ada beberapa cara untuk melakukan mitigasi fisik, yaitu sebagai berikut: a. Pendekatan Non Struktural dengan Sabuk Hijau atau Green Belt Pendekatan non struktural dengan memanfaatkan sabuk hijau artinya upaya perlindungan area pantai dengan memanfaatkan vegetasi yang memang berhabitat di sekitar pantai. Beberapa vegetasi tersebut adalah pohon api-api, cemara laut, bakau, dan nipah. Hutan mangrove juga dipercaya sangat efektif untuk meredam gelombang tsunami. Syarat teknis yang harus dipenuhi oleh vegetasi untuk bisa meredam gelombang adalah lebar hutan bakau terhitung dari area pantai hingga ujung hutan mangrove yang tepat menghadap ke laut (B) dan panjang gelombang tsunami (L) yang dirumuskan sebagai B/L harus besar agar upaya mitigasi dapat berhasil dengan memanfaatkan sabuk hijau. b. Pendekatan Struktural dengan Peringatan Dini Peringatan dini merupakan salah satu bentuk pendekatan struktural dari mitigasi fisik. Artinya ketika terjadi gempa bumi di dasar laut yang berpotensi tsunami, maka akan segera dikeluarkan pemberitahuan dini untuk bersiap-siap. Ada banyak cara untuk mengeluarkan penyampaian ini baik dengan menggunakan lonceng, bel, atau sirine. Sehubungan dengan itu untuk bisa mendeteksi potensi terjadinya tsunami, maka diperlukan alat pendeteksi tsunami. Sistem dari peringatan dini ini memanfaatkan alat sensor yang akan mendeteksi satelit, receiver gelombang, dan kenaikan ketinggian air laut, serta langsung terkoneksi dengan alat untuk memberitahu adanya potensi tsunami. c. Bangunan Sipil untuk Menahan Tsunami Bangunan sipil yang berfungsi untuk menahan tsunami sudah diterapkan di negara Jepang yang memang langganan tsunami. Sementara di Indonesia belum ada bangunan sipil dengan manfaat seperti itu. Hanya saja kekurangan dari keberadaan bangunan sipil seperti ini adalah mengurangi nilai estetika dari pantai. d. Bangunan Sipil untuk Evakuasi Telah disebutkan sebelumnya bahwa waktu untuk menyelamatkan diri dari tsunami nyaris mustahil untuk dilakukan jika memang sedang berada di sekitar pantai. Oleh sebab itu di sekitar pantai harus ada bangunan sipil yang bisa dimanfaatkan untuk evakuasi apabila ada ancaman tsunami. Lokasi evakuasi wajib berada di atas lahan dengan ketinggian tertentu dan dilengkapi bangunan yang memiliki ketahanan baik terhadap getaran gempa dan gelombang, serta akses menuju lokasi evakuasi tersebut mudah untuk dijangkau, khususnya bagi orang-orang yang ada di sekitar pantai. Akan tetapi jika pemukiman penduduk kebetulan tidak berada di wilayah dataran yang elevasinya tinggi, maka pada saat itulah diperlukan bangunan sipil yang memang difungsikan sebagai tempat evakuasi. Bangunan tersebut setidaknya bisa mengurangi kuantitas korban tsunami apabila proses evakuasi ke tempat tinggi berjalan lambat. 2. Pendekatan Mitigasi Non FisikMitigasi bencana melalui pendekatan non fisik dilakukan dengan tiga tahap, yaitu pemetaan, sosialisasi, dan simulasi. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui sejauh apa tingkat kerawanan suatu daerah terhadap bencana tsunami. Setelah itu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan tersebut. Ada lima poin penting yang harus ada dalam sosialisasi kepada masyarakat mengenai bencana tsunami yaitu pengertian tsunami, faktor-faktor yang menyebabkan tsunami terjadi, gejala akan terjadinya tsunami, dampak yang ditimbulkan dari tsunami, serta bagaimana upaya penyelamatan diri dan evakuasi ketika tsunami terjadi. Setelah dilakukan sosialisasi, maka perlu diadakan simulasi yang dimaksudkan supaya masyarakat tidak langsung panik ketika ada informasi akan terjadi bencana. Melakukan simulasi juga dapat membantu masyarakat untuk lebih terbiasa mengadapi keadaan genting, sehingga apabila benar-benar terjadi mereka sudah paham yang harus dilakukan. |