Apakah ppnbm termasuk harga perolehan

PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP.

Harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki kewajiban untuk membayar pajak dan menyetorkannya ke kas negara.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
  2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
  3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
  4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
  5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Undang-Undang yang mengatur PPN

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000

Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk  masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.

  1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (PERUBAHAN PADA UU CIPTA KERJA)

Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM. Untuk melengkapi kekurangan pada UU PPN sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Meski ketentuan baru tentan PPN ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klater perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih berlaku.

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya juga akan ada objek yang dibebaskan dari pengenaan pajak.

Berikut adalah objek PPN dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam daftar negatif list PPN:

1. Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  • Impor Barang Kena Pajak.
  • Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  • Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  • Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
  • Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.

2. Daftar Negatif List PPN atau Pengecualian PPN

Tidak semua barang atau jasa dikenakan PPN, ada sejumlah BKP/JKP yang masuk dalam daftar negatif list PPN alias tidak dikenakan PPN.

Pengecualian PPN ini dikenakan terhadap barang/jasa tertentu yang diatur dalam peraturan menteri keuangan sebagai berikut :

  1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu bara, gas bumi, dan lain-lain).
  • Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan lainnya).
  • Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.
  • Uang dan emas batangan.
  • Jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan dan sebagainya.

    b. Barang/Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negatif List PPN (Sembako Kena PPN)

     Seiring dengan rencana kenaikan tarif PPN 12%, dalam draft RUU KUP ini pemerintah juga akan mengeluarkan sejumlah barang/jasa yang bebas PPN menjadi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Apa saja barang/jasa yang bebas PPN ini akan dikenakan pajak pertambahan nilai?

Berikut adalah daftar barang/jasa yang dikeluarkan dari daftar negatif list PPN:

  1. Sembako/sembilan bahan pokok, seperti beras, gula konsumsi, dan lainnya
  1. Jasa Pendidikan

Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP)

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:

  1. Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.

  1. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

  1. Nilai Impor

Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.

  1. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

  1. Nilai Lain

Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:

  • Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual.
  • Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN).
  • Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
  • Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.

Tarif PPN dan Kenaikan Tarif PPN Terbaru 12%

Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:

  1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
  2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
  3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Jika mengacu pada RUU KUP yang tengah digodog antara pemerintah dan parlemen, maka dengan rencana kenaikan tarif pajak menjadi 12% ini masih di bawah dari ketentuan tarif PPN paling tinggi sebesar 15%

Rumus & Cara Perhitungan PPN

Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). ​Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh Kasus:

PT AAA  menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp25.000.000.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT AAA.

PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)

Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan Pajak yang dikenakan selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan barang-barang yang tergolong sebagai barang mewah. PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak ini merupakan pajak yang dikenakan oleh Pemerintah untuk menjalankan fungsi keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi, serta pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Sederhananya, jika Anda memiliki penghasilan yang tinggi, otomatis Anda juga harus membayar pajak lebih tinggi.

Tujuan Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan mengapa pemerintah menganggap pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sangat penting. Berikut penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN No. 42 TAHUN 2009:

  • Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
  • Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah;
  • Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
  • Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

Apa Saja Barang yang Dikenakan Pajak?

Pada 1 Maret 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan terhadap beberapa barang berikut:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKP tergolong mewah di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
  2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP Mewah dilunasi oleh importir bersamaan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 impor.

Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah lainnya adalah:

  • Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
  • Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
  • Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
  • Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
  • Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

Mekanisme Pengenaan PPnBM

Mekanisme pengenaan PPnBM sedikit berbeda dengan PPN. Mekanisme pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan faktur pajak sebagaimana diisyaratkan dalam pemungutan PPN. Hanya saja, bagi PPnBM tidak dikenal istilah pajak masukan, sehingga tidak dikenal sistem pengkreditan seperti dalam PPN.

Berapa Tarif PPnBM?

Pengenaan tarif Barang Kena Pajak tergolong mewah digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut ini:

  1. Tarif 10% = Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
  2. Tarif 20% = Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang
  3. Tarif 25% = Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya combi, pick up, dan minibus.
  4. Tarif 35% = Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal, bus, dan barang pecah belah

Cara Menghitung PPnBM

Bisnis barang mewah seperti barang elektronik, mobil, gadget, dan sebagainya sedang berkembang pesat di Indonesia. Sebagai pelaku bisnis, Anda wajib memahami cara perhitungan pajak barang mewah ini. Cara menghitung Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang sebagai berikut:

PPnBM terutang = DPP PPnBM X tarif pajak

Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP tergolong mewah = 0%.

Contoh kasus:

Harga jual sedan diesel 1800 cc oleh PKP

Produsen                                                          = Rp260.000.000,00

PPN (10% X Rp260 juta)                                   = Rp  26.000.000,00

PPnBM (40% X Rp260 juta)                               = Rp104.000.000,00

Total Harga jual termasuk PPN dan PPnBM          = Rp390.000.000,00

Perhatikan bahwa DPP PPnBM = DPP PPN

PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak yang dikenai pajak Undang-Undang PPN 1984 atau sekarang sudah berubah menjadi Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 (menurut perubahan pada UU Cipta Kerja)

Kewajiban pengusaha kena pajak :

  1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak
  2. Memungut PPN & PPnBM yang terutang
  3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
  4. Melaporkan perhitungan pajak

Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :

  1. Pengusaha Kecil dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto dalam satu tahun tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
  2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang/jasa yang tidak dikenakan PPN

PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK

Adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang mempunyai pengertian sebagai berikut :

  1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
  2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli/sewa guna usaha (leasing)
  3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
  4. Pemakaian sendiri/pemberian cuma-cuma atas BKP
  5. BKP berupa persediaan/aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
  6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya/penyerahan BKP antar cabang
  7. Penterahan BKP secara konsinyasi
  8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan

FAKTUR

Adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP.

Faktur pajak dibuat pada :

  1. Saat penyerahan BKP/JKP
  2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP
  3. Saat penerimaan pembayaran termin
  4. Saat lain yang diatur/berdasarkan peraturan menteri keuangan

SPT Masa PPN

Merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang.

Fungsi dari SPT Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun juga dapat digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut.

Kewajiban Melapor SPT Masa PPN

SPT Masa PPN harus dilapor setiap bulannya, walaupun tidak ada perubahan neraca, atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0). Jatuh tempo pelaporan adalah pada hari terakhir (tanggal 30 atau 31) bulan berikutnya setelah akhir masa pajak yang bersangkutan.

Kecuali di bawah kondisi tertentu seperti yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan PER-80/PMK.03/2010, maka tanggal jatuh tempo bukanlah pada akhir bulan berikut setelah akhir masa pajak yang bersangkutan. Gagal melaporkan akan berakibat denda sebesar Rp 500.000,00 (UU KUP Pasal 7 ayat 1).

Tahapan cara lapor SPT Masa PPN melalui aplikasi e-Faktur versi 3.0 :

  • Masuk ke e-Faktur web DJP di https://web-efaktur.pajak.go.id/
  • Masuk ke database SPT
  • Pilih SPT Masa PPN yang akan dilaporkan

CONTOH KASUS       

PT A merupakan produsen mobil. Dalam menghasilkan mobil, PT A juga membeli AC yang akan dipasang pada mobil yang dihasilkannya. Atas perolehan AC tersebut, PT A telah membayar PPnBM senilai Rp350.000. Kemudian, berapa besaran PPN dan PPnBM yang seharusnya dibayarkan PT A?

Jawaban:
Apabila harga produksi mobil senilai Rp110.000.000 dan keuntungan yang diinginkan PT A senilai Rp40.000.000 maka harga jual mobil tersebut senilai Rp150.350.000. Dengan demikian, DPP atas mobil tersebut adalah senilai Rp150.350.000. Selanjutnya, tarif PPnBM atas mobil yang diproduksi oleh PT A ialah sebesar 20%.

Pajak yang terutang atas penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut.

Apakah ppnbm termasuk harga perolehan

Berdasarkan penghitungan di atas maka besaran PPN dan PPnBM adalah Rp15.035.000 dan Rp30.070.000.

Apakah PPnBM termasuk PPN?

PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan PPnBm adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PPN bisa disimpulkan sebagai pajak yang dikenakan pada pertambahan nilai karena munculnya pemakaian faktor-faktor produksi oleh pihak PKP (Pengusaha Kena Pajak).

Apa itu Biaya PPnBM?

PPnBM adalah pajak yang dikenakan selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan barang-barang yang tergolong mewah. Intinya, barang mewah yang kita beli ini kena pajak yang tergolong mewah.

Apa saja yang termasuk PPnBM?

Tarif PPnBM dibedakan berdasarkan golongan barang mewah, seperti jenis golongan dibawah ini:.
Golongan Barang dengan Tarif 10% ... .
2. Golongan Barang dengan Tarif 20% ... .
3. Golongan Barang dengan Tarif 25% ... .
4. Golongan Barang dengan Tarif 35% ... .
Golongan Barang dengan Tarif 40% ... .
6. Golongan Barang dengan Tarif 50%.

Bagaimana cara perhitungan PPnBM jika menjadi bagian dari harga?

Dalam hal penyerahan BKP tersebut juga terutang PPnBM dan telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP maka PPnBM dihitung dengan rumus tarif/(110+t) x harga atau pembayaran atas penyerahan BKP.