Tuliskan dan jelaskan tugas dan fungsi badan negara dalam prinsip trias politika

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai siapa yang mengemukakan konsep Trias Politica, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Trias Politica.

Apa Itu Trias Politica?

Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya politik tiga serangkai. Sederhananya, Trias Politica adalah konsep politik yang berarti pemisahan kekuasaan.

Menurut Wahyu Eko Nugroho dalam jurnalnya berjudul Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia, Trias Politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas (hal. 66).[1] Tujuannya untuk mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut.[2]

Konsep Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke, seorang filsuf Inggris yang kemudian Trias Politica dikembangkan oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul “L’Esprit des Lois”.[3]

Adapun konsep ini membagi suatu pemerintahan negara menjadi 3 jenis kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tanah air tercinta kita, Indonesia sebagai negara demokrasi termasuk salah satu negara yang menganut konsep ini.

Baca juga: Makna UUD 1945 sebagai Supreme Law

Penerapan Trias Politica di Indonesia

Berikut ini kami jelaskan satu per satu penerapan Trias Politica di Indonesia berdasarkan setiap pembagian kekuasaannya:[4]

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Terdapat 3 lembaga yang diberi kewenangan legislatif di Indonesia, antara lain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).[5]

Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan roda pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan ini dipegang oleh Presiden.[6]

Namun mengingat kegiatan menjalankan undang-undang tidak mungkin dijalankan seorang diri, oleh karenanya Presiden memiliki kewenangan untuk mendelegasikan tugas eksekutif kepada pejabat pemerintah lainnya yang turut membantu Presiden, yakni para menteri.

Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya[7] atau sederhananya adalah kekuasaan kehakiman.

Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Fungsi yudikatif di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).[8] Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi atau pengadilan negara terakhir dan tertinggi, yang salah satu fungsinya adalah untuk membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali.[9] Sementara salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah melakukan uji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.[10]

Baca juga: Langkah-langkah Memohon Judicial Review UU ke MK

Perlu diketahui, selain ketiga pembagian kekuasaan tersebut di atas, di Indonesia juga ada kekuasan eksaminatif sebagaimana diamanatkan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, yaitu sebagai kekuasaan yang berfungsi untuk memeriksa keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Baca juga: Beda Wewenang KY dan MA dalam Pengawasan Hakim

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Referensi:

  1. Efi Yulistyowati, dkk. Penerapan Konsep Trias Politica dalam Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial Budaya. Vol. 18, No. 2, Desember 2016;
  2. Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005;
  3. W. E. Nugroho. Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia. Gema Keadilan. Vol. 1, No. 1, Oktober 2014;
  4. Mahkamah Agung, Tugas Pokok dan Fungsi, yang diakses pada 23 Maret 2022, pukul 13.00 WIB;
  5. Mahkamah Konstitusi, Kedudukan dan Kewenangan, yang diakses pada 23 Maret 2022, pukul 13.00 WIB.

[1] W. E. Nugroho. Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia. Gema Keadilan. Vol. 1, No. 1, Oktober 2014, hal. 66 

[2] Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 152

[3] W. E. Nugroho. Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia. Gema Keadilan. Vol. 1, No. 1, Oktober 2014, hal. 66

[4] Efi Yulistyowati, dkk. Penerapan Konsep Trias Politica dalam Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial Budaya. Vol. 18, No. 2, Desember 2016, hal. 335-337

[5] Efi Yulistyowati, dkk. Penerapan Konsep Trias Politica dalam Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial Budaya. Vol. 18, No. 2, Desember 2016, hal. 336

[6] Efi Yulistyowati, dkk. Penerapan Konsep Trias Politica dalam Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial Budaya. Vol. 18, No. 2, Desember 2016, hal. 336

[7] Efi Yulistyowati, dkk. Penerapan Konsep Trias Politica dalam Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif Atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial Budaya. Vol. 18, No. 2, Desember 2016, hal. 336

tirto.id - Trias politika merupakan teori kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesquieu (1689-1755), seorang filsuf Perancis yang hidup pada abad 17 masehi. Dalam teori ini, kekuasaan negara mesti dibagi ke sejumlah lembaga untuk menghindari potensi hadirnya kekuasaan absolut yang otoriter.

Miriam Budiardjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik (2007) menjelaskan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau lembaga dalam mempengaruhi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan atau diperintahkannya.

Salah satu teori kekuasaan yang populer adalah ajaran trias politika. Menurut paham ini, jika kekuasaan terpusat hanya pada satu lembaga atau seseorang, bisa dipastikan pemilik kekuasaan akan menjadi otoriter.
Karena itulah, ajaran trias politica berpandangan bahwa kekuasaan yang ideal haruslah seimbang. Kekuasaan yang absolut dan otoriter akan menyengsarakan rakyat dan menyenangkan sebagian pihak saja.

Hal ini sesuai dengan pernyataan sejarawan Italia abad ke-18 masehi, John Dalberg-Acton (1736-1811) yang menyatakan: "Kekuasaan [biasa pun] cenderung korup, sedangkan kekuasaan absolut adalah kekuasaan yang sepenuhnya korup."

Konsep trias politika berupaya mencegah kekorupan dalam tubuh kekuasaan politik. Karena dipandang logis dan cukup ideal, ajaran politik ini menjadi populer, serta digunakan di banyak negara, terutama di negara-negara yang menganut sistem demokrasi.

Tiga Fungsi Trias Politika

Dalam konsep trias politika yang dikemukakan Montesquieu, ia membagi kekuasaan suatu negara menjadi tiga lembaga, yakni eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Ketiga lembaga tersebut memiliki fungsinya masing-masing dalam kehidupan bernegara. Tiga fungsi tersebut yaitu:
  • Lembaga eksekutif memiliki fungsi sebagai pelaksana undang-undang.
  • Lembaga legislatif berfungsi sebagai pembuat undang-undang.
  • Lembaga yudikatif berfungsi sebagai pengadilan yang mengawasi dua lembaga yang lain.

Yusnawan Lubis dan Mohamad Sodeli dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2017) menyatakan bahwa ketiga lembaga tersebut bersifat independen dan setara satu sama lainnya.

Kedudukan yang setara dan independen ini bertujuan agar ketiga lembaga itu dapat saling mengawasi dengan prinsip check and balances.

Artinya, lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif berperan untuk saling mengontrol dan menjaga keseimbangan antara cabang-cabang kekuasaan dalam suatu negara.Prinsip ketiga lembaga itu diharapkan dapat mencegah terjadinya kekuasaan absolut nan otoriter.

Trias Politika di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi teori trias politika Montesquieu dalam aturan pembagian kekuasaan. Meski demikian, Indonesia tidak menyerap teori ini secara utuh, namun melalui modifikasi yang diperlukan agar relevan dengan kondisi Indonesia.

Penerapan trias politika di Indonesia dilihat dari Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Sebagaimana dikutip dari Etika Roda Pemerintahan (2017), Sugeng Priyanto menjelaskan bahwa konstitusi Indonesia membagi kekuasaan negara dalam empat lembaga, yaitu eksekutif, yudikatif, legislatif, dan inspektif.

Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki fungsi sebagaimana yang dijelaskan Montesquieu dalam teori trias politika di atas. Sementara itu, lembaga inspektif berfungsi untuk mengawasi penyelenggaraan negara dalam melaksanakan undang-undang.

Pertama, berkaitan dengan penyelenggaraan negara, fungsi eksekutif dilimpahkan kepada presiden, sebagaimana dijelaskan Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945.

Kedua, fungsi legislatif dilimpahkan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D UUD 1945.

Ketiga, fungsi yudikatif di Indonesia dilimpahkan pada Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY), sebagaimana dijelaskan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945.

Keempat, fungsi inspektif, sebagaimana dinyatakan UUD 1945 dalam Pasal 20A dilimpahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Keempat fungsi kekuasaan tersebut dijalankan dalam bingkai demokrasi, yakni dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, keempat lembaga itu bekerja sebagai wakil rakyat dan untuk kepentingan rakyat.