Sifat napza yang menyebabkan pengguna untuk terus menggunakan napza disebut

Ditulis oleh: Mohammad Irsad, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog Psikolog Klinis Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur
 

Apa itu Narkoba/Napza?

Saat ini terdapat beberapa istilah yang dapat digunakan dalam konteks Gangguan Penggunaan Zat atau drugs, namun secara umum ada dua istilah yaitu Narkoba dan Napza. Narkoba adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan bahan berbahaya lainnya. Istilah lain yang dikenal dikalangan kesehatan adalah Napza. Napza singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya. Kedua istilah ini baik Narkoba maupun Napza adalah sama, yang membedakan dua istilah itu adalah Narkoba sering kali dipakai oleh aparat hukum seperti polisi, jaksa, pengacara, hakim dan sebagainya, dan istilah Napza sering digunakan oleh tenaga kesehatan. Kedua istilah ini pada prinsipnya adalah sama, yaitu mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Seseorang yang mengkonsumsi Napza maka bahan atau zat akan masuk dalam tubuh manusia, akan mempengaruhi susunan syaraf otak. Penyalahgunaan napza ini akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa, dan fungsi sosialnya. Napza juga sebagai mood altering drugs. Mengkonsumsi Napza mampu merubah tingkat kesadaran dan kondisi emosi orang. Lalu efeknya seperti apa bagi yang menggunakan? Tentu tergantung jenis napza yang di gunakanannya.

Banyak sekali istilah (terminologi) yang berkaitan dengan gangguan penggunaan zat, bisa berubah ubah dalam hampir tiap dekade yang berbeda pula setiap institusi atau negara. Istilah gangguan yang berhubungan dengan zat diambil dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV-TR, sedangkan di Indonesia dalam PPDGJ III (ICD-10) di gunakan istilah Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif.

Kecanduan

Pecandu adalah seseorang yang hidupnya dikendalikan oleh napza baik berupa drugs maupun alkohol. Seorang pecandu sering kali akan melakukan apa saja untuk mendapatkan napza yang menjadi kebutuhannya. Taraf keparahan penggunaan napza seperti menaiki anak tangga, yang mana akan meningkatkan konsumsi, semakin sering dan semakin banyak dosisnya untuk memenuhi zat yang di butuhkan. Ada beberapa tingkatan sebelum seseorang benar – benar masuk kedalam satu tahap yang di sebut kecanduan adalah :

Pengguna (user)
Di dalam tingkatan ini seseorang hanya merasakan perasaan senang saja pada saat sedang menggunkan drugs. Dan mereka yang berada di tingkatan ini tidak ada masalah terhadap pemakaiannya. Jadi mereka dapat memakai kapan saja dan berhenti kapan saja. Di dalam tingkata ini terdapat 3 kategori pemakaian:

  1. Coba – coba yaitu seseorang mulai untuk mencoba atau menggunakan drugs untuk memuaskan rasa ingin tahunya saja. Dalam kategori ini pengguna bisa saja langsung memutuskan untuk tidak memakai lagi.
  2. Penggunaan di acara khusus, sering kali disebut rekreasional yaitu Seseorang menggunakan drugs dan alkohol hanya pada acara – acara khusus saja. Seperti ; pesta, konser musik, pergi saat malam minggu, dan sebagainya.
  3. Penjelajah, yaitu Seseorang mengkonsumsi dan mencoba jenis obat yang berlainan, tujuannya karena ingin merasakan sensasi dan reaksi dari drugs yang di konsumsi.

Penyalahguna (Abuser)
Di dalam tingkatan ini seseorang sudah mencari satu alasan untuk membenarkan pemakaiannya dan menyalahgunakan drugs untuk tujuan tertentu. Seperti;

  1. Menghilangkan perasaan hati yang tidak menyenangkan (Sedih, kesal, takut, tidak percaya diri dan sebagainya) atau dengan kata lain orang tersebut lari dari perasaan tersebut dan selalu ingin mencari kesenangan, bahkan saat perasaannya sedang senang orang tersebut selalu mencari perasaan yang lebih senang (Tidak merasa cukup).
  2. Memunculkan kreativitas, ketika hendak menciptakan sebuah karya.
  3. Membuat semangat, ketika beban pekerja dinilai terlalu berat.

Kecanduan (Addiction)
Setelah melewati dua tingkatan di atas barulah seseorang sampai pada satu tingkatan yang di sebut kecanduan. Pada tingkatan ini seseorang sudah mulai menggunakan drugs secara terus menerus dengan dosis pemakaian yang selalu meningkat. Pada tingkatan ini orang akan mengalami banyak masalah yang bermuara dari penggunaan zat, sering kali dijumpai seorang pecandu mencoba untuk mengontrol dan mengatur dosis pemakiannya atau bahkan untuk berhenti. Namun hal tersebut selalu gagal. Hal ini di sebabkan karena ada penyangkalan (denial) yang tinggi, merasa dirinya mampu menangani sendiri dan bisa mengontrol perilakunya. Pada beberapa kasus seorang pecandu sama sekali tidak mempunyai pilihan, pada awalnya pilihan tersebut adalah sakit jika tidak mengkonsumsi atau konsumsi untuk menghilangkan rasa sakit atau gelisahnya. Tetapi dengan sejalannya waktu maka pilihan tersebut tidak ada lagi, yang ada hanyalah, sakit tidak sakit pakai, dan terus menerus memikirkan untuk mengkonsumsi, lalu mencari zat dengan cara apapun. Dalam istilah psikologi perilaku tersebut disebut obsesi kompulsi. Secara mental seorang pecandu menjadi sangat terobsesi terhadap drugs. Sedangkan secara emosional ia menjadi sangat kompulsif.

Kecanduan Sebagai Sebuah Penyakit
Konsumsi napza secara kompulsif merupakan penggunaan paling parah dan paling berbahaya. Pada tingkat ini dosis tinggi secara rutin atau justru beberapa kali konsumsi napza dalam sehari, hal ini dilakukan untuk mencapai efek fisik atau psikologis yang diinginkan, atau sekedar untuk menghindari gejala putus zat (withdrawal sydroma). Pada tingkat ini napza menjadi sesuatu yang paling penting dalam kehidupan seseorang, melebihi aktifitas lainnya, pemahaman ini mengacu kepada kondisi psikologis dan biologis yang tidak nyaman bahkan sakit yang luar biasa yang menyebabkan timbulnya perilaku konsumsi yang berulang dan berulang. Pada tingkat ini orang mengalami masalah dalam kehidupannya, dimana orang mengalami kurang mampu menjalankan ketrampilan hidup dan fungsi sosial, seseorang menggunakan drugs secara progresif walaupun tahu hal itu menimbulkan masalah bagi dirinya, kebiasaan ini menjadi kronis sehingga menimbulkan efek negatif yang semakin parah pada lingkungan sekitar dan diri si pecandu itu sendiri baik dari sisi biologis, psikologis dan sosial (sikap, perilaku, ketrampilan hidup, ketrampilan sosial). National Institute on Drug Abuse memberikan definisi tentang kecanduan sebagai sebuah penyakit otak kronis, mudah kambuh yang ditandai dengan dorongan kompulsif untuk mencari dan mengkonsumsi zat, walaupun memiliki konsekwensi berbahaya.

Ditulis oleh: Mohammad Irsad, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog

Penyalahgunaan Napza di Indonesia telah terjadi dimana-mana, oleh siapapun tanpa memandang status social, ekonomi, pendidikan, maupun usia. Tingginya penyalahgunaan ini sangat mengkawatirkan karena akan memberi dampak pada negara maupun pemerintah. Menurut data yang diterima Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2017 jumlah penyalahgunaan Napza di negara kita adalah 3,5 juta orang yang jumlahnya semakin meningkat sampai akhir 2019, oleh karenanya negara kita masih tetap dalam Darurat Narkoba.

Napza adalah akronim Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Istilah lain yang sering digunakan adalah Narkoba dan zat psikoaktif. Definisi narkotika menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan yang dimaksud psikotropika menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 adalah zat atau obat , baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Menurut para ahli pengertian zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup, maka dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus. Jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. Contoh zat adiktif lainnya adalah alkohol, inhalansia (lem, bensin, tiner), kafein, nikotin.

Istilah psikoaktif dipakai dalam buku International Classification of Diseases edisi 10 (ICD 10) dan dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ III). Zat psikoaktif adalah zat yang bekerja pada susunan saraf pusat secara selektif sehingga dapat menimbulkan perubahan pada pikiran, perasaan, perilaku, persepsi maupun kesadaran.

Klasifikasi Narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017 dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Narkotika Golongan I

Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan. Saat ini sebanyak 114 zat masuk ke dalam narkotika golongan I. Contoh: opium, kokain, ganja, MDMA.

Narkotika Golongan II

Narkotika golongan II dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sesuai ketentuan. Saat ini sebanyak 91 zat masuk ke dalam narkotika golongan II. Contoh: morfin, petidin, fentanyl.

Narkotika Golongan III

Narkotika golongan III dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sesuai ketentuan. Saat ini sebanyak 15 zat masuk ke dalam narkotika golongan III. Contoh: kodein, buprenorfi.

Penggolongan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 bersifat dinamis karena memungkinkan adanya perubahan penggolongan narkotika. Apalagi saat ini banyak zat psikoatif jenis baru atau dikenal dengan istilah new pshycoactive substances (NPS) di dunia termasuk di Indonesia. Laporan tahunan United Nation of Drug and Crime (UNODC) tahun 2016 menyatakan dalam kurun waktu 2008 – 2015 sebanyak 644 NPS telah dilaporkan oleh 102 negara.

Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa saat ini telah ditemukan sebanyak 46 NPS yang beredar di Indonesia dan sebagian besar sudah masuk dalam golongan narkotika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

Pengolongan lain menurut buku Pedoman Penentuan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III atau International Classsification Disease (ICD) 10, zat psikoaktif dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

  1. Alkohol, yaitu semua minuman yang mengandung etanol seperti bir, wiski, vodka,brem, tuak, saguer, ciu, arak.
  2. Opioida, termasuk di dalamnya adalah candu, morfin, heroin, petidin, kodein, metadon.
  3. Kanabinoid, yaitu ganja atau marihuana, hashish.
  4. Sedatif dan hipnotik, misalnya nitrazepam, klonasepam, bromazepam.
  5. Kokain, yang terdapat dalam daun koka, pasta kokain, bubuk kokain.
  6. Stimulan lain, termasuk kafein, metamfetamin, MDMA.
  7. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin, psilosin, psilosibin.
  8. Tembakau yang mengandung zat psikoaktif nikotin.
  9. Inhalansia atau bahan pelarut yang mudah menguap, misalnya minyak cat, lem, aseton.

Zat psikoaktif juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh/efeknya terhadap susuan saraf pusat (SSP), yaitu:

Stimulan

Stimulan meningkatkan aktivitas Susunan Syaraf Pusat pada otak. Zat ini meningkatkan debar jantung dan pernafasan, serta meningkatkan sensasi eforia (rasa senang yang berlebihan). Contoh: amfetamin, kokain, metamfetamin, nikotin, kafein.

Depresan

Jenis depresan dapat memperlambat aktifitas kerja otak dan menghasilkan ketenangan. Contoh: barbiturat (fenobarbital, aprobarbital), benzodiazepin.

Halusinogen

Halusinogen adalah kelompok beragam zat yang mengubah persepsi (kesadaran akan kondisi sekitar, ruang dan waktu), pikiran, perasaan. Zat ini mengganggu komunikasi antara sistem kimia otak seperti serotonin secara keseluruhan dengan sumsum tulang belakang sehinggamenyebabkan halusinasi atau sensasi dan pencitraan yang tampak nyata meskipun sebenarnya tidak ada. Zat yang masuk golongan halusinogen antara lain: jamur (mushroom), LSD, mescalin..

Berdasarkan efeknya terhadap Susunan Syaraf Pusat, terdapat beberapa zat yang masuk ke dalam lebih dari satu kategori di atas sesuai jumlah yang digunakan. Contoh: alkohol dalam dosis rendah menimbulkan efek stimulant, sedangkan dalam dosis tinggi menimbulkan efek depresan.

Napza dapat digunakan dengan beberapa cara. Cara penggunaan napza merupakan faktor mediasi yang menentukan terjadinya efek suatu napza. Secara garis besar cara penggunaan Napza dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

  1. Saluran pernafasan: dirokok.
  2. Saluran pencernaan: ditelan (oral)
  3. Mukosa: dikunyah, dihirup/disedot
  4. Pembuluh darah: suntikan intra vena, subkutan dan intra muscular. Cara ini memiliki risiko kesehatan tinggi termasuk penularan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri serta kerusakan jaringan.