Seorang pemimpin yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain disebut pemimpin yang

Compiled by: Shania Anggia Maria (2001608862), Zoya Jeisa (2001565762), Cut Safira Nafitry (2001594182)

Manfaat positif menjadi pendengar yang baik jauh lebih berharga daripada kita sering mengenali. Berikut adalah beberapa ide tentang dampak dari mendengar dengan baik berkaitan dengan kepemimpinan:

  1. Memahami orang mendahului memimpin mereka. Kepemimpinan menemukan sumber dalam pemahaman. Untuk menjadi layak menerima tanggung jawab kepemimpinan, seseorang harus memiliki wawasan ke dalam hati manusia.
  2. Mendengarkan adalah cara terbaik untuk belajar. Bukan kebetulan bahwa kita memiliki satu mulut dan dua telinga. Ketika kita gagal untuk mendengarkan, kita mematikan banyak potensi pembelajaran kita.
  3. Mendengarkan dapat mencegah meningkatnya masalah.  Para pemimpin yang baik memperhatikan masalah kecil. Mereka memberikan perhatian untuk intuisi mereka. Mereka juga memperhatikan apa yang tidak dikatakan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, Anda perlu untuk membiarkan orang lain yang memberitahu Anda apa yang Anda butuhkan untuk mendengar, tidak selalu apa yang ingin Anda dengar.
  4. Mendengarkan memungkinkan kepercayaan. David Burns, seorang dokter dan profesor psikiatri, menunjukkan: “Apa yang paling diinginkan oleh kebanyakan orang adalah untuk didengarkan, dihormati dan dipahami. Saat orang-orang melihat bahwa mereka dipahami, mereka menjadi lebih termotivasi untuk memahami sudut pandang Anda.
  5. Mendengarkan dapat meningkatkan kinerja organisasi. Intinya adalah bahwa ketika pemimpin mendengarkan, organisasi menjadi lebih baik. Tidak ada yang bisa pergi ke tingkat tertinggi dan membawa organisasi mereka tanpa menjadi pendengar yang baik.

Diadaptasi dari Leadership Gold: Lessons I’ve Learned from a Lifetime of Leading” by John C Maxwell “

Sumber : Maxwell, J. C. (2008). Leadership Gold: Lessons I’ve Learned from a Lifetime of Leading. From: https://vuthedudotorg.files.wordpress.com/2015/04/leadership-gold.pdfRetrieved on May 31, 2018.

  • bbs
  • human capital
  • leadership
  • management
  • manajemen

Shania Anggia Maria (2001608862), Zoya Jeisa (2001565762), Cut Safira Nafitry (2001594182)

Penulis : Seksi Hukum dan Informasi – KPKNL Palu

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam memengaruhi orang lain yang umumnya melalui motivasi untuk bekerja sesuai dengan tujuan dan sasaran yang berlaku. Sebagai manajer atau pimpinan sudah umum diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang dilakukan akan sangat mempengaruhi bagaimana perilaku karyawan/bawahan tersebut bekerja untuk sampai menuju goals atau tujuan-tujuan yang sudah dibuat. Menjadi pemimpin “zaman now” sangat berbeda dengan memimpin pada era tahun 1970 -2000 an. Seorang pemimpin tidak hanya menggunakan otoritas (power) yang dimiliki, tetapi  juga menggunakan pengaruh untuk menggerakkan orang lain. Dalam menjalankan perannya, seorang pemimpin akan berhadapan dengan segala macam karakter, perilaku dan tingkat kematangan kepribadian bawahannya.

Apakah kepemimpinan di instansi kita merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang melaksanakan servant leadership. Namun, apa itu servant leadership? Mengapa Kepala Kantor kita dapat menjadi contoh diantara pemimpin yang melaksanakan servant leadersip? Seperti yang ditulis oleh Robert Greenleaf, Servant Leadership adalah seseorang yang menjadi pelayan lebih dahulu. Dimulai dari perasaan alami bahwa seseorang yang ingin melayani, harus terlebih dulu melayani. Kemudian pilihan secara sadar membawa seseorang untuk memimpin dengan cara menempatkan kebutuhan karyawan sebagai prioritas, mengenal kehormatan dan pentingnnya nilai bagi setiap individu, dan membantu orang lain dalam mencapai suatu tujuan bersama.

Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual. Pada tataran ini pejabat eselon IV biasanya  yang langsung berhadapan dengan pelanggan dan pemangku kepentingan harus mampu memberikan pelayanan prima sehingga dapat menjamin kepuasan pelanggan.

Menurut Spears, pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dengan perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan. Selanjutnya secara sadar, pilihan ini membawa aspirasi dan dorongan dalam memimpin orang lain. Selain mempengaruhi bagaimana perilaku karyawan tersebut,  manager sudah pastinya harus menguasai hal-hal seperti manajemen yang biasa dibutuhkan untuk mengatasi kerumitan dengan cara membuat tata tertib dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, setelah itu memantau hasil yang sudah dilakukan dengan cara membandingkannya dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian gaya manajemen dalam hal memimpin dan melayani dalam satu harmoni, dan terdapat interaksi dengan lingkungan. Seseorang servant leader adalah seseorang yang memiliki kuat untuk melayani dan memimpin, yang terpenting adalah mampu menggabungkan keduanya untuk saling memperkuat secara positif (Trompenaars dan Voerman).

Dari beberapa pengertian di atas maka terdapat sepuluh karakteristik servant leadership (Spears, 2002:27-29) yaitu sebagai berikut:
1.  Mendengarkan (listening)Servant leader mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain, mengidentifikasi dan membantu memperjelas keinginan kelompok, juga mendengarkan suara hati dirinya sendiri;

2.  Empati (empathy)

Pemimpin yang melayani adalah mereka yang berusaha memahami rekan kerja dan mampu berempati dengan orang lain;

3.  Penyembuhan (healing)

Servant leader mampu menciptakan penyembuhan emosional dan hubungan dirinya, atau hubungan dengan orang lain, karena hubungan merupakan kekuatan untuk transformasi dan integrasi;

4.  Kesadaran (awareness)

Kesadaran untuk memahami isu-isu yang melibatkan etika, kekuasaan, dan nilai-nilai. Melihat situasi dari posisi yang seimbang yang lebih terintegrasi;

5.  Persuasi (persuasion)

Pemimpin yang melayani berusaha meyakinkan orang lain daripada memaksa kepatuhan. Ini adalah satu hal yang paling membedakan antara model otoriter tradisional dengan servant leadership;

6.  Konseptualisasi (conceptualization)

Kemampuan melihat masalah dari perspektif konseptualisasi berarti berfikir secara jangka panjang atau visioner dalam basis yang lebih luas;

7.  Kejelian (foresight)

Jeli atau teliti dalam memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa depan;

8.  Keterbukaan (stewardship)

Menekankan keterbukaan dan persuasi untuk membangun kepercayaan dari orang lain;

9.  Komitmen untuk Pertumbuhan (commitment to the growth of people)

Tanggung jawab untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan profesional karyawan dan organisasi;

10.  Membangun Komunitas (building community)

Mengidentifikasi cara untuk membangun komunitas.Dengan demikian, karakteristik utama yang membedakan antara kepemimpinan pelayan dengan model kepemimpinan lainnya adalah keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin. Selanjutnya mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin. Sedangkan prioritas kepemimpinan pelayan yang pertama dan utama adalah pada pengembangan bawahan yang menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan, lalu terciptanya kepuasan pelanggan yang diikuti dengan keberhasilan yang berkesinambungan.

Diperbarui 16 Apr 2021 - Dibaca 9 mnt

Bekerja di bawah seorang atasan toxic menjadi salah satu alasan terbesar yang membuat karyawan jenuh di kantor. Seperti apa, sih, ciri pemimpin yang toxic itu?

Ciri Pemimpin Toxic di Kantor

Mengutip Leadership Forces, pemimpin toxic didefinisikan sebagai orang yang memiliki perilaku destruktif dan kepribadian buruk yang menimbulkan gangguan.

Seorang pemimpin toxic tidak hanya membuat karyawannya mudah stres. Ia secara langsung juga menciptakan budaya kerja negatif dan lingkungan kerja yang tidak sehat.

Berikut adalah ciri seorang pemimpin toxic yang perlu kamu waspadai di kantor:

1. Tidak menerima saran dan kritik

Salah satu ciri utama dari pemimpin toxic adalah otoriter.

Mereka menginginkan karyawan selalu mematuhi dan mengikuti perintah tanpa pernah mempertanyakan keputusannya.

Biasanya mereka akan mencoba mengendalikan situasi dan memaksakan kehendaknya tanpa mempertimbangkan ide dan pendapat dari tim.

Alasannya, karena mereka percaya mereka benar dan yang terbaik dalam segala hal.

Komunikasi pun cenderung bersifat satu arah (top-down). Mereka tidak menerima masukan dan tidak mau mendengarkan apa kata orang lain.

Kamu dapat mengamati ciri pemimpin toxic dengan mendengarkan bagaimana cara mereka berkomunikasi di kantor. Mereka biasanya akan mengatakan hal-hal seperti:

“Kita tidak punya waktu untuk membahas ini.”

“Masalahnya adalah A, B, C dan inilah yang harus kalian lakukan mulai sekarang.”

Baca Juga: Cara Membangun Relasi yang Baik Antara Bos dan Karyawan

2. Manipulatif

Tidak memiliki empati adalah ciri lainnya dari seorang pemimpin toxic. Mereka tidak peduli dengan apa yang dibutuhkan orang-orang di sekitar mereka.

Pemimpin yang seperti ini hanya tertarik pada kesuksesan dan keuntungan pribadi daripada pertumbuhan jangka panjang lingkungannya.

Dalam prosesnya, mereka akan menyalahgunakan jabatan, hubungan, dan sistem organisasi demi meraih keuntungan sendiri.

Mereka juga akan mencari peluang dan menghalalkan segala cara untuk bisa tampak lebih baik di mata orang lain.

Sebagai contoh, mereka suka mendelegasikan tugas kepada bawahannya sembarangan. Tugas-tugas ini biasanya adalah pekerjaan yang tidak ingin mereka lakukan. 

Namun, akhirnya merekalah yang mengambil kredit dari rampungnya tugas-tugas tersebut (yang aslinya dikerjakan oleh bawahan mereka).

3. Micromanaging

Seorang pemimpin yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain disebut pemimpin yang

Kemampuan delegasi adalah salah satu ciri dari pemimpin yang baik, tapi juga bisa menjadi toxic jika caranya salah.

Mendelegasikan tugas atas dasar ketidakpercayaan adalah satu lagi ciri pemimpin yang toxic.

Ketika atasanmu tidak mempercayai bawahannya untuk mengerjakan pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan, ia akan cenderung me-micromanage

Nah, Micromanagement adalah gaya seorang pemimpin mengawasi, mengarahkan, dan mengendalikan pekerjanya secara berlebihan.

Istilah awamnya, bos yang control-freak atau “tukang ngatur”.

Micromanaging dapat menyebabkan ketegangan dan stres di tempat kerja, karena karyawan terus-menerus merasa diteror dan tidak dipercaya.

Karyawan pun tidak diberikan kesempatan untuk berinisiatif, berpendapat, dan menunjukkan potensinya sehingga sulit berkembang.

Akibatnya, ini jadi menumbuhkan budaya kerja “asal bos senang saja”. 

4. Tidak fleksibel

Seorang pemimpin mengepalai beragam individu dengan kepribadian, kemampuan, dan keinginan yang berbeda-beda.

Itu sebabnya, pemimpin yang baik harus bisa luwes bertindak dan berkomunikasi demi memfasilitasi kebutuhan dari banyak orang. 

Kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas bukanlah ciri yang dimiliki seorang pemimpin toxic.

Pemimpin yang toxic justru mengharuskan semua orang di sekitarnya berpikir dan bertindak seperti mereka. 

Mereka sangat tidak fleksibel, dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan sekecil apa pun di tempat kerja. 

5. Tidak konsisten

Mengutip Psychology Today, pemimpin yang toxic juga seringnya tidak konsisten.

Mereka bisa sewaktu-waktu mengubah atau mencampuradukkan aturan yang sebelumnya mereka sudah tetapkan untuk setiap karyawan.

Meski begitu, ciri pemimpin toxic ini bukan berarti berlawanan dengan infleksibilitas.

Perubahan pada protokol atau prosedur di tempat kerja boleh saja diterapkan jika pemimpin merasa itu perlu.

Akan tetapi, setiap perubahan harus dikomunikasikan secara jelas dan gamblang ke semua orang di perusahaan.

Ketika seorang pemimpin secara semena-mena mengubah aturan atau membuat peraturan baru tanpa pemberitahuan massal, hal ini dapat memicu konflik dan persaingan tidak sehat di antara karyawan di kantor.

6. Tukang bully

Seorang pemimpin yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain disebut pemimpin yang

© shutterstock.com

Suka mengintimidasi bawahan adalah ciri seorang pemimpin toxic yang paling kentara.

Ya! Pemimpin toxic biasanya memerintah dengan tangan besi.

Selain dengan taktik manipulasi, mereka juga menggertak bawahan mereka untuk menjalankan perintahnya demi kesuksesan pribadi. 

Dalam skenario terburuk, seorang pemimpin yang toxic bisa menunjukkan sikap kasar dan meremehkan orang-orang di sekitarnya dengan cara-cara yang buruk.

7. Terlalu kompetitif

Pemimpin yang toxic menunjukkan ciri terlalu kompetitif.

Pokoknya, mereka merasa harus selalu menang di situasi apapun, dengan segala cara.

Ini berarti mereka lebih memilih untuk memutuskan segala sesuatunya sendiri tanpa ada celah untuk diskusi.

Mereka juga sering kali menggunakan cara yang tidak etis untuk menang.

Mereka percaya mereka memiliki standar kerja yang tinggi. Oleh karena itu, mereka justru menetapkan tujuan yang tidak adil dan tidak realistis.

Baca Juga: 6 Indikator Kepemimpinan yang Baik

8. Diskriminatif

Ciri toxic lainnya dari seorang pemimpin yang buruk adalah sikap diskriminatif. 

Pemimpin yang toxic tidak menghargai keberagaman.

Malah, mereka memandang keberagaman sebagai hal yang mengancam kepemimpinannya. 

Atasan yang toxic tidak ingin ditantang oleh orang-orang dengan sudut pandang berbeda.

Maka itu, mereka hanya akan mengelilingi diri mereka sendiri dengan orang-orang yang sependapat dengannya.

9. Ketidakhadiran

Seorang pemimpin yang baik akan secara fisik dan mental “turun tangan” di kantor untuk terlibat di setiap aspek pekerjaan.

Sebaliknya, “ketidakhadiran” adalah salah satu ciri pemimpin toxic yang paling merugikan.

Entah itu atasan yang sering absen tidak masuk kantor, rutin menghilang di tengah hari, kerja malas-malasan, hingga menunjukkan keengganan secara psikologis untuk terlibat dengan orang-orang di kantor.

Hal ini justru akan menurunkan motivasi karyawan untuk bekerja.

Melihat atasan yang “ogah-ogahan”, mereka bisa saja malah merasa tidak dipedulikan dan tidak diberikan peluang untuk berkembang.

Lingkungan kerja seperti ini rentan memiliki turnover karyawan yang tinggi.

Sembilan ciri pemimpin toxic di atas jarang muncul terpisah, kadang akan ada satu karakteristik utama yang lebih menonjol daripada lainnya.

Namun, secara umum pemimpin toxic cenderung menunjukkan karakter buruk yang mencerminkan kombinasi semua ciri tersebut.

Nah, sekarang bagaimana dengan atasan kamu di kantor? Toxic-kah mereka? Jika iya, inilah saatnya cari kantor baru!

Yuk, daftar gratis di Glints dan dapatkan info lowongan kerja menarik yang sesuai jenjang kariermu.