Sebutkan beberapa pola kehidupan masa praaksara yang masih berlangsung sampai sekarang

Jakarta -

Secara harfiah, pra artinya sebelum dan aksara artinya tulisan. Jadi, praaksara artinya belum mengenal tulisan. Pada masa praaksara, manusia belum mengenal tulisan dan hanya mengandalkan fosil, seperti sisa makhluk hidup yang telah membatu untuk mempelajari kehidupannya.

Nama lain masa praaksara adalah prasejarah atau nirleka, yang artinya zaman tidak ada tulisan. Nir yang artinya tidak ada dan leka artinya tulisan. Merujuk pada buku Sejarah Indonesia yang ditulis oleh Veni Rosfenti, masa praaksara adalah masa-masa saat manusia belum mengenal tulisan.

Meskipun mulainya masa praaksara hingga kini belum diketahui secara pasti dan belum bisa dibuktikan, namun satu hal yang pasti adalah masa praaksara dimulai sejak manusia purba mulai ada di muka Bumi ini.

Selain itu, berakhirnya masa praaksara di setiap negara tidak sama tergantung peradaban negara itu sendiri. Namun, berakhirnya zaman praaksara di Indonesia dapat diperkirakan pada masa berdirinya kerajaan Kutai, yaitu sekitar abad ke-5 Masehi.

Secara umum, masa praaksara di Indonesia dibagi menjadi dua aspek yaitu:

1. Berdasarkan kebudayaanya dibagi menjadi zaman batu dan zaman logam.
2. Berdasarkan kemampuannya dibagi menjadi masa berburu, mengumpulkan makanan, bercocok tanam, dan perundagian.

Sementara, zaman batu pun masih banyak terbagi menjadi empat zaman yaitu, zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum dan Megalitikum. Pada zaman ini, alat perkakas manusia masih terbuat dari batu.

Lain halnya pada zaman logam, peralatan pada masa itu mayoritas terbuat dari perunggu dan besi. Lantas, bagaimana cara masyarakat praaksara mempertahankan kehidupannya?

Berdasarkan corak kehidupan masyarakat praaksara dibagi menjadi masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam dan beternak, serta masa perundagian atau masa kemahiran teknik seperti yang dikutip dari buku Kehidupan Masyarakat Pada Masa Praaksara karya Tri Worosetyaningsih.

Corak kehidupan berlangsung dari yang paling sederhana hingga pembuatan alat-alat dari logam yang membutuhkan keahlian khusus. Dari awalnya hidup berpindah-pindah hingga menetap dengan membuat rumah.

Bahkan, dari yang awalnya hidup dengan cara mengumpulkan makanan hingga menghasilkan makanan sendiri. Saat itu kehidupan sangat sederhana, bergantung pada alam. Manusia purba masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan makanan atau yang disebut nomaden (tidak tetap).

Sistem Kemasyarakatan

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, masyarakatnya hidup berkelompok dalam jumlah yang kecil. Namun, hubungan antar kelompok terjalin erat karena mereka menghadapi kondisi alam yang berat secara bersama, sehingga sistem kemasyarakatannya sangat sederhana. Sehingga dapat dikatakan bahwa, sekitar 90 persen waktu dihabiskan untuk mencari makan.

Hidup berkelompok dan berbagi makanan menguatkan hubungan antarmanusia dan membuat bertahan hidup lebih mudah. Laki-laki berburu, sementara perempuan mengolah makanan, mengurus anak, dan mengajari anak cara meramu makanan.

Nah, seperti itulah kehidupan masyarakat pada masa praaksara di Indonesia, sangat sederhana bukan? Semoga menambah pengetahuanmu, ya detikers.

Simak Video "Deretan Tahun Paling Mengerikan dalam Sejarah Manusia"



(pal/pal)

tirto.id - Sejarah kehidupan manusia purba pada zaman praaksara sudah memiliki jenis pola hunian. Masyarakat manusia purba pada masa awal menerapkan hunian dengan pola berpindah-pindah atau nomaden.

Ada dua jenis pola hunian manusia purba pada zaman praaksara, yakni tempat yang berdekatan dengan sumber air dan hidup di alam terbuka. Di sekitar sumber air tersebut terdapat banyak makanan, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ketika sumber makanan habis, mereka akan berpindah mencari tempat lain.

Taufik Abdullah melalui buku Indonesia dalam Arus Sejarah: Prasejarah Jilid 1 (2012) menjelaskan, pola hunian manusia purba di masa praaksara tersebut dapat

dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya.

Di Indonesia, beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo seperti situs Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, Ngandong, dan lainnya.

Sebutkan beberapa pola kehidupan masa praaksara yang masih berlangsung sampai sekarang

Baca juga:

  • Fosil Pithecanthropus Mojokertensis: Sejarah, Arti, Penemu, & Ciri
  • Arti Meganthropus Paleojavanicus: Sejarah, Penemu, Ciri, & Karakter
  • Apa Saja Jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia?

Jenis Pola Hunian Manusia Purba

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia (2014) yang disusun Mestika Zed dan kawan-kawan, diterangkan bahwa pola khas hunian manusia purba dibagi menjadi dua karakter khas, yakni sebagai berikut:

1. Kedekatan dengan sumber air

Ketersediaan air bersifat pokok dalam kebutuhan makhluk hidup. Maka, di daerah yang dekat sumber air, akan ada banyak bahan makanan untuk manusia purba, seperti berbagai jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan.

2. Kehidupan di Alam Terbuka

Manusia purba cenderung hidup di dekat aliran sungai. Pola ini menunjukkan bahwa manusia purba hidup pada alam terbuka dan menerapkan pola nomaden atau berpindah-pindah.

Manusia purba juga memanfaatkan gua-gua sebagai tempat tinggal sementara alias tidak menetap dalam waktu yang lama. Ketika sumber makanan di sekitar mereka habis, maka akan mencari tempat tinggal yang baru, begitu seterusnya.

Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), pada masa food-gathering atau masa berburu dan meramu, manusia purba sangat bergantung kepada kondisi alam.

Baca juga:

  • Sejarah Pithecanthropus Erectus: Penemu, Ciri, & Lokasi Ditemukan
  • Sejarah Fosil Homo Wajakensis: Penemu, Lokasi, dan Ciri-ciri
  • Sumber Sejarah Kerajaan Salakanegara: Letak, Keruntuhan, Raja-raja

Veni Rosfenti dalam Modul Sejarah Indonesia Kelas X (2012) mengungkapkan, perkakas yang digunakan oleh manusia purba pada masa berburu dan meramu tingkat awal adalah batu utuh sederhana yang digunakan untuk memotong daging hasil buruan.

Sedangkan pada masa food-producing atau masa bercocok-tanam, mereka mulai hidup menetap. Kehidupan mulai terorganisir dan berkelompok di suatu tempat. Manusia purba mulai memproduksi makanan bahkan mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan.

Baca juga:

  • Sumber Sejarah Kerajaan Kalingga: Letak, Pendiri, & Masa Kejayaan
  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Kalingga, Peninggalan, Daftar Raja-Ratu
  • Sejarah Kerajaan Buleleng: Pendiri, Letak, Raja, & Peninggalan

Bukti-bukti Peninggalan

Ada beberapa bukti peninggalan kehidupan manusia purba di Indonesia pada masa awal dilihat dari pola huniannya, demikian dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017).

Seorang arkeolog bernama Von Stein Callenfels pada 1928-1931 melakukan penelitian di Gua Lawat, Ponorogo, Jawa Timur. Di situs itu, ditemukan abris sous roche yakni gua yang berbentuk ceruk pada karang yang dipakai sebagai rumah atau tempat tinggal sementara oleh manusia purba.

Baca juga:

  • Sejarah Kemunduran Peradaban Islam: Faktor dan Penyebabnya
  • Sejarah Masjid Saka Tunggal Kebumen: Ciri Arsitektur & Filosofinya
  • Sejarah & Profil Sunan Gresik: Wali Penyebar Islam Pertama di Jawa

Kebudayaan abris sous roche ditemukan pula di beberapa daerah di Jawa Timur lainnya seperti Besuki dan Bojonegoro, juga di Sulawesi Selatan seperti di Lamocong.

Selain itu, ditemukan juuga sampah dapur atau kjokkenmoddinger. Ini merupakan tumpukan kulit kerang, siput, atau tulang ikan. Sampah dapur banyak ditemukan di pesisir pantai Sumatera.

Peninggalan beberapa hasil teknologi bebatuan juga ditemukan, seperti ujung panah, flake (alat-alat kecil dari batu), batu penggiling dan beberapa peralatan sederhana dari tanduk rusa.

Baca juga:

  • Masjid Menara Kudus: Sejarah, Pendiri, & Ciri Khas Arsitektur
  • Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang: Kronologi, Tokoh, Akhir
  • Sejarah Operasi Trikora: Latar Belakang, Isi, Tujuan, dan Tokoh

Baca juga artikel terkait MANUSIA PURBA atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/isw)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates