Sebutkan 2 kebijakan dalam bidang politik yang diterapkan pemerintah habibie

Dalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami beberapa pemerintahan dari era Soekarno hingga saat ini. Indonesia juga pernah melewati masa demokrasi era reformasi. Reformasi adalah suatu gerakan yang dilakukan setelah terjadinya krisis moneter pada suatu negara tersebut. Tujuan reformasi adalah agar terciptanya perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara konstitusi dalam segala sektor, seperti ekonomi, politik, hukum, demokrasi dan lain sebagainya. Adanya reformasi diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang belum terselesaikan pada masa pemerintahan sebelumnya. Adapun masa reformasi Indonesia terjadi setelah pemerintahan orde baru Soeharto yang kemudian digantikan oleh Habibie. Dalam masa pemerintahan Habibie, beliau membuat beberapa kebijakan. Adapun beberapa tahap-tahap kebijakan politik presiden Habibie pada masa Reformasi diantaranya:

1. Membebaskan Tahanan Politik

Sebelum Habibie menjabat sebagai Presiden, sudah banyak sekali para tokoh politik yang ditahan karena kasus-kasus ringan hingga berat. Maka dari itu salah satu kebijakan sistem demokrasi politik Presiden Habibie pada masa reformasi adalah dengan membebaskan para tahanan tersebut. Tindakan pembebasan tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan legitimasi Habibie di dalam maupun di luar negeri. Selain itu, Habibie juga memberikan kesempatan kebebasan untuk seluruh masyarakat dalam membuat parpol serta rencana pelaksanaan pemilu. Adapun beberapa tokoh yang dibebaskan diantaranya adalah Sri Bintang Pamungkas yang dulunya merupakan mantan anggota DPR karena kasus memberikan kritik pada Presiden Soeharto, Muchtar Pakpahan yang merupakan tokoh kerusuhan yang terjadi di Medan tahun 1944 serta K.H Abdurrahman Wahid.

2. Kebebasan Pers

Pada masa pemerintahan Habibie, beliau memberikan kebebasan pers. Artinya, pemerintah memberikan kebebasan fungsi pers dalam pemberitaan, hingga pada akhirnya banyak sekali media massa baru atau lama yang bermunculan untuk menyampaikan sebuah berita. Kebebasan ini diimbangi dengan kebebasan asosiasi organisasi pers, hingga organisasi seperti Asosiasi Jurnalis Independen juga dapat berkontribusi dalam pers. Pencabutan SIUPP merupakan cara Habibie dalam memberikan kebebasan pers.

3. Menyelesaikan Masalah Timor Timur

Masalah Timor Timur adalah masalah yang belum terselesaikan dari pemerintahan presiden sebelumnya. Maka dari itu kebijakan politik Presiden Habibie pada masa reformasi kala itu berusaha untuk mengambil sikap yang pro aktif dengan memberikan 2 penawaran, yaitu pemberian status khusus dengan otonomi daerah secara luas atau ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Otonomi luas artinya akan diberikan kewenangan dalam berbagai bidang seperti politik, budaya ekonomi, pengecualian dalam bidang hubungan antar luar negeri, pertahanan, keamanan serta dalam kebijakan fiskal dan moneter. Di opsi lain, memisahkan diri artinya secara demokrasi dan konstitusi secara damai dan terhormat akan melepaskan diri dari bagian NKRI dan Habibie akan membebaskan tahanan politik seperti Ramos Horta dan Xananan Gusmao.

Pada akhirnya, tanggal 21 April 1999 bertempat di Dili, kelompok yang terbagi atas pro kemerdekaan dan pro integrasi menandatangani kesepakatan dalam pelaksanaan penentuan pendapat di Timor Timur dengan melihat sikap rakyat terhadap 2 opsi yang diberikan tersebut. Proses pelaksanaan pendapat kemudian dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dan akan diumumkan pada 4 September 1999. Adapun hasilnya adalah sekitar 78,5% masyarakat Timor Timur lebih memilih melepaskan diri dari NKRI. Meskipun masalah Timor Timur sudah selesai, akan tetapi lepasnya Timor TImur ini menjadi catatan buruk pemerintahan Habibie karena tidak bisa mempertahankan bagian NKRI.

4. Pemilu dan Pembentukan Parpol 1999

Reformasi dalam bidang politik lainnya adalah dengan melaksanakan pemilu untuk pertama kalinya setelah reformasi di Indonesia diadakan pada 7 Juni 1999 silam. Pelaksanaan pemilu ini juga dibarengi dengan pembentukan parpol. Adanya pelaksanaan pemilu dianggap sebagai bentuk demokrasi dibandingkan dengan pemilu sebelumnya karena menggunakan asas luber dan jurdil. Adapun perubahan kebijakan tersebut dilandasi dengan dikeluarkannya UU no 2 tahun 1999 yang berisi tentang Partai Politik, UU no 4 tahun 1999 yang berisi tentang DPR dan MPR serta UU no 3 tahun 1999 yang berisi tentang Pemilu.

Dalam sistem pemilu di Indonesia setelah reformasi, setidaknya terdapat 141 Partai Politik yang mendaftar. Akan tetapi jumlah yang banyak tersebut kemudian diverifikasi datanya dan hanya meloloskan 98 partai. Setelah dilakukan seleksi lebih lanjut, yang memenuhi segala syarat yang telah ditentukan dalam pemilu hanya berjumlah 48 parpol. Pada 1 September 1999 sesuai dengan keputusan dari KPU dan PPI, telah dilakukan lembaga kursi dari hasil pemilu. Dari hasil tersebut, terdapat 5 partai yang mendominasi menduduki kursi DPR, yaitu PDIP sebagai pemenang pemilu, Golkar, PKB, PPP dan PAN.

5. Pemeriksaan Kekayaan Soeharto dan Kroni-Kroninya

Sesuai dengan Instruksi Presiden no 30 tahun 1998, tertanggal 2 Desember 1998 yang telah memberikan perintah kepada Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib untuk segera mengambil tindakan hukum pemeriksaan terhadap mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya karena diduga melakukan praktek KKN. Pada 11 Oktober 1999, salah satu pejabat Jaksa Agung, Ismudjoko kemudian mengeluarkan SP3 yang isinya menyatakan bahwa penyelidikan terhadap Soeharto yang kaitannya dengan dana yayasan secara resmi dihentikan. Adapun alasan berhentinya penyelidikan tersebut adalah tidak ditemukannya bukti yang kuat untuk melanjutkan penyelidikan, terkecuali apabila ternyata ditemukan bukti baru.

Atas peristiwa tersebut, pemerintah kemudian dianggap gagal dalam pelaksanaan TAP MPR No. XI/MPR/1998 yang berisi tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi serta Nepotisme, terutama penyelidikan kekayaan mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya. Disisi lain, Habibie juga memberikan gelar pahlawan Reformasi bagi para mahasiswa korban Trisaksi karena berhasil membuat Soeharto lengser pada 12 Mei 1998. Pemberian gelar ini juga bagian dari kebijakan politik Presiden Habibie pada masa reformasi.

Itulah beberapa kebijakan politik Presiden Habibie pada masa reformasi setelah lengsernya presiden Soeharto. Berawal dari proses melepaskan beberapa tahanan politik hingga melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan Soeharto beserta dengan kroni-kroninya. Namun, meskipun kebijakan-kebijakan tersebut bagus, terdapat sebuah kegagalan pada masa reformasi Habibie yaitu lepasnya wilayah Timor Timur dari kesatuan NKRI.

KOMPAS.com - Bacharuddin Jusuf Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Habibie menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia setelah menggantikan presiden sebelumnya, yaitu Soeharto.

Habibie menjabat sebagai presiden selama satu tahun mulai dari tahun 1998 sampai tahun 1999. Meski terbilang singkat, Habibie mampu membuat reformasi besar-besaran dalam sejarah Indonesia.

Hal ini dapat dilihat mulai dari pemilu yang dialaksanakan secara bebas dan demokratis, pers yang bebas bersuara dan tidak lagi dikekang dan berada di bawah tekanan pemerintah, hingga kemerdekaan Timor Leste. Berikut adalah kebijakan politik pada masa pemerintahan B.J. Habibie:

Pada masa pemerintahan sebelumnya, pers dibungkam dan dipaksa mengikuti opini dari pemerintahan sehingga apabila ada pers yang menentang kebijakan pemerintah maka akan mendapatkan hukuman.

Dilansir dari Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,  dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada masa pemerintahan Habibie menjadikan pers sebagai salah satu wujud kedaulatan RI. Sehingga undang-undang tersebut menjadi ujung tonggak dari kebebasan pers yang ada di Indonesia yang sering dibredel pada masa pemerintahan sebelumnya. 

Baca juga: Masa Reformasi di bawah Pemerintahan BJ Habibie

  • Pemilu bebas dan demokratis

Habibie juga membentuk undang-undang yang mengatur kebebasan masyarakat Indonesia dalam melaksanakan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang pemilu.

Hasil dari dibentuknya undang-undang tersebut adalah lahirnya 48 partai politik baru yang ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemilu Indonesia di tahun 1999.

Pada tahun 1999, pemilu legislatif yang dilaksanakan menjadi pemilu yang paling bebas dan demokratis yang terjadi setelah pemilu pada tahun 1955.

Wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki karakter dan budaya yang beragam menjadikan otonomi daerah merupakan hal yang diperlukan untuk diterapkan di Indonesia.

Sehingga pada masa pemerintahan Habibie dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Hasil dari lahirnya undang-undang ini adalah meredanya gejolak disintergrasi yang sebelumnya sempat pecah di Indonesia.

  • Berakhirnya diskriminasi terhadap etnis tionghoa

Inpres Nomor 26 Tahun 1999 dan Inpres Nomor 4 tahun 1999 yang dikeluarkan oleh Habibie merupakan titik awal untuk mengakhiri perilaku diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.

Dalam inpres menghapuskan larangan untuk berbicara dan mengajar Bahasa Mandarin. Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa ini diwariskan dari masa pemerintahan Soeharto yang sebelumnya memberlakukan program anti-komunis yang berimbas pada diskriminasi terhadap etnis tertentu.

Baca juga: Masa Reformasi di bawah Pemerintahan Megawati Soekarnoputri

  • Lahirnya komnas perempuan

Pada peristiwa Mei 1998, banyak kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan terutama dari etnis Tionghoa, hal ini memicu lahirnya tuntutan dari masyarakat agar masalah ini tidak terulang kembali. Untuk memenuhi tuntutan ini, Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 yang akhirnya melahirkan komisi nasional perempuan di Indonesia.

Referendum atau pemisahan diri Timor Leste dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terlaksana pada masa pemerintahan Habibie.

Referendum ini menghantarkan Timor Leste menjadi negara yang merdeka. Peristiwa referendum Timor Leste ini sempat mendapatkan pertidaksetujuan dari pihak militer Indonesia, akan tetapi Habibie tetap melaksanakan referendum Timor Leste.

Pada tahun 1998, Habibie melaksanakan restrukturisasi perbankan di Indonesia dan memutuskan bahwa Bank Indonesia (BI) harus terpisah dari pemerintahan agar tetap bersifat obyektif dan tidak terpengaruh oleh politik.Pemisahan Bank Indonesia dari pemerintahan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

Dilansir dari Indonesia Baik, Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia diharapkan dapat membantu mengatasi krisis moneter yang menimpa Indonesia pada tahun 1998 dengan cara meningkatnya suku bunga sebesar 70 persen dan diterbitkannya obligasi senilai Rp 650 triliun untuk menalangi perbankan.

Baca juga: Masa Reformasi di bawah Pemerintahan Gus Dur

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.