Salah satu pemuda dari 7 orang Ashabul Kahfi yang ke pasar untuk membeli makanan bernama

Konsentrasi kita dalam menghadapi pasar bebas dan persaingan di dalamnya, ditenggelamkan oleh mimpi-mimpi yang silih berganti membuai tidur kita. Apa benar kita lebih suka memilih kegelapan agar bebas bermimpi? Kita bangsa besar, tapi di manakah leta

Jakarta (ANTARA News) - Pada 1985, dalam "Dari Pojok Sejarah", Emha Ainun Nadjib yang akrab dipanggil Can Nun, mengandaikan bangsa kita sebagai "ashabul kahfi," tertidur di gua tertutup sepanjang 309 tahun.Salah seorang penghuni gua, sesudah mereka terbangun, pergi keluar untuk membeli makanan. Ternyata uang yang dibawanya tidak laku lagi di pasar. Mereka, catat Cak Nun, tak bisa tidak, harus menyesuaikan diri dengan segala hukum pasar itu, kecuali mereka bersedia makan batu dalam gua. Sementara kita, masalahnya jauh lebih rumit dari itu. Kita bahkan tidur lebih lama, 350 tahun! Lalu bangun gelagapan, dan secara sosial, sampai kini belum siuman.  Ada empat kata penting dalam kisah itu; bangun tidur, gua, pasar, dan uang.Dan kini kita sudah 2010, di era pasar bebas yang tak bisa dielakkan, pelaksanaan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) yang tak bisa ditawar lagi. Tiba-tiba, kita pun bak para pemuda "ashabul kahfi."Kita harus menyesuaikan dengan pasar dan mata uang yang berlaku, kalau tidak kita terus terkungkung dalam gua. Pertanyaannya, benarkah kita baru bangun tidur? Benarkah kita hidup di gua? Benarkah kita ditinggal oleh pasar dan mata uang?Meski itu semua pengibaratan, tetapi, saya kira, kita merasa betapa kita belum sepenuhnya siap. Kita belum kokoh sebagai bangsa produsen, padahal  zaman kolonial dulu, kita pernah menjadi pengekspor gula terbesar di dunia. Produk tembakau dan hasil bumi kita melimpah. Tetapi, semua itu dalam pengawasan dan manajemen penjajah. Semua hasil untuk penjajah. Bumi dan kekayaan alam kita, dikuras. Ingatkah kita pada zaman tanam paksa dulu?Kita, dibuat pulas tertidur oleh penguasa kolonial. Zaman normal, kata mereka, adalah zaman ketika segala sesuatu nyaman di bawah kendali mereka.  Sebaliknya, yang tidak normal adalah ketika kita berpikir dan bergerak merdeka dari mereka. Orang-orang yang diasingkan ke Digul dan lainnya, dicap penentang zaman normal. Tapi, para pejuang kemerdekaan Indonesia membalik logika itu. Kita harus merdeka, dan proklamasi, kata Bung Karno, adalah jembatan emas menuju masa depan Indonesia gemilang.Kemudian, sesudah merdeka, apakah kita benar-benar sudah bangun dari tidur itu? Beberapa tahun lalu, Majalah Newsweek bahkan menyebut Indonesia "the sleeping giant," raksasa yang tertidur.  Tubuh kita bongsor dan tampak kuat, tetapi sayang, dibekap tidur pulas.Syair "bangun tidur, tidur lagi" dari Mbah Surip mungkin benar. Kita memang sudah benar-benar bangun, tapi, mata belum sepenuhnya melek, dan lebih bahayanya, mudah sekali untuk "tidur lagi," "masuk gua" lagi.  Dan waktu berjalan cepat, begitu "bangun pagi," kita mendapati diri kita terkejut, lalu "tidur lagi," persis syair lagu Mbah Surip itu.Para penyair seperti Mbak Surip memang tidak henti membuat kalimat-kalimat membangunkan. Mulai Chairil Anwar dengan "Antara Kerawang dan Bekas,"  hingga Rendra dalam "Kesaksian" dan Sutardji Calzoum Bachri pada "Tanah Air Mata."  Tetapi, itu semua masih sebatas syair, yang menguap begitu selesai  dibacakan. Seperti setitik air di Gurun Sahara.Konsentrasi kita dalam menghadapi pasar bebas dan persaingan di dalamnya, ditenggelamkan oleh mimpi-mimpi yang silih berganti membuai tidur kita. Benar kata syair epos Mahabaharata bahwa "dalam kegelapan kita bebas bermimpi." Tapi apa benar kita lebih suka memilih kegelapan agar bebas bermimpi? Kita bangsa besar, tapi di manakah letak besar itu?**Tahun 1985 juga Cak Nun menulis "Kamar Gelap Sejarah." Bahwa, sejarah itu bagaikan kamar gelap.  Kita makin tidak memahami "tingkah laku sejarah," juga pada nilai-nilai yang ditaburkannya.Kita, mengutip Cak Nun, beramai-ramai diplonco sejarah. Namun, karena kita tak ingin bengong saja, maka dalam kegelapan itu kita mencoba bergerak. Kita saling tubruk, saling protes, saling tuduh, saling menyalahkan. Padahal, kita mempunyai tujuan sama, berjalan ke timur. Seorang dari kita menyebut timur itu di sana, sementara yang lain menunjuknya di sini. Mungkin kita akhirnya berdamai, tetapi tidak mustahil ada yang masih iseng ingin menabrak, jegal sana jegal sini, lantas terhempas di pojokan.Persoalannya jelas, kata Cak Nun, kita butuh lampu. Syukur bisa membuat jendela, sehingga matahari benar-benar ada. Kalau tidak ada sama sekali cahaya, kita mungkin harus belajar dari burung hantu.**Dan, apakah kita, masih berada di, meminjam istilah Nurcholish Madjid, "terowongan gelap sejarah"?  Belumkah kita menemukan setitik cahaya? Bagaimanakah demokrasi berkontribusi?Faktanya demokrasi kita masih dalam proses menuju titik yang dianggap lebih sempurna. Stasiun demokrasi kita masih, dengan sedih saya harus katakan, meminjam Ahmad Syafii Maarif, "demokrasi perut." Betulkah masih sebatas urusan perut? Nyuwun sewu, kata orang Jawa, mohon maaf beribu maaf, kelihatannya memang demikian.  Orang-orang berebut menjadi politisi, sekedar untuk mencari pekerjaan.Jelas, kita masih membutuhkab penerangan. Banyak sisi-sisi sejarah kita, seperti diri kita, berada di ruang gelap. Tabrakan sana-sini. Alih-alih bersinergi, yang ada dan terasa, adalah "Ken Arokisme" dalam berpolitik.Sejarah akan terus berproses, tapi kita harus serius belajar membedakan mana mimpi, mana provokasi memabukkan. Mana visi sejati kita, mana yang gadungan. Mana emas, mana loyang. Mana jalan bengkok, mana yang lurus.Lampu harus dinyalakan, permainan dan pergumulan sejarah harus terjadi di ruang yang terang. Lebih penting dari itu, kita harus menciptakan jendela. Kita harus melongok keluar, agar bisa membandingkan betapa tertinggalnya kita, akibat "perkelahian" diantara kita di kegelapan itu.Omong-omong, seperti apakah akhir Pansus Century? Mengubah ruang sejarah kita menjadi semakin terangkah? Atau tetap gelap dan gelap?

*Alfan Alfian, dosen Universitas Nasional, Jakarta

Oleh Alfan AlfianEditor: Jafar M Sidik

COPYRIGHT © ANTARA 2010

Situs Ar-Raqim di Amman, Yordania, menjadi salah satu tempat yang diyakini sebagai Gua Ashabul Kahfi. (Media Ihram Asia)

SuaraJatim.id - Ashabul Kahfi adalah kisah yang menceritakan tujuh pemuda yang tertidur lelap di dalam gua selama 309 tahun. Mereka ditidurkan oleh Allah SWT karena mempertahankan keimanannya. Kisah ini terjadi sebelum zaman Nabi Muhammad Saw.

Para pemuda ini bersembunyi di dalam Gua Rajib sekitar 8 kilometer (km) dari Amman, Yordania, karena melarikan diri dari kekejaman Raja Diqyanus. Pada saat itu sang raja memerintahkan untuk membunuh orang yang menolak menyembah berhala. Ia ingin mengembalikan ajaran agama Romawi kuno. Ini dikisahkan dalam Alquran dalam surah Al Kahfi dan juga di Alkitab.

Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah

Arti dari Al Kahfi adalah gua. Kisah ini diabadikan dalam Alquran pada Surat Al Kahfi surat yang ke-18. Salah satunya pada Surat Al Kahfi ayat 10 yang artinya (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”

Mengenal Ashabul Kahfi

Dahulu diceritakan seorang raja penyembah berhala dari Romawi bernama Diqyanus menyerbu Kota Efesus. Akibatnya kekuasaan berpindah secara paksa di bawah mereka. Secara otomatis rakyatnya diwajibkan mematuhi semua peraturan yang mereka tetapkan baik berupa positif atau negatif.

Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah

Banyak yang tidak setuju termasuk Ashabul Kahfi. Akibatnya mereka mati-matian menentang karena dipaksa menganut ajarannya. Mereka pun lari sampai akhirnya menemukan sebuah gua dan memasukinya untuk berlindung.

Ashabul Kahfi. [Wikipedia]

Sosok Ashabul Kahfi

Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah

Ashabul Kahfi dikatakan terdiri dari 7 orang pemuda bernama Kastunus, Martinus, Maxalmena, Danimus, Bairunus, Thamlika, dan Yathbunus. Kisah 7 orang pemuda ini tertuang dalam Alquran Surat Al Kahfi ayat 1-26. Namun demikian, jumlah pemuda ini masih terdapat perdebatan, tapi yang paling terkenal ada 7 termasuk peliharaannya.

Tertulis dalam buku kisah-kisah dalam Surah Al Kahfi (2019) karya Angga Mulyana menyebutkan kejayaan Raja Diqyanus tidak berlangsung lama hanya sekitar 3 tahun dimulai dari 249 sampai 251.

Jika tidak menyembah berhala, maka pemerintah tidak segan-segan untuk membunuh dirinya dan seluruh keluarganya. Suatu saat terdengar kabar terdapat pemuda yang masih mempertahankan keyakinannya. Saat itu juga ia meminta para prajuritnya membawa pemuda itu ke hadapannya.

Ketujuh pemuda yang dianggap menentang kekuasaan itu dijemput para prajurit. . Sesampainya di istana, mereka langsung dihadapkan kepada raja dan ditanya mengapa menolak menyembah berhala.

Raja menawarkan berbagai kenikmatan dunia mulai dari harta, tahta, maupun wanita agar mereka menyembah berhala. Namun, prinsipnya tetap sama Allah Swt tetap menjadi Tuhan mereka.

Berbagai Versi

Sebenarnya versi cerita dari Ashabul kahfi cukup banyak. Salah satunya mengatakan saat tertidur di dalam gua bersama dengan anjingnya sehingga jumlah semuanya menjadi 8. Allah Swt menuntun para pemuda yang untuk menuju gua di sebuah gunung jauh dari pemukiman penduduk.

Sekelompok pemuda dikejar oleh bala tentara dari kerajaan dan berlari menuju Gunung Tukhayus yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Saat menuju gua, sekelompok pemuda bertemu dengan pemuda lainnya beserta anjingnya. Mereka kemudian pergi bersama untuk mempertahankan keimanan dan keselamatannya.

Selama tidurnya Allah membolak-balik tubuh mereka dengan tujuan agar tidak menyatu dengan tanah. Hal ini membuat badannya tetap utuh ketika bangun. Meski tertidur cukup lama, namun sekelompok pemuda ini menganggap hanya terlelap beberapa hari karena kelelahan.

Gua Ashabul Kahfi juga memiliki sebutan Cave of The Seven Sleepers. (Indonesia Today)

Waktu tidur yang diberikan Allah kepada mereka mencapai ratusan tahun. Tentunya secara nalar ini tidaklah mungkin. Normalnya manusia bisa bertahan dalam keadaan tanpa makan dan minum hanya sekitar 4 hari. Setelahnya manusia berisiko mengalami kematian karena kelaparan dan dehidrasi.

Mereka bangun ketika mendengar suara seseorang. Hal ini sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al Kahfi ayat 12. Artinya kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara ke dua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).

Dalam surat Al-Kahfi ayat 19, juga Allah berfirman Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.

Saat terbangun dari tidurnya, mereka merasa lapar dan memutuskan untuk menuju sebuah pasar yang berada tidak jauh dari gunung tempatnya bersembunyi. Selama perjalanan sekelompok pemuda ini merasa aneh dengan kondisi yang dilihatnya karena berbeda dari sebelumnya.

Mereka lalu membeli makanan dengan memberikan sejumlah uang, tetapi mereka dikira seorang penipu karena uang yang dipakai sudah tidak laku lagi. Akhirnya mereka di bawa menghadap ke pemimpin.

Berikut fakta mengenai Ashabul Kahfi

1. Tubuh tidak menyatu dengan tanah

Dalam Alquran disebutkan perkiraan lamanya tinggal mereka di dalam gua mencapai 309 tahun. Jumlah waktu tersebut tubuh manusia kemungkinan besar sudah dimakan dekomposer dan menyatu dengan tanah seperti halnya mayat yang dikubur. Namun demikian, terjadi keajaiban seperti dalam Alquran Suart Al Kahfi ayat 18. Sedangkan anjing yang ikut serta saat itu menguruskan lengan di pintu gua.

2. Letak gua ditemukan setelah lebih 14 abad

Keberadaan gua tempat Ashabul Kahfi tertidur tersebut ditemukan setelah kejadian sekitar lebih dari 14 abad lamanya. Pada 1963 seorang arkeolog bernama Rafiq Wafa Ad-Dukaniy menemukan letak gua yang disebutkan dalam Alquran.

Ashabul Kahfi. [Harakatuna]

Daerahnya bernama Ar-Rahib, Yordania. Hal ini dibuktikan dengan adanya kuburan dengan jumlah seperti di dalam Alquran. Sementara pada mulut gua ada tengkorak anjing.

3. Jumlah Ashabul Kahfi

Sekelompok pemuda yang melarikan diri dari desa berjumlah 6 orang dan bertambah 1 pengembala dan anjingnya. Keterangan ini diperkuat dengan adanya tengkorak anjing yang terkubur di mulut gua.

4. Penelitian lubang gua

Setelah penemuan yang dikabarkan merupakan gua dari tempat berlindungnya Ashabul Kahfi, maka diadakan berbagai penelitian khusus untuk memperkuat berbagai argumen.

Desain dari gua ini memang terbilang sangat detail karena ketika cahaya matahari tidak sedikit pun memasuki gua. Namun, ketika petang mulai terlihat cahaya menembus pintu meski hanya sesaat.

Kisah dari Ashabul kahfi yang telah diceritakan dalam Alquran Surah Al Kahfi termasuk detail desain dari gua tepatnya pada ayat 17. Secara ringkas dinyatakan matahari ketika terbit condong ke sebelah kanan dan saat terbenam posisinya menjauhi pada arah kiri.

5. Letak gua Ashabul Kahfi

Sampai saat ini lokasi tepatnya gua Ashabul Kahfi masih banyak diperdebatkan. Akan tetapi, berdasarkan bukti historisnya mengarah ke daerah Saheb tepatnya 13 km sebelah selatan Kota Amman, Yordania.

6. Tulisan kuno di dinding gua

The Seven Sleepers. [Wikipedia]

Pada dinding gua terdapat tulisan berbahasa kuno yang mengisyaratkan tentang keesaan Allah Swt. Hal ini semakin menguatkan tempat gua yang ditinggali sekelompok pemuda pada saat kabur untuk mencari perlindungan demi mempertahankan keimanannya.

Selain itu, tepatnya di atas gua ditemukan salah satu situs bersejarah yang ternyata dulunya merupakan gereja dan beralih fungsi di masa Islam telah tersebar berbagai penjuru dunia. Terdapat tujuh pilar batu yang tingginya sudah tidak sama lagi membentuk posisi melingkar dengan kondisi sudah mulai rusak.

Bukti penguatnya terdapat dalam Surat Al Kahfi ayat 21 yang menyatakan perintah untuk mendirikan bangunan di atas gua berupa sebuah rumah ibadah sesuai ajaran yang dianut saat itu.

7. Makam di dalam gua

Di dalam gua ditemukan makam berjumlah 8 dengan posisi 4 di sebelah kanan dan lainnya berada di kiri. Terdapat pula peninggalan berupa gelang, cincin, uang logam, dan bejana berharga.

Versi Kristen

Dalam mitologi Kristen kisah ini dikenal dengan nama The Seven Sleepers. Dalam kisah itu, Maxalmena dikenal juga dengan nama Maximillian. Nama ini merupakan asal mula sebutan nama modern untuk Max dan Martin (Martinus, kawan Maxalmena).

The Seven Sleepers. [Wikipedia]

Kisah tujuh orang pemuda yang tertidur dari Efesus ini digolongkan ke dalam legenda mitologi Kristen. Cerita ini muncul dalam Gregorius dari Tours dan dalam Sejarah Orang-orang Lombard karya Paulus sang Diaken. Versi yang paling terkenal dari cerita ini muncul dalam karya Jacobus de Voragine, Legenda Emas. Lokasi gua itu konon berada di Turki pada masa kini.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA