Orang yang berada dalam neraka utama tidak dapat melarikan diri karena

Senin, 28 Februari 2022 - 05:15 WIB

Imam Al-Ghazali: Ada suatu hal yang sering terlewatkan oleh mereka, yaitu bahwa ada juga suatu surga rohaniah dan neraka rohaniah. (Foto/Ilustrasi: Ist)

Berkenaan dengan nikmat surgawi dan siksaan-siksaan neraka yang akan mengikuti kehidupan ini, semua orang yang percaya pada al-Qur'an dan Sunnah sudah cukup mengetahuinya. Tapi ada suatu hal yang sering terlewatkan oleh mereka, yaitu bahwa ada juga suatu surga rohaniah dan neraka rohaniah.

Imam al-Ghazali dalam "Kimia Kebahagiaan" yang merupakan terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris The Alchemy of Happiness, menjelaskan mengenai surga rohaniah, Allah berfirman kepada NabiNya, "Mata tidak melihat, tidak pula telinga mendengarnya, tak pernah pula terlintas dalam hati manusia apa-apa yang disiapkan bagi orang-orang yang takwa."

Baca juga: Gambaran Kehidupan Wanita di Akhirat Kelak yang Dilihat Rasulullah SAW dalam Perjalanan Isra Mi'raj

Menurutnya, di dalam hati manusia yang tercerahkan ada sebuah jendela yang membuka ke arah hakikat-hakikat dunia rohaniah, sehingga ia mengetahui - bukan dari kabar angin atau kepercayaan tradisional, melainkan dengan pengalaman nyata - segala sesuatu yang menyebabkan kerusakan ataupun kebahagiaan di dalam jiwa, persis sama jelas dan tegasnya sebagaimana seorang dokter mengetahui apa yang menyebabkan penyakit ataupun menyehatkan tubuh.

Ia tahu bahwa pengetahuan tentang Allah dan ibadah bersifat mengobati, dan bahwa kejahilan dan dosa adalah racun-racun maut bagi jiwa. Banyak orang, bahkan juga yang disebut sebagai ulama, karena mengikuti secara membuta pendapat orang lain, tidak mempunyai keyakinan yang sesungguhnya dalam iman mereka berkenaan dengan kebahagiaan atau penderitaan jiwa di akhirat. Tetapi orang yang mau mempelajari masalah ini dengan pikiran yang tak terkotori oleh prasangka akan sampai pada keyakinan yang jelas tentang masalah ini.

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Pembahasan pada kesempatan kali ini, kita akan membahas suatu hal yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir (kiamat). Tentunya, ada banyak hal perlu untuk kita imani terkait dengan hari akhir, di antaranya kita harus mengimani adanya neraka jahanam.

Sebagaimana dalil-dalil yang kita ketahui tentang neraka jahanam, kita tentu menjadi tahu tentang betapa dahsyatnya azab neraka jahanam yang akan dirasakan oleh penghuninya kelak, baik dari sisi apinya, makanannya, minumannya, pakaiannya, dan berbagai macam siksaan lainnya.

Di antara siksaan-siksaan yang Allah ﷻ berikan kepada penghuni neraka jahanam adalah siksaan mental. Di antaranya penghuni neraka akan dipermalukan dengan dipertemukannya mereka dengan makhluk yang mereka sembah ketika di dunia, sehingga terjadi pertengkaran di antara mereka. Dari pertengkaran tersebut, para penghuni neraka tidak hanya disiksa dengan siksaan fisik, akan tetapi mereka juga disiksa dengan siksaan mental yang menambah penderitaan mereka di akhirat kelak.

Siksaan yang beragam yang diterima oleh penghuni neraka kelak menjadikan mereka akhirnya menyesal dengan penyesalan yang panjang. Namun, penyesalan mereka tersebut tidak lagi memiliki manfaat sedikit pun bagi mereka saat itu. Oleh karenanya, di antara nama dari hari kiamat yang Allah ﷻ sebutkan adalah Yaumul Hasrah (يَوْمَ الْحَسْرَةِ) yang artinya hari penyesalan. Hari kiamat disebut dengan hari penyesalan karena pada hari itu akan banyak penyesalan yang sangat mendalam yang akan diungkapkan oleh penghuni neraka.([1])

Pertengkaran-pertengkaran Penghuni Neraka

Bentuk pertengkaran penghuni neraka pada hari kiamat kelak bisa kita klasifikasikan menjadi tujuh bentuk pertengkaran, berdasarkan urutan ayat-ayat yang datang di dalam Al-Qur’an.

  1. Mereka saling berlepas diri

Hal ini Allah ﷻ sebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 166, di mana antara orang yang mengikuti dan diikuti saling berlepas diri. Allah ﷻ berfirman,

﴿إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ، وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa di hadapan mereka; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti, ‘Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami’. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya sebagai bentuk penyesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 166-167)

Ayat ini menggambarkan bagaimana Allah ﷻ mempertemukan antara orang yang diikuti dan yang mengikuti, dan mereka sama-sama menuju neraka jahanam dan sama-sama melihat azab di hadapan mereka. Ketika melihat azab di hadapan mereka, maka terputuslah hubungan mereka kala itu. Mungkin yang dahulu di dunia mereka saling dekat, saling jalan bersama, saling bersama dalam melakukan kemaksiatan dan kesyirikan, saling mencintai di antara mereka, namun seluruh hubungan akan terputus ketika itu. Allah ﷻ berfirman,

﴿الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ﴾

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Yang pertama kali berlepas diri kelak adalah para pemimpin (yang diikuti). Para pemimpin tidak mau didekati oleh para pengikutnya. Mereka telah sadar bahwasanya mereka akan masuk neraka, akan tetapi hadirnya pengikut mereka menjadi tambahan azab baginya, sehingga mereka akhirnya ingin berlepas diri dari pengikutnya sejak awal.

Tentunya, para pengikut ketika melihat pemimpin mereka berlepas diri dari mereka akan sangat kecewa. Orang yang dahulu di dunia mereka harap-harapkan, ternyata ketika hari itu berlepas diri dari mereka. Hal ini tentunya memberikan penderitaan yang tidak ringan, karena hari itu mereka tidak tahu ke mana lagi harus meminta pertolongan, sementara penderitaan telah mereka rasakan meskipun mereka belum dimasukkan ke dalam neraka. Oleh karenanya, ketika itu mereka akan berkata,

﴿لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا﴾

“Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” (QS. Al-Baqarah: 167)

Angan-angan tersebut pastinya menjadi sebuah penyesalan karena mereka tidak bisa lagi kembali ke dunia untuk berlepas diri dari pemimpin-pemimpin mereka. Namun, penyesalan pada hari itu tiada guna, karena mereka tidak akan bisa keluar dari neraka jahanam sebagaimana firman Allah ﷻ,

﴿وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾

“Dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 167)

Kata هُم dalam ayat ini memiliki dua tafsiran di kalangan para ulama. Sebagian mengatakan bahwa هُم maksudnya adalah untuk penekanan bahwa mereka tidak akan keluar dari neraka jahanam, namun sebagian yang lain mengatakan bahwa maksud هُم di sini adalah penyebutan spesifik bagi orang-orang kafir di mana mereka tidak akan keluar dari neraka jahanam.([2]) Intinya, Allah ﷻ telah menekankan bahwasanya orang-orang yang masuk ke dalam neraka jahanam tersebut tidak akan keluar dari neraka jahanam. Hal ini menjadi sebuah siksaan yang sangat mengerikan, ketika seseorang masuk ke dalam neraka dan tidak bisa keluar darinya. Adapun orang-orang bertauhid yang masuk ke dalam neraka karena maksiat mereka, mereka bisa keluar dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga setelah dicuci dosa-dosa mereka terlebih dahulu.

Perlu kita ketahui bahwasanya sebelum Allah ﷻ memasukkan orang-orang musyrikin ke dalam neraka jahanam, Allah ﷻ mengejek mereka terlebih dahulu bahwasanya sabar atau tidaknya mereka dalam menghadapi siksaan, tidak akan memberikan faedah bagi mereka. Dalam surah Ath-Thur Allah ﷻ berfirman,

﴿اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لَا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ﴾

“Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian, kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan.” (QS. Ath-Thur: 16)

Hal ini berbeda ketika seseorang bersabar di dunia. Ketika seseorang tertimpa penderitaan di dunia, kesabarannya atas hal tersebut memberikan faedah baginya, dan ada sebab-sebab yang membuat dia bisa bersabar. Bisa jadi dia bersabar karena dia tahu ada orang lain yang mendapatkan musibah yang sama. Bisa jadi dia bersabar karena dia tahu bahwasanya musibah yang dia alami akan ada ujungnya, sebagaimana ungkapan “badai pasti berlalu”. Namun, ketika kita berbicara tentang azab neraka, maka kesabaran dengan segala sebab-sebabnya akan percuma. Benar bahwa yang disiksa bukan hanya mereka, antara pemimpin dan pengikut juga disiksa. Namun meskipun itu menjadikan mereka lebih bisa bersabar, maka percuma saja, karena siksaan mereka tidak akan dikurangi, bahkan bisa jadi akan semakin ditambah, dan mereka tidak akan keluar dari neraka jahanam barang sesaat pun. Oleh karenanya, mereka kelak mengungkapkan hal tersebut sebagaimana yang Allah ﷻ gambarkan dalam firman-Nya,

﴿سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ﴾

“Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS. Ibrahim: 21)

Inilah bentuk pertengkaran pertama antara penghuni neraka, bahwasanya mereka akan saling berlepas diri satu sama lain.

Di antara pertengkaran para penghuni neraka adalah kelak mereka akan saling melaknat. Hal ini digambarkan oleh firman Allah ﷻ dalam surah Al-A’raf ayat ke-38 sampai ayat ke-39. Allah ﷻ berfirman,

﴿قَالَ ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُم مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ فِي النَّارِ كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَّعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّىٰ إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لِأُولَاهُمْ رَبَّنَا هَٰؤُلَاءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِّنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَٰكِن لَّا تَعْلَمُونَ، وَقَالَتْ أُولَاهُمْ لِأُخْرَاهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِن فَضْلٍ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْسِبُونَ﴾

“Allah berfirman, ‘Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia melaknat kawannya (menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, ‘Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka’. Allah berfirman, ‘Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui’.  Dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian, ‘Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu lakukan’.” (QS. Al-A’raf: 38-39)

Ayat ini menggambarkan bagaimana penghuni neraka antara satu umat dengan umat  lainnya saling melaknat dan saling melemparkan tuduhan setiap kali masuk satu umat ke dalam neraka. Tatkala mereka seluruhnya sudah saling bertemu, antara yang diikuti dan yang mengikuti, maka yang belakangan masuk neraka mengadu kepada Allah ﷻ bahwasanya mereka tersesat karena umat sebelum mereka. Di sini, seakan-akan mereka meminta untuk dikurangi azabnya dan dipindahkan azab tersebut kepada kaum yang menjadikan mereka sesat, atau kaum tersebut ditambahkan azab baginya. Permintaan seperti ini tentunya permintaan yang wajar, karena demikianlah orang yang kecewa terhadap orang lain, mereka pasti akan mencurahkan kekecewaannya.

Namun apa kata Allah ﷻ? Mereka semua akan ditimpakan azab yang berlipat ganda. Tidak hanya bagi yang menyesatkan, yang disesatkan pun juga akan ditimpakan azab yang berlipat ganda. Sungguh ini perkara yang menyedihkan lagi menghinakan, di mana mereka meminta azab ditambahkan kepada kaum yang menyesatkan mereka, namun ternyata mereka pun dapat tambahan azab dari Allah ﷻ.

Ketika itu, yang menyesatkan juga akan berkata kepada kaum yang merasa disesatkan, bahwasanya tidak ada yang utama di antara mereka, sehingga mereka sama-sama diberi azab yang berlipat ganda. Seakan-akan mereka menyalahkan kaum yang merasa disesatkan bahwasanya kesesatan mereka itu disebabkan kesalahan mereka sendiri karena mengikuti kesesatan mereka. Mereka pun mengejek kaum yang merasa disesatkan dengan berkata,

﴿فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْسِبُونَ﴾

“Maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kalian lakukan.” (QS. Al-A’raf: 39)

Kata فَذُوقُوا atau الذَّوْقُ dalam bahasa kita artinya “ciciplah”. Sesuatu yang dicicip, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab maksudnya adalah mencicipi (baca: merasakan) dengan lidah, baik itu makanan atau minuman.([3]) Di sini menunjukkan bagaimana parahnya azab yang akan mereka rasakan, sampai-sampai mereka menggunakan ungkapan “Ciciplah azab karena perbuatan yang kalian telah lakukan”. Artinya, azab tersebut benar-benar akan mereka rasakan sampai terasa masuk ke dalam tubuh mereka. Ungkapan ini merupakan ejekan, karena seakan-akan mereka mengatakan “Silakan kalian berlezat-lezat dengan azab karena perbuatan kalian”.

Intinya, para penghuni neraka akan saling mengejek satu sama lain, yang belakangan datang mengadu kepada Allah ﷻ terhadap kaum yang lebih dahulu masuk ke dalam neraka, namun ternyata mereka pun diberikan siksaan yang berlipat ganda. Akhirnya, yang kaum yang lebih dahulu masuk ke dalam neraka pun akhirnya mengejek kaum yang belakangan. Tentunya, selain siksaan fisik, apa yang akan mereka alami ini juga menjadi siksaan mental yang sangat menyedihkan.

  1. Pertengkaran antara orang zalim dengan setan

Hal ini Allah ﷻ gambarkan dalam surah Ibrahim. Allah ﷻ berfirman,

﴿وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِن شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ، وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدتُّكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُم مِّن سُلْطَانٍ إِلَّا أَن دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنفُسَكُم مَّا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنتُم بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِن قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

“Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?’ Mereka menjawab, ‘Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri’. Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu  pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu’. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 21-22)

Firman Allah ﷻ,

﴿وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِن شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ﴾

“Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?’ Mereka menjawab, ‘Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri’.” (QS. Ibrahim: 21)

Para ahli tafsir ketika membahas ayat ini, mereka terbagi menjadi dua pendapat tentang apakah permintaan orang-orang lemah terhadap orang-orang yang menyombongkan diri dalam ayat ini murni permohonan atau ejekan? Banyak dari ahli tafsir menyebutkan bahwa permohonan tersebut adalah ejekan. Permohonan orang-orang lemah tersebut merupakan istifham inkari ‘pertanyaan untuk penafian’, artinya mereka mengejek orang-orang sombong yang menjadi sebab mereka masuk neraka bahwa mereka sedikit pun tidak  bisa menanggung azab mereka. Intinya, kalau benar maksud dari pertanyaan mereka adalah untuk istifham inkari, maka tentu ini adalah bentuk penghinaan bagi kaum yang menyombongkan diri, yang dahulunya mengaku bahwa akan menolong dan menyelamatkan mereka, namun saat ini mereka tidak memiliki kekuasaan sedikit pun.

Para ahli tafsir yang berpendapat bahwa pertanyaan orang-orang lemah itu merupakan istifham inkari beralasan bahwa orang-orang lemah tersebut sudah tahu bahwasanya masing-masing akan disiksa dan tidak akan menanggung siksaan orang lain. Sehingga, pertanyaan mereka tersebut maksudnya adalah mengejek dan penghinaan, karena saat itu orang-orang yang menyombongkan diri tidak bisa menanggung azab orang-orang yang lemah sedikit pun.

Apa jawaban orang-orang yang menyombongkan diri?

﴿لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ﴾

“Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”

Artinya, meskipun orang-orang lemah ini mengejek dan menghina mereka, atau mereka semuanya bersabar, atau bahkan mereka semua meronta-ronta, maka itu semua tidak akan mengubah kondisi mereka, karena bagi mereka tidak ada jalan sedikit pun untuk dikurangi azabnya, dan tidak ada jalan keluar sedikit pun dari azab tersebut.

Kemudian, disebutkan oleh para ahli tafsir bahwa ketika pertengkaran mereka tidak memberikan faedah bagi mereka, mulailah mereka mengadu kepada setan (Iblis). Maka setan pun menjawab mereka dengan berkhutbah di atas mimbar yang terbuat dari api([4]). Allah ﷻ berfirman tentang khutbah setan,

﴿وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدتُّكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُم مِّن سُلْطَانٍ إِلَّا أَن دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنفُسَكُم مَّا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنتُم بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِن قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾

“Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyelisihinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu  pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih’.” (QS. Ibrahim: 22)

Setan membantah tuduhan mereka dengan mengatakan bahwasanya mereka hanya menyelisihi janjinya, sementara Allah ﷻ membenarkan janji-Nya. Setan membantah mereka bahwa ia hanyalah membisikkan semata dan mereka sendirilah yang mengikuti bujukan setan, sementara setan tidak punya kuasa untuk hal tersebut. Setan berkata agar mereka tidak perlu mencelanya, tapi hendaknya mereka mencela diri mereka sendiri, karena mereka masuk neraka karena kesalahan mereka sendiri. Setan juga berlepas diri dari kesyirikan yang mereka lakukan dahulu di dunia. Di akhir khutbahnya, setan seakan-akan mengatakan bahwa tidak perlu ada celaan di antara mereka, karena baik setan maupun yang lainnya sama-sama berbuat zalim, sehingga semuanya mendapatkan siksaan yang pedih.

Peristiwa ini menjadi hal yang akan menyesakkan dada mereka. Dalam hal ini, dua kali mental mereka jatuh. Pertama, ketika yang lemah bertemu dengan yang kuat dan saling bertengkar, namun tidak memberikan perubahan kondisi mereka. Kedua, ketika yang lemah dan yang kuat bergabung untuk bertengkar dengan setan, namun pertengkaran mereka pun tidak mengubah kondisi mereka.

Allah ﷻ berfirman dalam surah Saba’,

﴿وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَن نُّؤْمِنَ بِهَٰذَا الْقُرْآنِ وَلَا بِالَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِندَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلَا أَنتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ، قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَىٰ بَعْدَ إِذْ جَاءَكُم بَلْ كُنتُم مُّجْرِمِينَ، وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَن نَّكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَندَادًا وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا الْأَغْلَالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴾

“Dan orang-orang kafir berkata, ‘Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al-Qur’an ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya’. Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ‘Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman’. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, ‘Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa’. Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ‘(Tidak) sebenarnya tipu dayamu di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya’. Kedua belah pihak menyembunyikan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Saba’: 31-33)

Khitab ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang membaca Al-Qur’an, yaitu kita semua. Allah ﷻ menggambarkan kepada kita tentang bagaimana pembangkangan orang-orang kafir itu, mereka tidak mau beriman kepada Al-Qur’an dan bahkan tidak kepada kitab-kitab sebelumnya.

Allah ﷻ dalam ayat ini menggambarkan bagaimana ketika kelak orang-orang zalim yaitu orang-orang musyrikin([5]) dihadapkan kepada Allah ﷻ dan mereka saling menuduh antara yang satu dengan yang lainnya. Allah ﷻ menggunakan kata اسْتَكْبَرُوا bagi kelompok yang menganggap diri mereka besar, padahal mereka sama sekali tidak besar. Adapun kata اسْتُضْعِفُوا digunakan bagi kelompok yang lemah, di mana mereka memang lemah baik dari sisi akal maupun harta, yang mereka mengikuti orang-orang yang menganggap diri mereka besar.([6])

Orang-orang yang lemah (baca: pengikut) mengadu kepada Allah ﷻ bahwasanya kalau bukan karena orang-orang yang sombong tentu mereka akan beriman kepada Allah ﷻ. Hal tersebut mereka sampaikan dengan harapan azab mereka bisa selamat dari azab.([7]) Namun, orang-orang yang sombong tersebut membantah dan balik menuduh mereka, bahwasanya mereka tidak pernah menghalangi mereka dari jalan kebenaran. Tentunya perkataan orang-orang sombong tersebut adalah kedustaan, karena benar dahulu mereka menghalangi orang-orang yang lemah dari jalan kebenaran. Akan tetapi, mereka akhirnya berdusta karena tidak ingin beban kesalahan orang-orang lemah dipikulkan kepada mereka.

Sebagian para ulama juga menggambarkan bahwa orang-orang yang menyombongkan diri bahkan langsung memotong perkataan pengikut mereka yang mengadu kepada Allah ﷻ. Oleh karenanya kita tidak mendapat dalam perkataan mereka didahului dengan kata وَ ‘dan’, sehingga mereka langsung memotong perkataan pengikutnya karena khawatir keluhan pengikutnya menjadikan azab mereka ditambah. Adapun pada ayat setelahnya menggunakan kata و ‘dan’ yang menunjukkan bahwa para pengikut berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, sehingga tampak ada jeda di antara perkataan mereka.

Para pengikut kemudian membantah perkataan orang-orang yang menyombongkan diri tersebut dengan mengatakan bahwasanya benar mereka tersesat karena kesalahan mereka sendiri, akan tetapi kesalahan mereka itu disebabkan karena bujukan, rayuan, dan tipuan setiap hari, siang dan malam, sehingga orang-orang lemah tersebut pun teperdaya.

Intinya, mereka saling tuduh yang satu dengan yang lainnya. Namun, kata Allah ﷻ bahwasanya mereka semua, baik orang-orang yang menyombongkan diri dan orang-orang yang mengikutinya, memendam penyesalan tatkala mereka telah melihat azab, karena mereka malu di hadapan khalayak. Sebenarnya, mereka semua jengkel dan dendam, akan tetapi mereka tidak berani mengungkapkan penyesalannya, dan ini merupakan tambahan siksaan bagi mereka yang tidak bisa mengungkapkannya.

Pertengkaran dan saling tuduh menuduh di antara mereka sedikit pun tidak mengubah kondisi mereka yang akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.

  1. Mereka saling beradu argumentasi

Allah ﷻ berfirman dalam surah Ash-Shaffat,

﴿احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ، مِن دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ، وَقِفُوهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ، مَا لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ، بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ، وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ، قَالُوا إِنَّكُمْ كُنتُمْ تَأْتُونَنَا عَنِ الْيَمِينِ، قَالُوا بَل لَّمْ تَكُونُوا مُؤْمِنِينَ، وَمَا كَانَ لَنَا عَلَيْكُم مِّن سُلْطَانٍ بَلْ كُنتُمْ قَوْمًا طَاغِينَ، فَحَقَّ عَلَيْنَا قَوْلُ رَبِّنَا إِنَّا لَذَائِقُونَ، فَأَغْوَيْنَاكُمْ إِنَّا كُنَّا غَاوِينَ، فَإِنَّهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ﴾

“(kepada malaikat diperintahkan) Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, ‘Kenapa kamu tidak tolong menolong?’ Bahkan mereka pada hari itu berserah diri. Sebagian dan mereka menghadap kepada sebagian yang lain berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka), ‘Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari arah kanan’. Pemimpin-pemimpin mereka menjawab, ‘Sebenarnya kamulah yang tidak beriman. Dan sekali-kali kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas. Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa kita; sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu). Maka kami telah menyesatkan kamu, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang sesat’ Maka sesungguhnya mereka pada hari itu bersama-sama dalam azab.” (QS. Ash-Shaffat: 22-33)

Firman Allah ﷻ,

﴿احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ، مِن دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ﴾

“(kepada malaikat diperintahkan) Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (QS. Ash-Shaffat: 22-23)

Orang-orang musyrikin atau para pelaku maksiat kelak akan dikumpulkan bersama-sama dengan orang-orang yang satu golongan dengan mereka, seperti orang yang beragama tertentu akan dikumpulkan dengan yang seagama dengannya, atau pelaku suatu maksiat akan dikumpulkan dengan para pelaku maksiat yang semisal, dan seterusnya. Selain itu, mereka juga dikumpulkan bersama dengan apa-apa yang mereka sembah selain Allah ﷻ.

Pada ayat ini, Allah ﷻ menggunakan kata فَاهْدُوهُمْ yang biasa kita pakai untuk penunjukan jalan kepada kebaikan. Namun, mengapa Allah ﷻ menggunakan istilah tersebut untuk jalan keburukan yaitu neraka? Sebagian ulama mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk ejekan kepada mereka, bahwasanya dahulu mereka dahulu di dunia diberi hidayah, diberi petunjuk kepada jalan kebenaran, diutus para rasul, diturunkan Al-Qur’an, namun mereka tidak mau, maka saat itu mereka diberi hidayah (petunjuk) menuju neraka jahanam.

Firman Allah ﷻ,

﴿وَقِفُوهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ، مَا لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ، بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ﴾

“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, ‘Kenapa kamu tidak tolong menolong?’ Bahkan mereka pada hari itu berserah diri.” (QS. Ash-Shaffat: 24-26)

Belum sampai mereka masuk ke dalam neraka, mereka kemudian dipanggil untuk ditanya. Mereka ditanya bahwa mengapa mereka tidak saling tolong menolong satu sama lain ketika itu? Bukankah dahulu ketika di dunia mereka saling tolong menolong, saling bahu membahu, dan saling mendukung dalam menyebarkan kesyirikan dan syubhat agar orang-orang tersesat? Maka mengapa tidak saling tolong menolong ketika itu? Bukankah mereka satu golongan? Mereka tidak menjawab sedikit pun, bahkan saat itu mereka pasrah dan tidak bisa berkata-kata lagi, karena di depan mereka sudah ada neraka jahanam.

Maka, yang terjadi kemudian adalah mereka saling berhadap-hadapan satu sama lain, dan terjadilah adu argumen di antara mereka. Allah ﷻ berfirman,

﴿وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ، قَالُوا إِنَّكُمْ كُنتُمْ تَأْتُونَنَا عَنِ الْيَمِينِ، قَالُوا بَل لَّمْ تَكُونُوا مُؤْمِنِينَ، وَمَا كَانَ لَنَا عَلَيْكُم مِّن سُلْطَانٍ بَلْ كُنتُمْ قَوْمًا طَاغِينَ، فَحَقَّ عَلَيْنَا قَوْلُ رَبِّنَا إِنَّا لَذَائِقُونَ، فَأَغْوَيْنَاكُمْ إِنَّا كُنَّا غَاوِينَ﴾

“Sebagian dan mereka menghadap kepada sebagian yang lain berbantah-bantahan. Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka), ‘Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari arah kanan’. Pemimpin-pemimpin mereka menjawab, ‘Sebenarnya kamulah yang tidak beriman. Dan sekali-kali kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas. Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa kita; sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu). Maka kami telah menyesatkan kamu, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang sesat’.” (QS. Ash-Shaffat: 27-32)

Para pengikut memberikan pembelaan bahwasanya karena sebab pemimpin-pemimpin mereka yang datang dari arah kanan itulah sehingga mereka tersesat. Maksud dari kalimat “datang dari kanan” ini memiliki dua tafsiran:

Tafsiran pertama: Maksudnya adalah pemimpin-pemimpin mereka datang dengan berbagai kekuatan untuk menyesatkan mereka.

Tafsiran kedua: Maksudnya adalah dahulu di dunia mereka dihalang-halangi kepada kebaikan (agama) sehingga akhirnya mereka benar-benar tersesat.([8])

Namun, para pemimpin-pemimpin tersebut memberikan pembelaan. Mereka mengatakan bahwa para pengikut mereka itu sejak awal memang telah rusak imannya, karena godaan yang sedikit telah mampu menyesatkan mereka. Mereka juga memberikan pembelaan bahwasanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk menyesatkan mereka. Bahkan mereka mengakui bahwa dahulu mereka sama-sama sesat, sehingga azab pasti akan mereka rasakan bersama.

Di akhir ayat Allah ﷻ menegaskan,

﴿فَإِنَّهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ﴾

“Maka sesungguhnya mereka pada hari itu bersama-sama dalam azab.” (QS. Ash-Shaffat: 33)

Sekali lagi, pertengkaran mereka tidak mengubah kondisi mereka sedikit pun. Bahkan, kesamaan dalam azab pun tidak akan mengurangi penderitaan mereka.

Allah ﷻ berfirman dalam surah Shad,

﴿هَٰذَا وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ مَآبٍ، جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمِهَادُ، هَٰذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ، وَآخَرُ مِن شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ، هَٰذَا فَوْجٌ مُّقْتَحِمٌ مَّعَكُمْ لَا مَرْحَبًا بِهِمْ إِنَّهُمْ صَالُو النَّارِ، قَالُوا بَلْ أَنتُمْ لَا مَرْحَبًا بِكُمْ أَنتُمْ قَدَّمْتُمُوهُ لَنَا فَبِئْسَ الْقَرَارُ، قَالُوا رَبَّنَا مَن قَدَّمَ لَنَا هَٰذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ، وَقَالُوا مَا لَنَا لَا نَرَىٰ رِجَالًا كُنَّا نَعُدُّهُم مِّنَ الْأَشْرَارِ، أَتَّخَذْنَاهُمْ سِخْرِيًّا أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الْأَبْصَارُ، إِنَّ ذَٰلِكَ لَحَقٌّ تَخَاصُمُ أَهْلِ النَّارِ﴾

“Demikianlah (keadaan mereka penghuni surga). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk, (yaitu) neraka Jahanam, yang mereka masuk ke dalamnya; maka amat buruklah Jahanam itu sebagai tempat tinggal. Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. (Dikatakan kepada mereka), ‘Ini rombongan besar (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka)’. (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka) ‘Tidak ada ucapan selamat datang bagi mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka’. Pengikut-pengikut mereka menjawab, ‘Sebenarnya kamulah yang (lebih pantas) tidak menerima ucapan selamat datang, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka itulah seburuk-buruk tempat menetap’. Mereka berkata (lagi), ‘Ya Tuhan kami, barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka’. Dan (orang-orang durhaka) berkata, ‘Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat (hina)?  Dahulu kami menjadikan mereka olok-olokan, ataukah karena penglihatan kami yang tidak melihat mereka?’  Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran di antara penghuni neraka.” (QS. Shad: 55-64)

Allah ﷻ dalam firman-Nya ini menggambarkan bahwasanya orang-orang yang melampaui batas (durhaka) akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Di sini, Allah ﷻ menggunakan kata فَبِئْسَ الْمِهَادُ, yang di mana kalimat tersebut merupakan ungkapan untuk tempat tidur yang disiapkan untuk bayi.([9]) Sehingga, seakan-akan dengan kalimat tersebut Allah ﷻ ingin mengejek mereka bahwa neraka adalah tempat mereka beristirahat. Kita katakan, bagaimana mungkin mereka bisa istirahat sementara azab setiap waktu akan mereka cicipi?

Di dalam neraka jahanam, mereka akan diberi hamiin (حَمِيمٌ)dan ghassaq (غَسَّاقٌ). Hamiin adalah air yang sangat panas, yang jika di minum akan menghancurkan usus-usus mereka. Adapun ghassaq adalah minuman dari nanah, darah, rasanya pahit dan berbau busuk, yang kemudian diberikan kepada penghuni neraka jahanam sebagai minuman mereka.([10])

Apa hanya azab itu yang mereka rasakan? Sekali-kali tidak, bahkan Allah ﷻ mengatakan,

﴿وَآخَرُ مِن شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ﴾

“Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam.” (QS. Shad: 58)

Ada beberapa azab lain yang Allah ﷻ siapkan bagi penghuni neraka jahanam, waliya’udzubillah.

Setelah itu, Allah ﷻ mengabarkan bahwasanya ada sekelompok orang yang akan masuk ke dalam neraka. Allah ﷻ menyifati mereka dengan kata مُّقْتَحِمٌ yang maknanya adalah mereka masuk tanpa berpikir panjang. Para ulama menjelaskan bahwasanya ini di antara azab bagi mereka, bahwa sebagaimana mereka dahulu para pengikut yang mengikuti pemimpin-pemimpin mereka tanpa berpikir panjang, maka demikianlah keadaan mereka tatkala dimasukkan ke dalam neraka jahanam.([11])

Namun, para pemimpin-pemimpin mereka tidak senang ketika pengikutnya dimasukkan bersama mereka. sampai-sampai mereka mengatakan bahwa tidak ada ucapan selamat datang bagi mereka, karena mereka juga sama-sama masuk ke dalam neraka.

Akhirnya, para pengikut pun memberikan bantahan bahwa justru bagi pemimpin-pemimpin mereka yang tidak ada keselamatan, karena mereka menganggap bahwa pemimpin-pemimpin merekalah yang mengantarkan azab kepada mereka. Oleh karenanya, para pengikut pun kemudian berdoa kepada Allah ﷻ,

﴿رَبَّنَا مَن قَدَّمَ لَنَا هَٰذَا فَزِدْهُ عَذَابًا ضِعْفًا فِي النَّارِ﴾

“Ya Tuhan kami, barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka.” (QS. Shad: 61)

Namun, sebagaimana telah kita sebutkan sebelum-sebelumnya bahwa baik para pengikut maupun yang diikuti sama-sama akan mendapatkan siksaan yang berlipat ganda.

Setelah itu, mereka (para pengikut dan yang diikuti) sama-sama berkata,

﴿وَقَالُوا مَا لَنَا لَا نَرَىٰ رِجَالًا كُنَّا نَعُدُّهُم مِّنَ الْأَشْرَارِ، أَتَّخَذْنَاهُمْ سِخْرِيًّا أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الْأَبْصَارُ﴾

“Dan (orang-orang durhaka) berkata, ‘Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu (di dunia) kami anggap sebagai orang-orang yang jahat (hina)?  Dahulu kami menjadikan mereka olok-olokan, ataukah karena penglihatan kami yang tidak melihat mereka?’.” (QS. Shad: 61-62)

Mereka kini sama-sama menyesal. Mereka dahulu menganggap orang-orang yang beriman sebagai orang-orang yang sesat, mereka menganggap hina orang-orang miskin. Namun, yang terjadi saat itu adalah sebaliknya, merekalah yang menjadi orang yang paling hina.

Kemudian, Allah ﷻ menutup pertengkaran dengan berfirman,

﴿إِنَّ ذَٰلِكَ لَحَقٌّ تَخَاصُمُ أَهْلِ النَّارِ﴾

“Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran di antara penghuni neraka.” (QS. Shad: 64)

Ini menunjukkan bahwasanya hal tersebut benar-benar akan terjadi.

  1. Saling adu argumen yang lemah dan kuat

Allah ﷻ berfirman dalam surah Ghafir,

﴿وَإِذْ يَتَحَاجُّونَ فِي النَّارِ فَيَقُولُ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا نَصِيبًا مِّنَ النَّارِ، قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُلٌّ فِيهَا إِنَّ اللَّهَ قَدْ حَكَمَ بَيْنَ الْعِبَادِ، وَقَالَ الَّذِينَ فِي النَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِّنَ الْعَذَابِ، قَالُوا أَوَلَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُم بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا بَلَىٰ قَالُوا قَالُوا فَادْعُوا وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ﴾

“Dan (Ingatlah), ketika mereka berbantah-bantahan dalam neraka, maka orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu melepaskan sebagian (azab) api neraka yang menimpa kami?’ Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab, ‘Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam neraka karena Allah telah menetapkan keputusan antara hamba-hamba-(Nya)’. Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam, ‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia meringankan azab atas kami sehari saja’. Maka (penjaga-penjaga Jahanam) berkata, ‘Apakah rasul-rasul belum datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata?’ Mereka menjawab, ‘Benar, sudah datang’. (Penjaga-penjaga Jahanam) berkata, ‘Berdoalah kamu (sendiri)!’ Namun doa orang-orang kafir itu sia-sia belaka.” (QS. Ghafir: 47-50)

Pada ayat ini, Allah ﷻ lagi-lagi menggambarkan bahwasanya para penghuni neraka akan saling beradu argumen. Orang-orang lemah (baca: para pengikut) akan berkata kepada pemimpin-pemimpin mereka agar azab mereka bisa dikurangi. Namun, sebagaimana yang kita sebutkan dalam surah Ibrahim, bahwasanya pertanyaan tersebut merupakan bentuk ejekan kepada para pemimpin-pemimpin mereka. kemudian, lagi-lagi, para pemimpin mereka tentu tidak bisa memberikan keringanan azab, bahkan dalam ayat ini mereka seakan-akan pasrah dengan mengatakan bahwa mereka pun telah masuk ke dalam neraka jahanam dan keputusan Allah ﷻ telah ditetapkan.

Akhirnya, setelah mereka tidak mendapat solusi dari pertengkaran dan perdebatan mereka, para pemimpin dan para pengikutnya mencari solusi lain dengan meminta kepada penjaga neraka jahanam. Kepada penjaga neraka mereka meminta untuk dimohonkan kepada Allah ﷻ agar azab mereka dikurangi barang sehari saja. Namun, para malaikat penjaga neraka justru balik bertanya kepada mereka tentang utusan Allah ﷻ kepada mereka yang membawa dalil-dalil dan hujah-hujah. Mereka pun membenarkan dan mengakui adanya utusan tersebut. Maka, malaikat penjaga neraka tersebut menolak permintaan mereka, dan meminta untuk mereka berdoa sendiri kepada Allah ﷻ, karena utusan telah datang sementara mereka sendiri yang menolaknya.

Namun, di akhir ayat Allah ﷻ berfirman,

﴿وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ﴾

“Namun doa orang-orang kafir itu sia-sia belaka.” (QS. Ghafir: 50)

Artinya, bagaimana pun permohonan mereka di akhirat kelak, tidak satu pun permintaan mereka yang akan dikabulkan oleh Allah ﷻ.

Inilah beberapa pertengkaran para penghuni neraka yang Allah ﷻ sebutkan di dalam Al-Qur’an. Hal ini memberikan penjelasan kepada kita bahwasanya penghuni neraka tidak hanya akan disiksa dengan siksaan fisik belaka, akan tetapi mereka juga disiksa secara mental dengan berupa hinaan dan pertengkaran yang terjadi di antara mereka. Namun, semua itu tidak memberikan manfaat sedikit pun bagi mereka, bahkan dalam sebagian kondisi mereka justru semakin terpuruk akibat pertengkaran mereka. Kita berdoa semoga Allah ﷻ menyelamatkan kita dari azab neraka jahanam. Aamiin.

Footnote:
________

([1]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (16/806).

([2]) Lihat: Fath al-Qadir Li asy-Syaukani (1/192).

([3]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (8/124).

([4]) Sebagaimana perkataan Hasan al-Bashri. [Lihat: Tafsir ath-Thabari (16/563)].

([5]) Orang-orang zalim yang disebutkan di dalam Al-Qur’an kebanyakan maksudnya adalah orang-orang musyrikin, karena Allah ﷻ telah berfirman bahwasanya syirik adalah perbuatan zalim yang paling besar.

([6]) Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (22/205).

([7]) Lihat: Tafsir as-Sa’di (hlm. 680).

([8]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (15/75).

([9]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (15/221).

([10]) Lihat: Tafsir as-Sa’di (hlm. 715).

([11]) Lihat: At-Tharir wa At-Tanwir (23/288)