11/30/2015 Artikel Penatausahaan
Penatausahaan adalah kegiatan yang nyaris dilakukan sepanjang tahun anggaran. Kegiatan ini bertumpu pada tugas dan tanggungjawab Bendahara. Ketekunan dan ketelitian menjadi syarat dalam melaksanakan kegiatan ini. Apa saja ketentuan yang harus dipatuhi, tugas dan tanggung jawab Pengelola, prosedur dan dokumen penatausahaan dipaparkan secara rinci pada tulisan ini. Penatausahaan adalah pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang dalam satu tahun anggaran. Pengelola Keuangan Desa, khususnya Bendahara, wajib memahami beberapa hal yang menjadi ketentuan pokok dalam Penatausahaan, agar kegiatan Penatausahaan berlangsung secara benar dan tertib. Secara ringkas, ketentuan pokok dimaksud disajikan pada tabel di bawah ini: [Tabel Ketentuan Pokok Penatausahaan Keuangan Desa]
Penyetoran langsung melalui Bendahara Desa oleh pihak ketiga, dilakukan sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:
Penyetoran melalui bank oleh pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur dan tata cara sebagai berikut:
Kegiatan penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran dilakukan dengan menggunakan: 1. Buku Kas UmumBuku Kas Umum ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi, baik penerimaan maupun pengeluaran yang berkaitan dengan kas (uang tunai).[Format Buku Kas Umum]
Buku Kas Pembantu Pajak berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran pajak (khususnya PPh Pasal 21 dan PPn), dalam kaitannya Bendahara Desa sebagai Wajib Pungut (Wapu). [Format Buku Kas Pembantu Pajak] Buku Bank Berfungsi untuk mencatat semua transaksi, baik penerimaan maupun pengeluaran yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll). [Format Buku Bank] Selain berupa Buku Kas Umum, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat. Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.Contoh Bukti Transaksi:
11/28/2015 APBDes Artikel Keuangan Desa Pelaksanaan
Berdasarkan APBDesa yang dihasilkan pada tahap Perencanaan, dimulailah tahap Pelaksanaan. Kegiatan pokok pada tahap ini mencakup: penyusunan RAB, pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan selanjutnya pelaksanaan kegiatan di lapangan. Hal yang juga sangat penting untuk dipahami dengan tepat dan benar adalah tugas dan tanggung jawab masing-masing pelaku (Pengelola). Tulisan kali ini akan memaparkan secara rinci topik tersebut. Pelaksanaan dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan dalam APBDesa. Kegiatan pokok dalam fase pelaksanaan ini pada dasarnya bisa dipilah menjadi dua, yaitu: 1) Kegiatan yang berkaitan dengan pengeluaran uang, dan 2) Pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Tabel Tugas dan Tanggungjawab Pelaku (Pengelola) Keuangan Desa
Kegiatan awal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi: (1) Penyusunan RAB; (2) Pengadaan Barang dan Jasa; (3) Pengajuan SPP; (4) Pembayaran; dan (5) Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan. Rangkaian kegiatan dimaksud, secara rinci diuraikan sebagai berikut:
Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Standar harga dimaksud diperoleh melalui survei harga di lokasi setempat (desa atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun prosedur dan tatacara penyusunan RAB adalah sebagai berikut:
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan menjamin:
Dengan demikian, pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, pemberdayaan masyarakat, gotong-royong, dan akuntabel serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat berjalan sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan desa. Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian, memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa. Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan. Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam PP No. 43 tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, setiap Bupati/Wali Kota wajib menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan menggariskan ketentuan pengadaan barang dan jasa di desa. Salah satu peraturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang bersumber dari APBDesa di luar uang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010 jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan kondisi masyarakat setempat.
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:
Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:
Tentang Pajak Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. · Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. · Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau pemungut pajak. · Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh) atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya. Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa, bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23). · Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli. Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk PKP penjual – namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli – namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus sepuluhpersen). · Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku pembantu kas pajak.Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau pemungut pajak. · Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh) atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya. Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa, bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23). · Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli. Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk PKP penjual – namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli – namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus sepuluh persen). · Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku pembantu kas pajak. Kepala Seksi/Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan Buku Kas Pembantu kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan didesa. Buku Kas Pembantu Kegiatan ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Kegiatan.
Tahap Pelaksanaan ini adalah tahap yang rawan tindakan dan/atau peristiwa yang potensial menghambat kelancaran pengerjaan kegiatan di lapangan, antara lain: konflik diantara pihakpihak terkait, penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan wewenang, karena pada tahap ini terjadi aliran uang yang nyata. Untuk menghindari semua itu, ketentuan dan azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa harus diperhatikan dan diwujudkan secara sungguh-sungguh.
|