Menjaga harga diri dan kehormatan bangsa merupakan kewajiban

Menjaga harga diri dan kehormatan bangsa merupakan kewajiban

Ilustrasi taat

DAKTA.COM - Menjaga kehormatan merupakan hal penting dalam Islam. Saking pentingnya, setiap muslim tidak hanya diwajibkan menjaga kehormatan diri sendiri, tapi juga harus menjaga kehormatan orang lain.

Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda:⁣ "Barangsiapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberinya kecukupan."⁣ (Shahih al-Bukhary, no. 1427⁣)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata "Orang yang menjaga kehormatannya adalah yang tidak meminta dengan ucapannya, sedangkan orang yang merasa cukup adalah yang tidak mengharap-harapkan dengan hatinya, karena sesungguhnya merasa cukup lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan menjaga kehormatan, dan kekayaan yang paling mulia adalah kekayaan jiwa."⁣

Menjaga kehormatan adalah sikap yang dapat menjaga seseorang dari melakukan perbuatan-perbuatan dosa, baik yang dilakukan oleh tangan, lisan atau kemaluannya. 

Termasuk di dalamnya, meninggalkan hal-hal yang mungkar,  untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak pantas, atau berlebih-lebihan.

Salah satu sikap menjaga kehormatan ialah menikah dan menutup aurat bagi seorang wanita agar mendapatkan kemuliaan.

“Dan hendaklah menjaga kesuciannya, yaitu orang – orang yang tidak (belum) mampu menikah, hingga Allah memberikan kecukupan (memampukan) mereka dari karunia-Nya.” (Quran Surat An-Nur Ayat 33) 

Selain itu, upaya menjaga kehormatan diri sendiri dan orang lain adalah menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang untuk dilihat.

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: hendaknya mereka menjaga pandanganya dan memelihara kemaluanya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaknya mereka menahan pandanganya dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasanya, kecuali yang biasa tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasanya kecuali kepada suami mereka.” (Q.S An-Nur 30-31).

Maka dari itu pentingnya menjaga kehormatan seharusnya dimulai dari hal terkecil terlebih dahulu seperti menjaga pandangan dan menjaga hati dari sifat dengki. Wallahu a'lam bissowab

Semua orang akan merasa berkewajiban untuk mempertahankan harga diri dan rasa malu. Dengan maksud untuk mempertahankan harga diri dan rasa malu itu, biasanya siapapun akan sanggup melakukan apa saja. Bahkan sebenarnya, orang bersemangat mencari harta sebanyak-banyaknya, pangkat setinggi-tingginya, relasi sebanyak-banyaknya, dan lain-lain, adalah dimaksudkan untuk menjaga harga diri. Bermodalkan kekayaan, pangkat, dan relasi, dan lain-lainnya itu, seseorang akan merasa bahwa harga diri atau harkat dan martabatnya semakin tinggi, dan tidak malu di hadapan orang.

Harga diri akan dirasakan jatuh manakala ada sesuatu yang mengganggu, misalnya ketahuan berbuat salah, kalah bersaing dengan orang lain, dianggap rendah, dan semacamnya. Orang yang mengalami keadaan seperti itu akan merasa, bahwa harga dirinya jatuh dan menanggung rasa malu. Oleh karena itu, setiap orang selalu berjuang, agar kalaupun berbuat salah, tidak ketahuan orang, atau tidak pernah kalah dalam bersaing dan juga selalu dihargai orang. Orang yang tidak peduli terhadap harga dirinya atau tidak pernah merasa malu, biasanya dianggap tidak beres.

Islam sendiri juga mengingatkan tentang keharusan mempertahankan harga diri dan rasa malu. Harga diri harus dipertahankan. Orang tidak boleh segera menyerah kepada siapapun, kecuali kepada Allah. Dalam ajaran Islam, bahwa berbagai hal, yaitu : agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal, harus selalu dijaga. Bahkan untuk mempertahankan harga diri atau jiwa, termasuk rasa malu, disebut sebagai bagian dari iman. Dikatakan dalam hadits nabi bahwa, malu adalah bagian dari iman.

Harga diri dan rasa malu, dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sedemikian penting, sehingga dikatakan bahwa, : 'manakala tidak punya rasa malu maka berbuatlah sekehendak hatimu'. Memang, harga diri dan malu menjadi kekuatan untuk menahan atau sebaliknya, mendorong seseorang melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Seseorang akan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu atas dasar pertimbangan rasa malu atau harga diri. Oleh karena itu, harga diri dan rasa malu selalu menjadi sangat penting untuk selalu dimiliki oleh siapapun.

Namun menjaga harga diri dan rasa malu ternyata bukan perkara mudah. Tidak semua orang mampu menjalaninya. Seseorang yang sudah tergila-gila dengan harta, jabatan, dan bahkan juga berbagai syahwat yang tidak bisa ditahan, maka berakibat harga diri dan rasa malu yang seharusnya dijaganya baik-baik menjadi hilang dengan sendirinya. Lihat saja, tatkala seseorang sedang mengejar harta, jabatan, dan bahkan wanita, maka seolah-olah harga diri dan rasa malu tidak diperlukan. Apapun dilakukan demi memenuhi syahwat atau nafsunya itu. Anehnya, nafsu atau syahwat itu bisa merasuki siapapun, tanpa pandang bulu. Oleh karen itu, dalam kehidupan sehari-hari, bisa saja seorang pejabat tinggi atau rakyat biasa, orang tua, setengah tua, muda, dan atau siapapun, suatu saat mengalami hal yang sama.

Islam sebagaimana dikemukakan di muka, mengajarkan kepada umatnya agar di dalam menjalani hidup ini meraih derajat atau martabat yang tinggi. Konsep-konsep tentang orang yang berderajat tinggi diajarkan dalam Islam, misalnya muttaqien, mukminin, ulul albab, dan seterusnya. Orang-orang yang meraih gelar terhormat tersebut adalah biasanya lantaran sukses di dalam menjaga harga diri dan rasa malu.

Sebaliknya, seseorang yang sudah tidak memiliki harga diri dan rasa malu, sebetulnya sudah kehilangan segala-galanya. Tanpa memiliki harga diri dan rasa malu, maka seseorang akan dengan enaknya melakukan sesuatu, apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, baik atau tidak baik, lazim atau tidak lazim. Celakanya, terkait dengan ukuran itu, tidak setiap orang mampu memahami. Namun, bagi orang yang memiliki hati yang jernih, lembut, dan bersih, -------sekalipun hal itu sulit, biasanya masih bisa mengenali. Semogalah kita semua, masih mampu menjaga harga diri dan rasa malu, agar tetap dihargai orang dan bermartabat. Wallahu a'lam.

#Copas

Seorang sahabat yang tinggal di Australia bercerita tentang pengalamannya:Suatu sore, sesudah menikmati secangkir capucino di Gloria Jeans Café yang capucino-nya paling enak -menurut saya- kami mampir ke toko roti.Kami membeli sebatang roti kismis dan minta kepada si mbak penjaga toko untuk dipotongkan, sehingga nanti di rumah gampang, tinggal comot dan makan. Selesai dipotong dan dibungkus rapi, lalu diserahkan kepada saya. Langsung saya berikan uang lembaran 10 dollar. Tapi ditolak dengan senyum manis, sambil berucap: ”It's free nothing to pay.” “Are you sure ?” kata saya. Gadis remaja yang tugas jualan disana, menjelaskan bahwa kalau sudah ditutup, roti tidak boleh lagi dijual. Boleh diberikan kepada siapa yang mau atau diantarkan ke Second Hand shop untuk orang yang membutuhkan.Agak tercengang juga saya dengar penjelasannya.Terbayang, kalau di Indonesia, wah bisa bangkrut ini, karena orang bakalan menunggu toko tutup supaya dapat yang gratis.Belum selesai ngobrol dengan si mbak, tiba-tiba ada suami istri, yang juga mau belanja roti. Rupanya mereka tanpa saya sadari sudah mendengar percakapan kami. Si pria adalah orang Australia, sedangkan istrinya adalah tipe orang Asia. Si wanita juga minta roti di mbak, tapi di cegah oleh suaminya, sambil berkata:"No darling ~ please. We have enough money to buy. Why do we have to pick up a free one? Let’s another people who need it more than us take it."Wah ... wah, merasa tersindir wajah saya panas...…dalam hati saya bergumam, ”Hmm saya ini jg pengusaha, bkn mau cari gratisan”.Tapi, syukur cepat sadar diri, gak sampai terucapkan. Karena toh mereka tidak omongin saya langsung.Hingga menjelang tidur, kata-kata si Suami kepada istrinya masih terngiang-ngiang rasanya. "We have enough money to buy........why do we have to pick up a free one." Setelah saya renungkan, saya merasakan bahwa kata-kata ini benar. Kalau semua orang yang punyai duit, ikut antri dan dapatkan roti gratis, yang biasanya diantarkan ke Second Hand Shop untuk dibagi bagikan gratis, berarti orang yang sungguh-sungguh membutuhkan tidak bakalan kebagian lagi roti gratis. Pelajaran hidup ini tidak mungkin akan saya lupakan. Kalau kita sanggup beli. Jangan ambil yang gratis. Biarlah orang lain yang lebih membutuhkan mendapatkannya. Sungguh sebuah kepedulian akan sesama yang diterapkan dengan kesungguhan hati.Kini saya baru tahu, kenapa kalau di club ada kopi gratis, tapi jarang ada yang ambil. Mereka lebih suka membeli. Bukan karena gengsi2an. Tetapi terlebih karena rasa peduli mereka pada orang lain, yang mungkin lebih membutuhkan. Tuhan sudah memberikan berkah yang cukup untuk kita. Tidak perlu lagi kita mengambil bagian berkah yang diperuntukkan bagi orang lain. Ketika kita mendengar ada program pemerintah untuk membantu orang miskin, apa yang ada dalam benak kita? Apa kita akan ikut bersiasat agar mendapat bagian? Ataukah kita merekayasa data agar kerabat dan saudara kita dapat bagian juga? Atau kita sok jadi pahlawan dengan mengajukan diri sebagai pendamping program, tapi dalam pikiran kita tersimpan niat busuk untuk memperkaya diri sendiri? Sahabat, kemiskinan bukan untuk dipolitisir dan dieksploitasi. Orang miskin dan kemiskinan adalah ladang amal. Keberadaan orang miskin adalah cara Tuhan untuk menguji sejauh mana kepedulian dan keimanan kita. Sementara kemiskinan adalah mental yang mesti dirubah dan diberantas. Mental minta-minta, mental gratisan, mental potong kompas, termasuk mental jualan data orang miskin. Semua itu adalah Mental Pengemis yang membuat bangsa ini rendah dan terhina. Itulah kemiskinan KULTURAL. Sudah saatnya kita bangkit dan sadar, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.Menjaga harga diri lebih baik daripada menjatuhkan kehormatan hanya demi sesuap nasi. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?"

by : No name