Mengapa sang hakim bekerja sama dengan Abu Nawas

BondowosoNetwork.com - Berikut ini adalah kisah dua perempuan yang berebut satu bayi pada masa raja Harun Al Rasyid.

Namun keduanya saling mengklaim bahwa bayi tersebut adalah anak mereka.

Sementara hakim tidak bisa membuktikan mana orang tua asli bayi tersebut.

Lalu, bagaimana solusi untuk bisa memecahkan masalah tersebut.

Baca Juga: Berikut Daftar Hari Baik Pada Bulan Agustus 2022 Untuk Semua Weton Menurut Primbon Jawa

Baca Juga: Paling Beruntung, Weton Senin Wage: Weton yang Dipercaya Punya Bawaan Menjadi Orang Kaya Se-Jagad Raya

Berikut kisahnya dikutip BondowosoNetwork.com dari kisah 1001 malam tentang Abu Nawas.

Suatu hari, ada kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki bayi itu.

Hakim  mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.

Karena kasus berlarut-larut,  hakim menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid untuk meminta bantuan.

Terkini

Jawaban:

                                      Hikayat Abu Nawas – Ibu Sejati

Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.

Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.

Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.

Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.

“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”

“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.

“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata.” kata Abu Nawas mengancam.

Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.

“Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.

Kisah Abu Nawas: Dua Perempuan Berebut Seorang Anak

Mengapa sang hakim bekerja sama dengan Abu Nawas

Pada masa kehidupan Abu Nawas, ada sebuah kasus pelik. Seorang bayi yang diakui oleh dua orang perempuan yang ingin mengaku sebagai ibu dari sang bayi tersebut. Kedua perempuan tersebut sama-sama ingin memiliki anak. Namun hakim yang pada waktu itu menangani kasus tersebut kesulitan untuk mengambil keputusan. Perempuan manakah yang menjadi ibu asli dari bayi tersebut.

Karena kasus tersebut berlarut-larut dan tidak kunjung selesai, sang raja, dalam hal ini Harun al-Rasyid, dimintai bantuan oleh sang hakim. Harun al-Rasyid akhirnya mau membantu sang hakim, dengan memberikan taktik salah satunya adalah taktik rayuan. Menurutnya sang raja, dengan menggunakan cara-cara yang halus, satu di antara dua wanita tersebut ada yang akan mengalah.

Namun cara yang dilakukan sang raja, justru membuat kedua perempuan tersebut makin mati-matian untuk saling mengaku sebagai ibu dari bayi tersebut. Hingga akhirnya sang raja putus asa. Beliau kemudian memanggil Abu Nawas untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Abu Nawas pun bersedia, dan menggantikan posisi sang hakim untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tetapi, dia tidak langsung memutuskan perkara tersebut pada waktu itu juga. Dia memilih menundanya pada hari berikutnya.

Pada hari berikutnya, sidang pengadilan dilanjutkan untuk memutuskan siapa ibu sebenarnya dari bayi tersebut. Pada sidang tersebut, Abu Nawas memanggil seorang Algojo yang membawa pedang di tangannya. Kemudian dia memerintahkan supaya sang bayi diletakkan di atas meja.

Kedua perempuan tersebut saling memandang, karena melihat kelakuan Abu Nawas.  Mereka berdua kemudian berucap, “Apa yang akan kau lakukan terhadap bayi tersebut?” Abu Nawas kemudian menjawab, “Sebelum saya mengambil tindakan. Apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan sang bayi kepada yang berhak memilikinya?” Kedua perempuan tersebut menjawab, “Tidak, bayi itu adalah anakku”. Ternyata kedua perempuan tersebut masih saling ngotot dan tidak mau mengalah.

Melihat kedua perempuan tersebut yang masih saling ngotot, Abu Nawas kemudian mengeluarkan ancaman, “Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi tersebut dan tidak ada yang mau mengalah. Maka saya terpaksa membelah sang bayi menjadi dua sama rata.”

Melihat ancaman dari Abu Nawas, perempuan pertama girang bukan kepalang. Sedangkan perempuan kedua menjerit histeris dan berkata, “Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi tersebut seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” Topeng kedua perempuan tersebut akhirnya terbuka. Abu Nawas langsung mengambil dan menyerahkan sang bayi kepada perempuan kedua. Dan meminta supaya perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya tersebut.

Begitulah sosok seorang perempuan yang bernama ibu, ia mempunyai ikatan batin yang sangat kuat dengan anaknya. Melihat anaknya sakit saja ia tidak tega dan begitu khawatir, apalagi menyaksikan anaknya disembelih di depan matanya langsung. Ibu adalah sosok yang selalu menjadi tempat keluh kesah bagi anak-anaknya. Seperti matahari, kasih sayangnya tidak pernah lekang oleh waktu. [rf]

Baca juga kisah-kisah Hikmah lainnya di tautan ini

Apakah Abu Nawas seorang Wali Allah?

Bagi sebagian muslim percaya, Abu Nawas adalah seorang wali sekaligus ulama sufi yang tinggal di Iraq. Ada ada saja permintaan baginda Raja Harun Al Rasyid.

Siapa sebenarnya sosok Abu Nawas?

Abu Nawas atau dikenal sebagai Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami (756-814), atau Abū-Nuwās (Bahasa Arab: ابو نواس), adalah seorang pujangga Arab. Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya. Abu Nuwas digambar oleh Kahlil Gibran pada 1916.

Kapan Abu Nawas meninggal?

814 MAbu Nawas / Tanggal kematiannull

Dimana letak kuburan Abu Nawas?

Sheikh Maruf cemetery, Bagdad, IrakAbu Nawas / Tempat pemakamannull