Mengapa ekonomi syariah memiliki tujuan yang berbeda dengan ekonomi konvensional

Perkembangan ekonomi didunia memang sangat jauh lebih pesat apalagi dengan bantuan tekhnologi-tekhnologi canggih jaman modern ini. Sejarah transaksipun juga sangat berubah drastis mulai dengan bertransaksi secara barter, bertransaksi langsung maupun melalui bank, mengirimkan uang melalui teller bank hingga sekarang hanya dengan sentuhan jari dapat mengirimkan transaksi keuangan di aplikasi m-banking smartphone. Sebenarnya itu adalah salah satu jenis ekonomi konvensional, lalu kalian pernah kah mendengar istilah syariah atau membebankan biaya administrasi untuk tujuan yang lebih baik secara syariat islam ?? Ya itu adalah jenis ekonomi Islam yang dimana seluruh kegiatan perekonomiannya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan diterapkan dibank berbagai tempat dengan sistem syariah.

Ekonomi Konvensional

Ilmu yang mempelajari perekonomian yang menekankan pada kebebasan dan menggunakan sistem perekonomian berbasis pada era global. Ekonomi konvensional bertujuan untuk mementingkan dan meraup keuntungan sebesar-besarnyang yang sifatnya keduniawian. Tujuan lainnya adalah mencapai kesejahteraan individu itu sendiri. Memang berbeda jauh dengan ekonomi islam. sumber ekonomi konvensional mengacu pada hal-hal yang sifatnya positivistik.

Pada ekonomi konvensional, kepemilikan hanya untuk pribadi yang dibebaskan untuk memiliki semua kekayaan yang diperolehnya saja. Sedangkan dari segi pengambilan hasil, bisa di dapatkan dari bunga dari pengambilan keuntungan dari presentase modal.

Ekonomi Islam

Ekonomi islam atau ekonomi syariah karena berbasis pada aturan dan cara islam. baik dalam hal teknis, sistem kerja dan dalam menyikapi permasalahan yang muncul. Ditinjau dari tujuannya, maka ekonomi islam atau ekonomi syariah lebih mengutamakan untuk mencapai tujuan yang baik untuk urusan di dunia, tetapi juga baik untuk di akhirat.

Misalnya terkait masalah riba, maka dalam ekonomi islam di tiadakan istilah riba. Tujuan lain dari ekonomi islam adalah tidak berorientasi pada diri sendiri, melainkan untuk mencapai kepentingan orang lain juga. Sehingga mampu mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat secara umum.

Sumber perekonomian islam mengacu pada Al-Qur’an dan Hadist. Di mana ada aturan dalam menjalankan roda perekonomian. Lalu di dasarkan pada kepemilikannya, maka ekonomi islam menetapkan bahwa sumber kepemilikan kekayaan yang dimiliki individu adalah milik Allah, manusia hanya bersifat menitip sementara. Itu sebabnya dalam pembagian hasil berdasarkan pada pengambilan keuntungan dari presentase pendapatannya saja.

Jakarta -

Kalimat ekonomi syariah makin akrab terdengar seiring tren hijrah di kalangan masyarakat. Dikutip dari situs Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bung Hatta, pengertian ekonomi syariah adalah cabang ilmu yang membahas ekonomi terkait ajaran Islam.

"Ekonomi syariah adalah cabang ilmu pengetahuan sosial yang membahas ekonomi dengan ajaran agama Islam yaitu Al Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW," tulis keterangan dalam situs tersebut, yang dilihat detikcom pada Selasa (27/7/2021).

Penerapan ekonomi, termasuk ekonomi syariah, tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Berikut tujuan ekonomi syariah, karakteristik, dan prinsipnya

Pelaksanaan tujuan ekonomi syariah secara umum adalah tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua orang. Selain yang utama, berikut tujuan ekonomi syariah lainnya:

  • Memposisikan ibadah kepada Allah lebih dari segalanya
  • Menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat
  • Mendapatkan kesuksesan perekonomian yang diperintahkan Allah SWT
  • Menghindari kerusuhan dan kekacauan perekonomian

B. Karakteristik ekonomi syariah

Ciri-ciri atau karakteristik ekonomi syariah menjadikan sistem ini berlandaskan pada Islam dan kebersamaan. Karakteristik ekonomi syariah adalah:

  • Sebuah sistem Islam yang bersifat universal
  • Kegiatan perekonomian bersifat pengabdian
  • Kegiatan ekonomi syariah memiliki cita-cita yang luhur
  • Pengawasan yang sebenar-benarnya dilakukan dan ditetapkan dalam kegiatan ekonomi syariah
  • Ekonomi syariah menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.

C. Prinsip ekonomi syariah

Secara umum, prinsip ekonomi syariah adalah kesempatan berusaha yang sama bagi tiap orang dalam mencari rizki yang halal. Rizki halal tersebut kemudian dibagi dalam bentuk barang atau uang. Berikut prinsip ekonomi syariah selengkapnya:

  • Semua jenis sumber daya alam merupakan pemberian dan ciptaan Allah SWT, sehingga harus digunakan dengan hati-hati dan bertanggung jawab.
  • Pendapatan bisa menjadi haram jika diperoleh dengan cara yang tidak jelas atau ilegal
  • Dilarang bermalas-malasan dan wajib mengusahakan berbagai cara dalam mencari rizki yang halal
  • Kekayaan harus selalu mengalir atau dibagi pada orang lain yang membutuhkan, sehingga kesejahteraan mereka bisa meningkat
  • Semua orang punya hak yang sama dalam berusaha, mendapatkan keinginannya, dan memiliki suatu materi
  • Wajib selalu membersihkan harta yang diperoleh dengan zakat, sesuai ketentuan yang berlaku
  • Selalu percaya, taat, dan tunduk pada ketentuan Allah SWT, firmanNya dalam Al Quran, serta sunnah dari Nabi Muhammad SAW
  • Dilarang melakukan kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan riba, gharar, dzulum, dan unsur lain yang diharamkan dalam Islam
  • Aktivitas muamalah dalam ekonomi syariah harus dilakukan tanpa paksaan.

Tujuan ekonomi syariah, prinsip, dan karakteristik ini menjadikan sistem ini berbeda dengan sistem ekonomi lainnya. Semoga dengan penjelasan ini detikers tidak bingung lagi dengan ekonomi syariah ya.

Simak Video "Teknologi, Kunci Keberhasilan ekonomi di Masa Kini"



(row/nwy)

Menelaah Perbedaan antara Sistem Ekonomi Islam

dan Ekonomi Konvensional

            Muhammad Syafi'i Antonio, Ph.D salah seorang pakar ekonomi Isalam di Indonesia menulis dalam salah satu bukunya,[1] bahwa perekonomian masyarakat luas – bukan hanya masyarakat muslim – akan menjadi baik bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-norma Islami. Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.

Pemikiran beliau tersebut menggugah kita untuk menelaah lebih dalam tentang ekonomi Islam. Apa sebenarnya yang membedakan antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional “ala Barat” ? Apabila kita cermati lebih jauh, ternyata terdapat perbedaan yang mendasar (fundamental different) antara ekonomi Islam dan konvensional. Perbedaan-perbedaan yang mendasar tersebut dapat kita klasifikasikan kedalam beberapa aspek, yaitu:

1.  Sumber (Epistemology)

Sebagai sebuah ad-din yang syumul, sumbernya berasaskan kepada sumber yang mutlak yaitu al-Quran dan al-Hadits. Kedudukan sumber yang mutlak ini menjadikan Islam itu sebagai suatu agama yang istimewa dibanding dengan agama-agama ciptaan lain. Al-Quran dan al-Hadits ini menyuruh kita mempraktekkan ajaran wahyu tersebut dalam semua aspek kehidupan termasuk mu'amalah. Perkara-perkara asas mu'amalah dijelaskan di dalam wahyu yang meliputi perintah dan larangan.

Perintah seperti makan dan minum menjelaskan tentang tuntutan keperluan asasi manusia. Penjelasan Allah swt tentang kejadian-Nya untuk dimanfaatkan oleh manusia, menunjukkan bahwa alam ini disediakan untuk dibangun oleh manusia sebagai khalifah Allah.

Larangan-larangan Allah seperti riba, perniagaan babi, judi, arak dan lain-lain karena perkara-perkara tersebut merusak fungsi manusia sebagai khalifah tadi. Oleh karena itu, rujukan untuk menusia dalam semua keadaan termasuk persoalan ekonomi ini adalah lengkap. Kesemuanya itu menjurus kepada suatu tujuan yaitu keseimbangan rohani dan jasmani manusia berdasarkan tauhid. Sedangkan ekonomi konvensional tidak bersumber atau berlandaskan wahyu. Oleh karena itu ia lahir dari pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu atau masa sehingga diperlukan maklumat yang baru. Itu bedanya antara sumber wahyu dengan sumber akal manusia atau juga dikenal sebagai falsafah yang lepas bebas dari ikatan wahyu.

2.  Tujuan Kehidupan

Tujuan ekonomi Islam membawa kepada konsep al-falah. Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemulian atau kemenangan. Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falah menurut Islam diambil dari kata-kata al-Quran,[2] yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akherat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada aspel spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku individu/mikro maupun perilaku kolektif/makro.

Tujuan yang tidak sama akan melahirkan implikasi yang berbeda. Ekonomi konvensional tidak mempertimbangkan aspek ketuhanan dan keakhiratan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan manusia di dunia saja. Oleh karena itu, ekonomi sekuler ini hanya bertujuan untuk kepuasan di dunia.

3.  Konsep Harta

Dalam Islam, harta yang dimiliki manusia bukanlah tujuan hidup tetapi memiliki beberapa maksud dan tujuan, yaitu:

1.   Harta sebagai amanah (as a trust) dari Allah swt. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam istilah Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah swt.

2.   Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan menusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai dan menikmati harta.

3.   Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak.

4.   Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah.

Tujuan hidup sebenarnya ialah seperti firman Allah swt dalam QS. Al-An'am ayat 162:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ   (الانعام : ۱۶۲)    

"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam."

Merealisasikan perintah Allah yang sebenarnya ini akan membawa kepada ketenangan hidup yang hakiki. Setiap muslim percaya bahwa Allah swt merupakan Pencipta yang mampu memberikan ketenangan hakiki. Maka dari itu harta bukanlah tujuan utama kehidupan tetapi adalah sebagai jalan bagi mencapai nikmat ketenangan kehidupan di dunia hingga alam akherat.

Hal ini berbeda dengan ekonomi konvensional yang meletakkan keduniaan sebagai tujuan yang tidak mempunyai kaitan dengan Tuhan dan akherat sama sekali. Untuk merealisasikan tujuan hidup, mereka membentuk sistem-sistem yang mengikuti selera nafsu mereka guna memuaskan kehendak materil mereka semata, tanpa memperdulikan nilai-nilai dogmatis normatif. Mereka mengutamakan kepentingan individu dan golongan tertentu serta menindas golongan atau individu yang lemah dan berprinsip siapa kuat dialah yang berkuasa (survival of the fittest). Selain itu juga, dalam sistem ekonomi konvensional manusia bebas untuk melakukan aktifitas ekonomi dengan motivasi keuntungan (profit) dan kepemilikan pribadi (private ownership) yang sebesar-besarnya.[3]

                [1] Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani (Cet.ke-11), 2007, hal. 10.

                [2] Dalam beberapa ayat menggunakan kata muflihun (QS. Al-Imran (3): 104; al-A'raf (7): 8 dan 157; at-Taubah (9): 88; al-Mu'minun (23): 102; an-Nur (24): 51). Ayat yang lain menggunakan kata aflah ( QS. Al-Mu'minun (23): 1; asy-Syams (91): 9).

                [3] Muhammad Taqi Usmani, An Introduction To Islamic Finance, Pakistan: Maktaba Ma'ariful Qur'an, 2005, hal. 17.