Alat-alat Peninggalan Zaman Batu Beserta Fungsinya (Bag 2) - Pada bagian 2 ini akan dibahas tentang alat peninggalan zaman prasejarah khususnya alat peninggalan batu baru (Neolitikum) dan alat peninggalan zaman batu besar (Megalitikum).
Alat Peninggalan Zaman Batu Baru (Neolitikum)
Ciri-ciri alat peninggalan zaman batu baru adalah alat yang digunakan sudah diasah dan dipoles sehinggga halus dan indah. Manusia purba pendukung kebudayaan ini adalah Homo Sapiens dari ras Mongoloid (mayoritas) dan minoritas dari ras Austromelanosoid.
|
Beliung Persegi (Foto by Gary Lee Todd) |
Disebut juga kapak persegi. Beliung persegi adalah alat berbentuk persegi empat dengan permukaan memanjang. Seluruh permukaan beliung persegi telah digosok dengan halus. Beliung persegi berukuran besar digunakan untuk mencangkul sedangkan beliung persegi berukuran kecil berfungsi sebagai alat mengukir atau alat pahat. Kapak persegi banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Kalimantan.
Kapak bahu sama seperti kapak persegi, yang membedakan adalah di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Kapak bahu ini hanyaa ditemukan di daerah Minahasa.
|
Kapak Lonjong (Foto by Didier Descouens |
Kapak lonjong merupakan alat bantu manusia purba yang berbentuk lonjong. Kapak lonjong berfungsi untuk memotong kayu dan berburu. Kapak lonjong sebagian besar ditemukan di daerah Papua.
Peninggalan zaman batu baru yang ditemukan lainnya adalah gerabah, perhiasan (gelang dan manik-manik), pakaian dari kulit kayu dan tembikar.
|
Gerabah (Foto by Sandstein) |
Gerabah merupakan perabot rumah tangga. Gerabah zaman prasejarah berfungsi sebagai alat menyimpan makanan (berupa periuk) dan alat sajian (berupa cawan berkaki). Gerabah ditemukan di Kaliumpang (Sulawesi), pantai selatan Jawa dan Melolo (Sumba).
|
Perhiasan Zaman Prasejarah (Foto by Marian Vanhaeren) |
Perhiasan zaman prasejarah ini banyak ditemukan di daerah Jawa. Pembuatannya menggunakan gurdi kayu sebagai bor dan pasir sebagai pengikis.
Alat Peninggalan Zaman Batu Besar (Megalitikum)
Sebagian besar peninggalan zaman batu besar adalah berupa
bangunan megalitikum. Mega berarti besar dan lithos berati batu, Bangunan
Megalitikum adalah bangunan-bangunan yang terbuat dari batu besar yang
didirikan dengan maksud untuk keperluan kepercayaan.
Merupakan tugu batu tegak yang digunakan sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Menhir sebagian besar ditemukan di Sulawesi Tengah, Sumatera dan Kalimantan.
|
Dolmen di kecamatan Batu Brak, Lampung Barat (Creative Common) |
Adalah meja berkaki satu berfungsi sebagai tempat sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang.
|
Sarkofagus raja di Tomok, Samosir (Foto by Wagino 20100516) |
Yaitu peti jenazah yang terbuat dari batu. Sarkofagus berbentuk seperti lesung yang diberi tutup. Peninggalan ini banyak ditemukan di wilayah Bali.
|
Kubur Batu Kawengan, Bojonegoro |
Berbentuk persegi panjang dengan sisi-sisi dan penutupnya terbuat dari lempengan-lempengan batu. Banyak ditemukan di daerah Nusa Tenggara dan Kuningan (Jawa Barat).
|
Waruga di Minahasa (Foto by mattjlc) |
Merupakan kubur batu berbentuk kubus dengan tutup berbentuk atap rumah. Waruga sebagian besar ditemukan di wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
|
Punden Berundak Pugung Raharjo, Lampung |
Yaitu bangunan seni yang bentuknya bertingkat-tingkat yang berfungsi untuk pemujaan roh nenek moyang dan biasanya terdiri dari 7 undak. Punden berundak ditemukana di wilayah Banten.
Adalah patung terbuat dari batu yang dipahat menyerupai bentuk binatang atau manusia. Arca ini sebagaian besar ditemukan di wilayah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Selatan.
Kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul. Adapun yang ukuran kecil disebut dengan Tarah atau Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat. Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api atau chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat, atau tanda kebesaran.
Guruips.com 09:11
Neolitikum berasal dari kata Neo yang artinya baru dan Lithos yang artinya batu. Neolitikum berarti zaman baru, hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolitikum ini adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Masa pleistosen berakhir berganti dengan masa holosen. Hal itu ditandai dengan naiknya permukaan laut sehingga daratan menyempit dan iklim menjadi lebih panas (kering). Seiring dengan pertambahan manusia purba di bumi, wilayah perburuannya pun bertambah sempit. Berburu sudah tidak dapat lagi digunakan sebagai mata pencaharian pokok. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk menghasilkan bahan makanan sendiri. Usahanya, yaitu dengan membudidayakan tanaman dan beternak. Pada masa ini berarti manusia purba sudah mengalami peningkatan, yaitu dari pengumpul makanan (food gatherer) menjadi penghasil makanan (food producer).
A. Peninggalan dan Corak Kehidupan Kebudayaan Masyarakat Zaman Neolitikum
Peninggalan zaman neolitikum
Peralatan yang digunakan pada masa neolitikum sudah diasah sampai halus, bahkan ada peralatan yang bentuknya sangat indah. Peralatan yang diasah pada masa itu adalah kapak lonjong dan kapak persegi. Di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ada yang telah membuat mata panah dan mata tombak yang digunakan untuk berburu dan keperluan lainnya.Perkembangan penting pada zaman batu muda adalah banyak ditemukannya kapak lonjong dan kapak persegi dengan daerah temuan yang berbeda. Kapak persegi banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara. Adapun kapak lonjong banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Timur, seperti Sulawesi, Halmahera, Maluku, dan Papua. Berikut adalah gambar dari kapak lonjong dan kapak persegi:
Kebudayaan Zaman Neolitikum Memasuki tahun 1500 SM Kepulauan Nusantara menerima kedatangan migrasi jenis manusia Malayan mongoloid atau disebut juga Melayu austronesia yang berasal dari kawasan Yunan (Cina Selatan). Mereka mendominasi wilayah bagian barat Indonesia, sedangkan Australomelanesid tergeser ke arah timur. Kemudian terjadi pembauran antara kedua jenis manusia tersebut. Mereka memasuki Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur selatan (Yunan–Thailand–Semenanjung Malaka/Malaysia–Sumatra–Jawa–Bali–Lombok–Flores–Sulawesi Selatan) dan jalur timur (Yunan–Vietnam– Taiwan–Maluku–Sulawesi Utara-Papua). Bangsa Melayu austronesia datang dengan membawa kepandaian bercocok tanam di ladang. Tanamannya berupa keladi, labu air, ubi rambat, padi gaga, sukun, pisang, dan kelapa. Sebagai petani dan peternak, mereka memerlukan kebersamaan yang tinggi untuk menebang hutan, membakar semak, menabur/menanam benih, memetik hasil ladang, mendirikan rumah, dan menyelenggarakan upacara. Untuk mengatur kehidupan bersama, mulai terlihat peran para pemimpin (primus interpares/yang utama dari sesamanya), yaitu Ketua Suku/Ratu/Datuk. Mereka sudah terampil membuat gerabah, anyaman, pakaian, dan bahkan perahu.
1. Gerabah
Gerabah dibuat dari bahan tanah liat dicampur pasir dengan teknik tangan dikombinasi teknik tatap sehingga hasilnya masih kasar dan tebal. Hasil-hasil gerabahnya berupa periuk, cawan, piring, dan pedupaan. Gerabah-gerabah ini berfungsi sebagai tempat makanan, minuman, dan untuk keperluan upacara. Gerabah zaman ini banyak ditemukan di Kendenglembu, Banyuwangi (Jawa Timur), Kalumpang dan Minanga, Sippaka (Sulawesi Tengah), Danau Poso (Sulawesi Tengah), serta Minahasa (Sulawesi Utara). Berikut ini adalah gambar jenis gerabah yang berasal dari Gilimanuk:
3. Pakaian
Berdasarkan temuan alat pemukul kulit kayu di Ampah, Kalimantan Selatan, dan di Kalumpang, Minanga, Sippaka (Poso, Sulawesi Tengah) diduga sudah dikenal pakaian yang dibuat dari tenunan serat kulit kayu. Bahan lain yang dibuat tenunan kain antara lain, serat abaka (sejenis pisang) dan rumput doyo.4. Perahu/Teknik Membuat Perahu
Teknik pembuatan perahu masih sederhana. Pembuatan perahu menggunakan bahan sebatang pohon, yaitu benda, meranti, lanang, dan kedondong. Pohon yang telah dipilih sebagai bahan pembuatan perahu penebangannya harus didahului upacara.
B. Kepercayaan Zaman Neolitikum
Kepercayaan pada zaman neolitikum ditandai juga denga cara penguburan mayat. Bangsa Melayu austronesia mengenal kepercayaan dan upacara pemujaan kepada arwah nenek moyang atau para leluhur. Para leluhur yang meninggal dikuburkan dengan upacara penguburan. Ada dua macam cara penguburan sebagai berikut.1. Penguburan Langsung
Mayat hanya dikuburkan sekali, yaitu langsung dikubur di dalam tanah atau diletakkan dalam sebuah wadah kemudian dikuburkan di dalam tanah dengan upacara. Cara meletakkan mayat ada dua cara, yaitu membujur dan terlipat/meringkuk. Mayat selalu dibaringkan mengarah ke tempat roh atau arwah para leluhur (misalkan di puncak gunung). Sebagai bekal dalam perjalanan ke dunia roh, disertakan bekal kubur yang terdiri atas seekor anjing, unggas, dan manik-manik. Contoh penguburan seperti ini adalah penguburan di Anyer (Jawa Barat) dan di Plawangan, Rembang (Jawa Tengah).2. Penguburan Tidak Langsung
Penguburan tidak langsung biasa dilakukan di Melolo (Sumba), Gilimanuk (Bali), Lesung Batu (Sumatra Selatan), dan Lomblen Flores (NTT). Cara penguburan tidak langsung, yaitu mula-mula mayat dikubur langsung di dalam tanah tanpa upacara. Setelah diperkirakan sudah menjadi kerangka mayat digali lagi. Kerangka tersebut dicuci, diberi hematit pada persendian kemudian diletakkan dalam tempayan atau sarkofagus. Ada kepercayaan bahwa seseorang yang telah mati itu jiwanya berada di dunia roh dan setiap orang mempunyai tempat yang berbeda. Perbedaan tempatnya berdasarkan pada perbuatan selama masih hidup dan besarnya upacara kematian atau penguburan yang diselenggarakan. Puncak upacara ditandai dengan mendirikan bangunan batu besar (megalith).Itulah tadi bahasan mengenai zaman neolitikum atau zaman batu muda, semoga kita semakin paham tentang sejarah, yuk baca juga zaman Paleolitikum dan Mesolitikum agar semakin menambah pengetahuan :)