Hal Hal yang harus diperhatikan pada saat mengutip yaitu

Sumber: erickunto.com

Kutipan, rujukan, atau sitasi merupakan hal lazim yang kita temukan pada karya ilmiah. Sebelum proses mengutip dilakukan, tentunya pengutip telah mengunduh, meminjam, atau mendapatkan akses dengan cara lain terhadap klaim, pernyataan, argumen, data, dlsb dari sumber rujukan. Dengan kata lain, pengutip telah membaca dengan seksama konten atau informasi yang akan dirujuk. 

Sumber referensi yang handal adalah sumber yang objektif dan tidak bias. Sumber ini juga sebagian besar menjadi bahan diskusi para akademisi yang berminat tentang topik tersebut. Pada saat mengutip, saya juga menyarankan Anda untuk berpikir kritis dari apa yang disampaikan oleh penulisnya.

Beberapa sumber handal atau utama mungkin tidak mudah diakses atau didapatkan sehingga beberapa penulis menggunakan rujukan dari sumber kedua. Kita sering menemui kutipan dengan model Langendonck (via Aribowo, 2019) misalnya. Kutipan terbaik adalah ketika Anda dapat mengaksesnya langsung dari sumber pertama sehingga dapat meminimalisasi pergeseran informasi yang disampaikan.

Informasi: Jika Anda belum mendapatkan fulltext dari referensi yang Anda inginkan, coba temukan ebook dan artikel ilmiah melalui sumber-sumber langganan saya. Sumber-sumber yang saya tawarkan ini adalah sumber terbuka yang bersifat legal dan gratis. 

Kapan mengutip harus dilakukan

Dari pengalaman saya membaca artikel ilmiah selama ini, baik pada saat proses review manuskrip atau artikel yang telah terbit, beberapa kali saya menemukan kutipan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Begitu pula sebaliknya, beberapa kali juga saya jumpai beberapa klaim atau argumen yang sebetulnya perlu dicantumkan sumbernya, namun tidak dilakukan oleh penulisnya. Kapan sebenarnya kutipan harus dilakukan? Dan kapan mengutip itu tidak perlu?

Informasi yang saya sampaikan pada artikel ini, sebagian besar saya dapatkan dari Neville, Collin. 2007. The Complete Guide to Referencing and Avoiding Plagiarism terbitan Open University.

Menginformasikan sumber ilustrasi

Ada berbagai sumber yang dapat dijadikan sumber referensi, seperti: buku yang ditulis oleh satu penulis, buku yang ditulis oleh beberapa penulis (book chapter), buku referensi (kamus, ensiklopedia, dlsb), artikel jurnal, artikel media massa (koran, majalah, tabloid), laporan lembaga, makalah seminar, blogpos, video YouTube, cuitan Twitter, podcast, DVD/CD, siaran televisi atau radio, film, transkrip wawancara, lirik lagu, karya seni, software atau aplikasi, serta ilustrasi.

Ilustrasi merupakan media pendukung yang digunakan untuk membantu mempermudah penjelasan atau gagasan penulis. Bentuknya bisa berupa tabel, grafik, diagram, gambar, foto, peta, dlsb. Apabila Anda memanfaatkan ilustrasi orang atau pihak lain, silakan kutip kreator, pembuat, atau lembaga yang merilis ilustrasi tersebut. Bahkan, Anda juga wajib mengutip meskipun pembuatnya adalah diri Anda sendiri. Agar lebih jelas, silakan cermati gambar di bawah ini.

Contoh pengutipan ilustrasi (Aribowo, 2020)

Hal ini dilakukan untuk menginformasikan kepada pembaca, siapa pembuat ilustrasi tersebut. Bisa jadi, ilustrasi yang kita buat akan digunakan ulang oleh penulis lain. Jika Anda tidak percaya, silakan cek bagan alur yang saya buat untuk artikel ini. Pada faktanya, ilustrasi tersebut dikutip dan digunakan ulang pada artikel ini.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengutip ilustrasi:

  • jika tidak ada perubahan atau modifikasi dari ilustrasi yang Anda rujuk, silakan kutip sebagaimana biasanya, misalnya Jumlah Penduduk Klaten berdasarkan Pekerjaan (BPS Klaten, 2020). Format penulisannya, silakan sesuaikan dengan gaya yang digunakan sebagai panduan penulisan.
  • jika terdapat perubahan yang Anda lakukan, sebaiknya Anda menginformasikan perubahan-perubahan yang Anda lakukan, misalnya untuk gambar yang Anda crop atau ambil sebagian; gambar yang Anda edit kecerahannya, pengubahan warna dan ukuran, dlsb. Ilustrasi yang telah Anda edit ini lazimnya dikutip dengan diawali adapted from atau diadaptasi dari. Kondisi ini juga berlaku jika Anda mengubah bentuk dari ilustrasi yang awalnya dalam format tabel kemudian Anda ubah menjadi grafik; atau perubahan bentuk lainnya.

Mendiskusikan teori, model, atau contoh

Teori, model, atau contoh yang memiliki asosiasi atau kedekatan hubungan kepada penulis tertentu perlu dikutip secara jelas. Ketika kita mendengar istilah kecerdasan misalnya. 

Saat mendengar kata kecerdasan, konsep tes IQ mungkin langsung terlintas di benak kita. Kecerdasan sering didefinisikan sebagai potensi intelektual kita; sesuatu yang kita miliki sejak lahir, sesuatu yang dapat diukur, dan kapasitas yang sulit untuk diubah.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pandangan lain tentang kecerdasan telah muncul. Salah satu konsep tersebut adalah teori kecerdasan majemuk atau multiple intelligences yang diusulkan oleh psikolog Howard Gardner.

Singkatnya, kita tidak dapat melepaskan pembicaraan tentang multiple intelligences dengan mengabaikan Gardner sang pencetusnya. Hal ini juga berlaku tidak hanya untuk teori, namun juga model, contoh, rumus atau teorema yang diusulkan atau ditemukan oleh penemunya.

Mendukung gagasan yang akan kita sampaikan

Setelah kita membaca, memberi anotasi atau merangkum ide-ide penting dari sumber referensi yang kita gunakan, sering kali kita mendapati adanya kesesuaian atau kemiripan ide atau gagasan dengan yang kita tawarkan. Untuk kasus yang seperti ini, kita juga wajib mengutipnya. Referensi yang semacam ini bahkan bisa menjadi kajian pustaka dan perbandingan ide dan pembahasan yang akan kita soroti.

Beberapa hal yang perlu Anda sampaikan misalnya terkait relevansinya dengan riset atau publikasi yang sedang/telah Anda lakukan. Seberapa universal ide, model, atau praktik yang disampaikan. Apakah ide-ide dalam sumber mencakup berbagai budaya atau hanya berlaku khusus untuk kelompok tertentu.

Menyoroti teori sebagai bahan argumen

Teori merupakan pijakan dari artikel berbasis riset. Teori bersifat dinamis dan mengalami perkembangan dari periode ke periode. Pada beberapa kasus bahkan muncul teori yang disempurnakan oleh penulis atau peneliti lainnya. Jika Anda ingin menyoroti teori tertentu sebagai bahan argumentasi Anda, perlu kiranya menelusuri sejarah teori tersebut, siapa saja tokoh yang berpengaruh, serta perbedaan kosep yang ditawarkan oleh masing-masing tokoh yang berkecimpung.

Jika Anda telah melakukan riset bertahun tahun dengan rekam jejak penelitian yang jelas, bukanlah suatu hal yang mustahil jika kelak Anda menjadi salah satu pembaharu dari teori yang selama ini Anda manfaatkan.

Mengutip langsung

Jika kita mengutip secara langsung atau verbatim (kata per kata) kita wajib mengutip sumber referensi yang kita gunakan. Untuk mengutip dengan model ini, jangan lupa untuk membubuhkan tanda kutip (") di awal dan akhir argumen atau klaim tersebut. Saya juga menyarankan agar Anda mencantumkan nomor halaman yang dikutip.

Memparafrase

Selain pengutipan secara langsung, parafrase yang kita lakukan juga wajib mencantumkan sumber rujukan. Beberapa penulis dan bahkan pengelola jurnal di Indonesia merekomendasikan cara ini daripada pengutipan langsung karena alasan similaritas hasil laporan mesin pengecekan similaritas. Hanya yang perlu diingat adalah pastikan hanya karya atau ide orang lain yang signifikan dengan gagasan kita yang perlu dirujuk.

Kiat melakukan parafrase antara lain:

  • Gunakan bahasa atau kata-kata Anda sendiri tanpa mengurangi ide pokok penulis aslinya
  • Gunakan sinonim atau kata lain yang memiliki kemiripan makna. Jika perlu, bukalah tesaurus.
  • Ubah pola kalimat, misalnya dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif; atau sebaliknya.
  • Merger atau split argumen asli menjadi satu atau beberapa kalimat yang informatif.

Agar informasi terkait kutipan ini lebih lengkap dan padu, berikut saya sampaikan beberapa situasi di mana kita tidak perlu mengutip. Anda dapat membandingkan skenario yang ada dalam rangkan menentukan kapan saatnya Anda mengutip dan kapan tidak perlu melakukannya.

Kapan mengutip tidak perlu dilakukan

Sebagaimana disebutkan oleh Neville (2007) ada empat situasi yang memungkinkan kita tidak perlu mengutip sumber referensi. Keempat situasi ini: saat menyajikan tinjauan sejarah; saat menyajikan pengalaman kita sendiri; pada kesimpulan, ketika kita mengulangi ide-ide yang sebelumnya telah dirujuk; dan saat meringkas apa yang dianggap sebagai 'pengetahuan umum'.

Sumber: erickunto.com

Meringkas common knowledge

Pengetahuan umum merupakan pengetahuan yang menjadi domain publik. Kita dapat menggunakan pengetahuan umum ketika membagikan dan mengungkapkan fakta yang umumnya tidak terbantahkan yang beredar secara bebas, publik, dan tanpa pembatasan hak cipta. Ini juga mencakup informasi tak terbantahkan yang dapat ditemukan dalam buku referensi dan ensiklopedia, misalnya Alexander Fleming adalah penemu penisilin.

Mengulang ide Anda di kesimpulan

Anda tidak perlu mengutip ulang jika berusaha mengumpulkan berbagai ide pokok yang telah Anda perkenalkan dan rujuk sebelumnya dalam pembahasan. Anda juga tidak perlu mengutip sumber-sumber lain yang dirujuk sebelumnya, kecuali jika Anda memperkenalkan materi baru atau memperkenalkan perspektif baru yang diambil dari sumber yang dikutip sebelumnya.

Pengalaman pribadi

Anda tidak perlu merujuk pengalaman atau pengamatan Anda sendiri, meskipun Anda harus menjelaskan bahwa pengalaman tersebut adalah milik Anda. Sebagai misal,

Anda dapat menggunakan istilah orang pertama 'Saya' dalam menulis, meskipun tidak semua tutor mendorong gaya penulisan model ini. Jika Anda ragu untuk menulis sebagai orang pertama, Anda dapat mengatakan dengan cara lain seperti, 'Pengalaman penulis (atau penulis ini) itulah yang...

Namun, jika karya Anda telah diterbitkan dalam jurnal, buku, atau sumber lain, Anda dapat mengutip karya Anda sendiri yang diterbitkan untuk mendukung pengalaman Anda sendiri. Pengutipan model ini sering dikenal dengan istilah swasitasi atau self-citation.

Menceritakan sejarah

Anda tidak perlu merujuk informasi yang diambil dari berbagai sumber dalam rangka meringkas apa yang telah terjadi selama periode waktu tertentu. Kita tidak perlu mengutip ketika sumber-sumber tersebut menyatakan banyak kesamaan hal yang terjadi. Ini juga dapat dilakukan ketika ringkasan Anda tidak berpotensi memunculkan perselisihan atau kontroversi.

Namun, jika Anda hanya menggunakan satu sumber pada saat melakukan ringkasan, sumber tersebut tetap harus dikutip dan dirujuk.

Penutup

Semoga setelah mencermati dan memahami artikel ini hingga tuntas, Anda tidak lagi ragu kapan melakukan kutipan ke sumber yang Anda manfaatakan. Apabila ada hal lain terkait kutipan yang belum dibahas pada artikel ini, Anda dapat menambahkannya melalui kolom komentar.

Saya sangat menyarankan Anda menggunakan Reference Management Software pada saat mengutip. Anda dapat mempelajari perangkat lunak seperti Zotero atau Mendeley dari beberapa postingan dan tutorial yang pernah saya buat. Temukan pula referensi yang Anda cari dari sumber-sumber ebook dan artikel ilmiah terbuka yang dapat diakses secara gratis dan legal sebagai bahan bacaan untuk riset dan publikasi Anda berikutnya.

Jika Anda tidak ingin ketinggalan artikel-artikel yang tayang di website ini, klik tautan ini untuk berlangganan artikel secara gratis.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA