Di bawah ini yang tidak termasuk contoh konflik yang berhubungan dengan kepentingan adalah

Di bawah ini yang tidak termasuk contoh konflik yang berhubungan dengan kepentingan adalah

Pengungkapan dan Persetujuan

Karyawan dilarang bekerja untuk Danaher pada posisi apa pun, atau berpartisipasi di setiap keputusan yang melibatkan konflik kepentingan, kecuali konflik tersebut dilaporkan dan diungkapkan secara keseluruhan ke manajer karyawan, manajer telah menyetujui aktivitas yang diusulkan; dan karyawan mengikuti prosedur khusus yang diperlukan oleh manajer untuk meminimalkan konflik kepentingan.

Selain itu, Karyawan L1 Perusahaan yang Beroperasi ("OPCO") yang berpotensi mengalami konflik kepentingan harus menerima persetujuan tertulis dari Platform General Counsel atau Platform Chief Compliance Officer yang berlaku, dan Karyawan Platform dan Danaher Corporation harus menerima persetujuan tertulis dari Danaher Corporation General Counsel atau Danaher Corporation Chief Ethics dan Compliance Officer.

Tidak mungkin untuk menyebutkan setiap situasi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, tetapi terdapat situasi tertentu yang mana konflik umumnya terjadi. Kemampuan mengetahui potensi terjadinya konflik dapat membantu Anda menghindarinya. Berikut adalah beberapa contoh dan panduan umum:

  • Pekerjaan dari luar perusahaan – Anda tidak boleh melakukan bisnis atau pekerjaan apa pun untuk perusahaan lain selain Danaher atau perusahaan Danaher, yang bersaing dengan atau bertujuan untuk bersaing dengan Danaher atau yang mengganggu pekerjaan Anda di Danaher. Anda harus memastikan untuk menerima persetujuan tertulis dari Departemen Legal sebelum setuju menjabat di Direksi dari organisasi komersil.

  • Menjabat di direksi — Karyawan dilarang menjabat di direksi dari perusahaan komersial selain Danaher, kecuali disetujui sebelumnya oleh Wakil Direktur Eksekutif Danaher Corporation dengan tanggung jawab atas bisnis karyawan/perusahaan yang beroperasi, atau jika untuk kasus Danaher Corporation, Wakil Direktur Eksekutif, Danaher General Counsel, dan Chief Ethics and Compliance Officer.

  • Kepentingan Finansial – Hal ini dapat menjadi konflik kepentingan jika Anda, teman dekat, atau anggota keluarga inti Anda memegang kepentingan finansial di perusahaan yang melakukan bisnis dengan atau dapat berdampak pada bisnis Danaher.

  • Hubungan pribadi yang dekat – Bekerja dengan kerabat dan orang lain yang memiliki hubungan pribadi dekat dapat menimbulkan benturan kepentingan. Anda tidak boleh menjadi pengawas anggota keluarga atau memiliki anggota keluarga dekat yang secara tidak langsung melapor kepada Anda kecuali situasi ini telah ditinjau dan disetujui oleh HR. Untuk kasus lain, mohon konsultasikan dengan manajer dan staf SDM untuk mendapatkan panduan.

  • Kesempatan bisnis – Jangan pernah mengambil keuntungan pribadi dari informasi dan kesempatan bisnis yang Anda ketahui melalui pekerjaan Anda di Danaher, Anda tidak boleh membagikan informasi tersebut kepada orang lain untuk keuntungan pribadi mereka. Kesempatan ini dimiliki oleh Danaher. Khususnya, karyawan tidak boleh:

    • Mengambil kesempatan untuk diri sendiri yang diperoleh melalui penggunaan harta benda, informasi, atau posisi di Danaher.
    • Menggunakan harta benda, informasi, atau posisi di Danaher untuk keuntungan pribadi.

Kesempatan Bisnis – Pertimbangan Khusus untuk Direktur Non-Karyawan

Menurut Pasal 122(17) Undang-Undang Delaware General Corporate, Direksi Danaher Corporation telah mengadopsi kebijakan terpisah berikut terkait kesempatan korporat untuk direktur non-karyawan yang menjabat di direksi Danaher Corporation ("direktur luar").

Danaher Corporation melepaskan setiap kepentingan atau hak di, atau ditawarkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam, dan direktur tidak memiliki kewajiban untuk mengomunikasikan, menawarkan, atau memberikan kepada Danaher Corporation, kesempatan apa pun untuk terlibat dalam aktivitas bisnis yang diketahui oleh direktur luar, kecuali direktur luar mengetahui kesempatan tersebut:

(i) Berkaitan dengan kinerja fungsinya sebagai direktur dari Danaher Corporation, atau dalam situasi yang secara wajar mengarahkan direktur luar untuk memercayai orang yang menawarkan kesempatan untuk diberikan ke Danaher Corporation atau anak perusahaan Danaher Corporation, atau

(ii) Melalui penggunaan informasi dan harta benda Danaher Corporation atau anak perusahaannya, jika kesempatan yang dihasilkan adalah tanggung jawab dari direktur luar dan dianggap sebagai kepentingan untuk Danaher Corporation atau anak perusahaannya.

Bersikap proaktif dan bila memungkinkan selalu menghindari situasi yang dapat mengarah pada munculnya konflik kepentingan. Jika Anda berada dalam situasi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, hubungi manajer Anda.

Saya memiliki reksa dana yang diperdagangkan luas dan ini termasuk investasi di beberapa perusahaan kompetitor dan perusahaan lain yang bekerja dengan kita. Apakah ini konflik kepentingan? 

Kecil kemungkinan hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini tidak dianggap sebagai konflik kepentingan selama kepentingan Anda terbatas pada kepemilikan sekuritas yang diperdagangkan secara umum (seperti saham umum atau saham istimewa) sebesar kurang dari dua persen dari kelas yang berlaku. Selain itu, karena investasi Anda adalah reksa dana yang diperdagangkan luas, Anda tidak berada dalam posisi untuk memengaruhi keputusan yang dibuat oleh perusahaan lain.

Saya tidak yakin dengan maksud dari istilah "anggota keluarga inti"? Apakah konflik kepentingan mencakup orang yang memiliki hubungan pribadi yang dekat dengan saya serta kerabat yang sebenarnya?

Yang kami maksud dengan "anggota keluarga inti" mencakup pasangan suami/istri, partner rumah tangga, anak, anak tiri, orangtua, orangtua tiri, saudara kandung, kekeluargaan semenda, dan orang lain yang terkait dengan Anda yang tinggal di rumah yang sama. Umumnya, kebijakan konflik kepentingan kita bertujuan untuk mencakup hubungan langsung yang dapat menciptakan konflik kepentingan yang aktual dan nyata. Karena tidak mungkin untuk mengantisipasi setiap kemungkinan, Anda harus waspada jika terdapat aktivitas atau hubungan yang mengganggu — atau yang dapat dilakukan oleh orang lain untuk mengganggu — objektivitas Anda. Jika Anda memiliki kekhawatiran terkait semua hubungan pribadi, hubungi manajer Anda. 

Anak dari seorang kolega baru saja bergabung dengan tim kita. Apakah ini diizinkan?

Umumnya, kerabat dapat bekerja di tim atau unit pengoperasian yang sama, selama hubungan tersebut diungkapkan dan disetujui dengan sesuai oleh manajer Anda. Namun jika anggota keluarga inti berada dalam posisi untuk merekrut, mengawasi, atau memengaruhi manajemen, atau kompensasi dari kerabat lain yang menimbulkan konflik kepentingan, hal ini harus diungkapkan ke bagian SDM dan ditangani dengan cara seperti yang dijelaskan di atas.

Cari tahu selengkapnya tentang kebijakan yang relevan

Konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi.[3] Tercampurnya kepentingan pribadi dan kepentingan publik merupakan akar timbulnya konflik kepentingan. Dampak besar dari praktik konflik kepentingan yaitu penyalahgunaan kekuasaan hingga melupakan tugas utama pejabat publik yaitu untuk melayani kebutuhan masyarakat.[4] Meskipun dalam pengendalian konflik kepentingan sudah diatur dalam rambu-rambu hukum dan etika, namun di dalam lembaga pemerintahan, legislatif, yudikatif, institusi profesi, dan kegiatan bisnis konflik kepentingan masih sering terjadi. Tujuannya, untuk mencari keuntungan pribadi melalui kewenangan dan pembuatan kebijakan yang berpihak kepada pribadi atau yang berkepentingan.[5] Konflik kepentingan merupakan salah satu faktor penyebab korupsi. Hal ini bisa terjadi karena kerja sama antara Penyelenggara Negara dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa. Selain itu, seorang penyelenggara negara yang memiliki rangkap jabatan juga bisa menyebabkan konflik kepentingan. Dampak lainnya yang ditimbulkan oleh konflik kepentingan yaitu terhadap pengambilan keputusan yang tidak objektif.[6]

Di bawah ini yang tidak termasuk contoh konflik yang berhubungan dengan kepentingan adalah

Salah satu aturan untuk menghindari konflik kepentingan, pejabat publik dilarang untuk menyalahgunakan wewenang serta mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dengan cara menjadi penyambung kepentingan. Larangan tersebut dimuat dalam PP No. 53 Tahun 2010.[1] Konflik kepentingan harus dihindari oleh pejabat publik dikarenakan mampu mempengaruhi netralitas dan kualitas dalam penentuan kebijakan yang akan dibuat. Sebagai bentuk pengendalian, di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 masyarakat memiliki hak untuk membuat laporan apabila terjadi konflik kepentingan yang dilakukan oleh pejabat publik, dengan memberikan fakta dan keterangan.[2]

Apabila melihat sejarah, isu mengenai konflik kepentingan sudah ada sejak zaman kerajaan di Indonesia. Adanya konflik kepentingan di zaman kerajaan dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yaitu monarki klasik. Sistem pemerintahan tersebut memungkinkan seorang raja memegang kendali penuh terhadap pemerintahan, termasuk dalam pembuatan dan pengambilan kebijakan. Namun, sistem tersebut sudah berubah, dari monarki ke sistem demokrasi modern, dengan konsep seluruh kebijakan yang akan dibuat diprioritaskan untuk rakyat. Sehingga, para pejabat publik harus terhindar dari konflik kepentingan.[7]

 

Salah satu larangan bagi pejabat publik yaitu rangkap jabatan. Contoh pejabat publik yang dilarang untuk rangkap jabatan yaitu: jabatan hakim dan hakim agung. Sanksi berat apabila terjadi rangkap jabatan yaitu: pembebasan jabatan hingga pemberhentian tidak hormat.[8]

Bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi di Indonesia, di antaranya dikarenakan keadaan yang mengakibatkan seseorang melakukan tindakan gratifikasi, baik memberi atau menerima hadiah. Selain itu, pemenuhan kepentingan pribadi dan kelompok dengan cara menggunakan aset jabatan atau instansi. Selanjutnya, rahasia jabatan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Ada juga yang merankap di beberapa jabatan kemudian memanfaatkannya untuk kepentingan di jabatan lain. Keadaan di mana seseorang memberikan akses terhadap suatu hal karena memiliki jabatan. Proses pengawasan terganggu karena adanya tekanan dari pihak yang sedang diawasi. Keadaan di mana seseorang menyalahgunakan jabatan yang dimilikinya.[9]

Eksekutif

Jabatan yang menduduki lembaga eksekutif yaitu, presiden, wakil presiden, dan para menteri. Presiden memiliki peran sebagai eksekutif yang bertugas menjalankan roda pemerintahan. Selain itu, Presiden berperan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.[10] Konflik kepentingan yang bisa terjadi di lemabaga eksekutif, di antaranya:

  • Pemberian gratifikasi kepada pihak tertentu dengan cara membuat kebijakan yang menguntungkan golongan tertentu.[3]
  • Memberikan izin secara sepihak dan sering melanggar hukum.[3]
  • Pemberian jabatan dan promosi dipengaruhi oleh unsur balas jasa.[3]
  • Tidak profesional dalam pemilihan rekan kerja dalam menjalankan pemerintahan.[3]
  • Tejadinya komersialisasi dalam menjalankan pelayanan publik.[3]
  • Menggunakan informasi dan aset negara untuk kepentingan pribadi.[3]

Legislatif

Lembaga legislatif merupakan lembaga yang memiliki peran untuk membuat dan merumuskan Undang-Undang Dasar yang ada di suatu negara. Lembaga yang ada dalam bidang legislatif yaitu, DPD, DPR, dan MPR.[11] Konflik kepentingan yang terjadi dalam lembaga legislatif, di antaranya:

  • Adanya pengaruh hubungan atau afiliasi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, membuat keputusan hingga penyusunan anggaran yang berpihak pada suatu golongan.[3]
  • Adanya afiliasi dengan lembaga eksekutif dalam proses pengawasan.[3]
  • Memiliki saham perusahaan, dan memiliki profesi lain ketika menjabat sebagai anggota legislatif.[3]

Yudikatif

Lembaga yudikatif adalah lembaga pemerintahan yang memiliki tugas untuk mengawasi pelaksanaan UUD dan hukum yang ada di suatu negara.[12] Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lembaga yudikatif dan aparat penegak hukum, di antaranya:

  • Adanya pengaruh terhadap pengambilan keputusan dan pemeriksaan dalam pengandilan.[3]
  • Adanya pengaruh dari pihak lain dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan.[3]
  • Adanya pengaruh dari pihak lain dalam proses pengangkatan dan promosi.[3]
  • Terjadinya rangkap jabatan dalam suatu perusahan, atau memiliki profesi lain.[3]

Badan Usaha Milik Negara

Bentuk konflik kepentingan yang terjadi di dalam struktur organisasi BUMN di antaranya dalam pengadaan barang dan jasa.[13] Selain itu, dalam pemilihan rekan kerja dalam perusahaan BUMN sering dipilih sesuai dengan kedekatan pejabat bukan dari kebutuhan perusahaan. Kegiatan promosi dan mutasi juga sering dinodai oleh praktik konflik kepentingan, karena rekomendasi didasarkan oleh faktor pejabat terkait kedekatan, bukan dilihat dari penilaian kinerja yang profesional.[3] Peneliti Transparency International Indonesia mengungkapkan bahwa praktik konflik kepentingan sering terjadi dalam jabatan komisaris. Hal yang menjadi latar belakang yaitu kedudukan komisaris sering diisi oleh pejabat kementerian dan lembaga. Konflik kepentingan yang terjadi, bisa dalam hal pemberian gaji dan dalam pengawasan perusahaan.[14]

 

Salah satu cara untuk mengendalikan gratifikasi yaitu dengan cara melakukan pelaporan kepada KPK dengan sistematika yang diatur oleh Undang-Undang.[15] Sistematika pelaporan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang berisi tentang Tindak Pidana Korupsi. Pelapor yang datang untuk membuat laporan penerimaan gratifikasi wajib memberikan penjelasan bahwa telah menolak gratifikasi yang dibuktikan dengan pelaporan sesuai degan barang bukti dan fakta.[16]

Gratifikasi adalah pemberian hadiah kepada pejabat publik dengan imbalan untuk memperlancar kepentingan pribadi atau kelompoknya.[6] Hadiah yang diterima oleh pejabat publik tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan. Hal ini mengakibatkan ada kepentingan yang disamarkan ketika menerima hadiah tersebut, dan harus ada timbal balik dari penerimaan hadiah tersebut. Selain itu, pemberian dan penerimaan hadiah dapat mengurangi nilai objektivitas terhadap penilaian profesional kinerja.[17] Apabila menerima hadiah dan memberikan hadiah baik dalam rangkaian dinas atau acara pribadi akan menjadi kebiasaan yang buruk terhadap budaya kerja. Pengendalian gratifikasi terhadap konflik kepentingan bisa dilakukan dengan cara membuat declaration of interest. Selain itu, pejabat negara harus melaporkan hadiah yang diterima kepada KPK, agar selanjutnya diputuskan tentang status kepemilikannya.[18]

Kelemahan sistem

Kelemahan sistem merupakan permasalahan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan kewenangan yang diakibatkan oleh aturan, struktur, dan budaya organisasi yang ada.[6] Dalam melaksanakan tugas akan menjadi tidak efisien apabila tata kelola organisasi tidak memiliki sistem yang baik. Sistem yang buruk juga akan mengakibatkan penyimpangan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam pelaksanaan tugas. Agar mengurangi konflik kepentingan, oleh karena itu harus dibuat sistem kelola yang terbuka serta memiliki nilai etika yang tinggi.[19]

Rangkap jabatan

Rangkap jabatan adalah keadaan seseorang yang memiliki dua jabatan atau lebih, yang mengakibatkan kinerja pejabat tersebut tidak maksimal dan tidak profesional.[6] Hal ini Undang-Undang No. 25 tahun 2008 tentang pelayanan publik, disebutkan bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang untuk rangkap jabatan.[20] Hal ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintahan No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, menyebutkan bahwa PNS dilarang untung merangkap dua jabatan.[21] Dilihat dari berbagai aspek, seperti etika dan moral, rangkap jabatan tetap dilarang. Rangkap jabatan dengan alasan apapun pada akhirnya akan berujung kepada potensi terjadinya kepentingan konflik, dan membuka peluang terjadinya korupsi.[22]

Penyalahgunaan wewenang

Penyalahgunaan wewenang merupakan membuat keputusan yang tidak sesuai dengan wewenang dan aturan yang diberikan.[6] Pengendalian yang harus dilakukan yaitu dengan membangun sistem organisasi dengan meningkatkan pengawasan fungsi wewenang di setiap jabatan. Dampaknya keputusan yang dibuat harus terbuka secara akuntabel.[23] Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan adalah penyimpangan asas dalam hal administrasi. Seharusnya organisasi dalam memutuskan suatu kebijakan harus tetap sesuai dengan tujuan, dan tidak boleh menyimpang dari tujuan tersebut. Penyalahgunaan wewenang memiliki tiga unsur yaitu, pertama dilakukan dengan sengaja. Kedua, pengalihan dari tujuan yang memiliki wewenang. Ketiga, lahir dari kebiasaan yang buruk. Oleh karena itu, penyalahgunaan wewenang adalah tindak pidana yang dilakukan dengan penuh kesadaran, bukan karena kelalaian.[24]

Kepentingan pribadi

Kepentingan pribadi adalah rasa yang timbul untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dengan cara menggunakan kebijakan yang ada dalam kebutuhan publik.[6] Selain kepentingan pribadi, konflik kepentingan juga bisa tumbuh dari konflik kepribadian dengan orang lain atau rekan kerja. Hal ini muncul karena perbedaan kepribadian, baik dari sikap dan keyakinan. Hal tersebut bisa dikendalikan dengan cara meningkatkan motivasi kerja dengan cara sadar akan tanggung jawab atas pekerjaan, mengedepankan kejujuran, dan meningkatkan kreativitas.[25]

Pemerintah wajib memberikan pelayanan publik yang maksimal terhadap masyarakat. Contoh nyatanya, mampu memberikan kebijakan yang menguntungkan bagi masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Apablia kebijakan tersebut didasarkan kepada kepentingan pribadi, maka hasil putusannya tidak menjadi objektif.[6] Lembaga pemerintahan yang membuat kebijakan publik di antaranya lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan tersebut sudah melalui proses pengkajian dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, oleh karena itu sifatnya mengikat. Nilai-nilai Pancasila yang ada dalam masyarakat Indonesia sangat mementingkan kepentingan publik, dibandingkan dengan kepentingan individu yang sempit.[26]

Pengawasan secara terbuka

Pemerintah harus menjalankan tugasnya secara terbuka, dengan arti selama memberikan pelayanan publik tidak boleh berpihak terhadap suatu kepentingan. Terbuka dalam melaksanakan tugas mencerminkan sikap integritas suatu lembaga pemerintahan. Pengendalian lembaga pemerintah agar tidak melakukan konflik kepentingan dalam melaksanakan pelayanan publik bisa dilakukan dengan cara pengaduan. Oleh karena itu lembaga pemerintah harus menyiapkan prosedur mengenai pengaduan masyarakat apabila terjadi konflik kepentingan.[6] Pengaduan yang diberikan oleh masyarakat merupakan bagian dari usaha dalam pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam penyelenggaraan kebijakan publik. Pengaduan masyarakat harus disampaikan dengan penuh rasa tanggung jawab, dan bertujuan untuk memberikan masukan atau saran bukan untuk menjatuhkan satu instansi dengan asas konflik kepentingan.[27]

Sikap keteladanan

Pemerintah harus memberikan contoh teladan bagi masyarakat dengan cara bekerja secara jujur dan penuh dengan integritas. Pengendalian agar tidak terjadi koflik kepentingan bisa diwujudkan dengan cara memisahkan antar kepentingan dalam bekerja. Apabila terjadi konflik kepentingan, pemerintah harus menyelesaikannya secara profesional, dan menjungjung tinggi prinsip pelayanan publik yang optimal.[6]

Pembinaan terhadap Budaya Organisasi

Budaya kerja yang baik akan menjauhkan proses terciptanya konflik kepentingan di lingkungan kerja. Budaya organisasi yang baik akan terus mengungkap konflik kepentingan yang terjadi dan menyelesaikannya secara profesional. Contohnya dalam hal komunikasi, terus menciptakan dialog tentang rasa tanggung jawab dan integritas di setiap saat. Serta, sebagai wujud pengedalian dari konflik kepentingan membuat pengarahan dan pelatihan dengan tujuan agar memahami aturan dan kode etik dalam melaksanakan tugas.[6]

Pembuat kebijakan harus dipisah disesuaikan dengan tingkatan jabatan yang linier. Pemisahan tersebut bertujuan untuk mengendalikan dan mengawasi penggunaan pembuatan kebijakan di setiap jabatan. Tugas pokok dan fungsi yang melekat disetiap jabatan harus mampu diawasi dan dikendalikan, agar tidak terjadi pembuatan kebijakan yang merugikan masyarakat, dan memicu konflik kepentingan terhadap suatu golongan atau kelompok tertentu.[19]

Penyelenggara Negara harus melaksanakan tugas sesuai jabatannya. Hal yang menjadikan penilaian kinerja di antaranya profesional, kemampuan, kewenangan, dan tanggung jawab terhadap jabatannya. Pejabat publik yang profesional dapat dilihat dari bidang keahliannya yang sesuai dengan jabatan yang diampu serta, keahlian dalam mengelola tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada pejabat tersebut. Apabila seluruh pebajat melaksanakan tugas sesuai dengan aturan maka tidak akan ada konflik kepentingan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kinerja.[28]

Konflik kepentingan dengan Good Corporate Governance

Good corporate governance atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Tata Kelola Perusahaan yang Baik merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara melaksanakan pengawasan dan memantau seluruh aktivitas kinerja berdasarkan aturan yang berlaku.[29] Good corporate governance diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, sistem pelaksanaan Good corporate governance juga diatur dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 tentang Praktik Good Corporate Governance.[30] Hal yang memicu kepentingan konflik dalam penyelenggaraan pemerintah di antaranya adalah permasalahan birokrasi. Oleh karena itu perlu pengelolaan yang baik di instansi pemerintah. Good corporate governance sangat menjungjung tinggi penerapan etika dalam bekerja, agar menghidari konflik kepentingan dan bekerja sesuai dengan aturan.[19]

  1. ^ Presiden Republik Indonesia (2010-01-01). "Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil" (PDF). PTUN Palangkaraya. hlm. 11. Diakses tanggal 2021-12-11. 
  2. ^ Pemerintah Pusat (2014-10-17). "UNDANG–UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014" (PDF). Peraturan BPK. Diakses tanggal 2021-11-12. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (2009-01-10). "Konflik Kepentingan" (PDF). IAKN Ambon. hlm. 2. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  4. ^ Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2015-12-01). "ETIKA PUBLIK: Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III" (PDF). Lembaga Administrasi Negara. hlm. 27. Diakses tanggal 2021-12-11. 
  5. ^ Marzuki, Suparman (2017-08-06). "Konflik Kepentingan | ICW". antikorupsi.org. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  6. ^ a b c d e f g h i j Selong, KPPN (2021-04-13). "Mengenal Konflik Kepentingan, Upaya Penting Cegah Tindakan Korupsi". djpbn.kemenkeu.go.id. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  7. ^ Rezha, Yuris (2020-04-29). "Konflik Kepentingan, Korupsi, dan Integritas Pelayanan Publik". Bung Hatta Anti-Corruption Award (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-11. 
  8. ^ Sagala, Parluhutan (2015-03-19). "Implementasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bagi Hakim Militer" (PDF). Dilmiltama. hlm. 12. Diakses tanggal 2021-12-11. 
  9. ^ Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Makassar (2019-06-12). "Mengenal Benturan Kepentingan (Defenisi, Bentuk, Penyebab dan Penanganannya)". Kementerian Kelautan dan Perikanan. Diakses tanggal 2021-05-2021.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
  10. ^ Admin DPRD (2018-08-29). "Fungsi lembaga legeslatif dalam pembangunan bangsa | Sekretariat DPRD Buleleng". dprd.bulelengkab.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-05. 
  11. ^ Anjani, Anatasia (2021-01-09). "Lembaga Legislatif : Pengertian, Contoh, dan Tugasnya". detikedu. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  12. ^ Basuki, Udiyo (2014-01-01). "STRUKTUR LEMBAGA YUDIKATIF: Telaah atas Dinamika Kekuasaan Kehakiman Indonesia pasca Amandemen UUD 1945". E-Journal UP45. hlm. 69. Diakses tanggal 2021-12-15. 
  13. ^ Suseno, Sigit Imam (2021-03-01). "Konflik Kepentingan Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah | Warta Konstruksi | Terkini - Berimbang - Konstruktif". wartakonstruksi.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-11. 
  14. ^ Supriyatna, Iwan (2021-06-16). "Jabatan Komisaris Jadi Sumber Konflik Kepentingan di BUMN". suara.com. Diakses tanggal 2021-12-11. 
  15. ^ Sulistiyaningsih (2019-01-08). "Strategi Komunikasi Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Mensosialisasikan Pengendalian Korupsi" (PDF). Repository UIN Jakarta. hlm. 36-37. Diakses tanggal 2021--12-07.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
  16. ^ Iyoeng (2020-06-08). "Mekanisme Pelaporan Gratifikasi". BPSDM Kemdagri. Diakses tanggal 2021-12-07. 
  17. ^ Syaifullah, Ananda (2019-01-01). "Gratifikasi dan Konflik Kepentingan Memicu Korupsi". Indonesia Baik. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  18. ^ Muhardiansyah, Doni (2010-01-12). "Buku Saku Memahami Gratifikasi" (PDF). Bawas Mahkamah Agung. hlm. 7-8. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  19. ^ a b c Sulistiyana, Dwi Budi; Seran, Gotfridus Goris (2016-01-12). "PENGELOLAAN KONFLIK KEPENTINGAN" (PDF). Anti Corruption Clearing House KPK. hlm. 1. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  20. ^ Sulistiyo, Prayogi Dwi (2021-07-25). "Rangkap Jabatan Berisiko Konflik Kepentingan". kompas.id. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  21. ^ Humas BKN (2019-12-05). "Rangkap Jabatan Dilarang Kecuali Untuk Jaksa, Perancang Peraturan Perundang-Undangan dan Diplomat". Badan Kepegawaian Negara (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-05. 
  22. ^ Charity, May Lim (2016-03-28). "IRONI PRAKTIK RANGKAP JABATAN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA". E-Journa Peraturan. hlm. 8. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  23. ^ Sumarna, Febtoryan Ardama (2021-03-22). "Apa itu Konflik Kepentingan?". ITJEN PU. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  24. ^ Efendi, A'an (2019-12-26). "INTERPRETASI MODERN MAKNA MENYALAHGUNAKAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI". Jurnal Komisiyudisial. hlm. 335. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  25. ^ Wahyudi, Andri (2015-01-01). "KONFLIK, KONSEP TEORI DAN PERMASALAHAN". Journal Unita. hlm. 5. Diakses tanggal 2021-05-12. 
  26. ^ Warella (2004-09-01). "KEPENTINGAN UMUM DAN KEPENTINGAN PERSEORANGAN (Ditinjau dari aspek Kebijakan Publik)". E-Journal UNDIP. hlm. 390. Diakses tanggal 2021-12-07. 
  27. ^ KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATURNEGARA (2004-01-01). "PEDOMAN UMUM PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT BAGI INSTANSI PEMERINTAH" (PDF). Perpus Menpan. hlm. 1. Diakses tanggal 2021-12-07. 
  28. ^ Fuqoha (2015). "Etika Rangkap Jabatan dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional". Sawala : Jurnal Administrasi Negara (dalam bahasa Inggris). 3 (3): 30. doi:10.30656/sawala.v3i3.288. ISSN 2598-4039. 
  29. ^ Kaihatu, Thomas S (2006-03-01). "Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia". Jurnal Manajemen Petra. hlm. 2. Diakses tanggal 2021-12-07. 
  30. ^ Hairul, Maksum (2015-01-01). "PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE OLEH PELAKU USAHA DALAM MENINGKATKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT (Studi Di PT. Narmada Awet Muda)". Jurnal UGR. hlm. 139. Diakses tanggal 2021-12-11. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Konflik_kepentingan&oldid=21305920"