Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia

Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia
Kasipidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Muhammad Taufik Akbar (pertama dari kanan) bersama Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Ricky Setiawan Anas (kedua kanan), Kasidatun Agnes Renita serta Kasipidsus Hatmoko saat ungkap kasus di Aula Kejaksaan pada Jumat (27/8). (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah).

TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus pencemaran lingkungan hidup Nelson Siagian telah membayar hukuman denda sebesar Rp 150 juta ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Nelson sebelumnya divonis satu tahun dan apabila denda tidak dibayar maka hukumannya menjadi kurungan satu tahun. "Tapi baru kemarin ini, kami terima (pembayaran denda) dari terdakwa," Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Muhammad Taufik Akbar di Cikarang, Sabtu, 28 Agustus 2021.

Kasus pencemaran ini awalnya ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka mengungkap temuan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak sesuai ketentuan.

Kementerian Lingkungan Hidup kemudian melakukan pratuntutan melalui Kejaksaan Agung RI atas dugaan pelanggaran pasal 104 Undang-Undang Lingkungan Hidup. "Karena lokasi perusahaan terdakwa ada di sini maka kasus ini selanjutnya dilimpahkan ke kami untuk disidangkan," ujar Taufik.

Ia menjelaskan bahwa Nelson Siagian merupakan Direktur Utama PT Nirmala Tipar Sesama (NTS), perusahaan layanan pengelolaan limbah di Jalan Kalimalang Kampung Pasir Konci, Desa Pasir Sari, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.

"Atas tindakan terdakwa, kami sudah mampu mengembalikan pendapatan ke kas negara," ujar Taufik.

Nelson sebelumnya sempat ditahan pada awal tahun lalu. Perusahaan yang dipimpinnya terbukti melanggar pemanfaatan izin perusahaan.

Pelanggaran pertama yaitu melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3 tanpa izin, kemudian melakukan penyimpanan di area yang tidak memiliki izin, dan pelanggaran ketiga melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan tanpa izin.

Taufik mengatakan, perusahaan Nelson melakunan tindak pidana dengan membuang limbah BR sludge minyak, minyak kotor, bottom ash, hingga minyak pelumas bekas yang terdampak pada kontaminasi tanah dari logam berat seperti arsen, barium, chrom, hexavalen, tembaga, timbal, merkuri, seng, serta nikel.

Nelson sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun ditolak karena dalil terdakwa tidak beralasan.

Menurut Taufik, kejahatan pencematan limbah B3 yang dilakukan terdakwa merupakan kejahatan sangat serius sebab berpotensi membayakan lingkungan dan masyarakat. "Kasus seperti ini menjadi atensi khusus kami, ini merupakan kejahatan yang sangat serius karena merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang," ujar dia.

Baca juga: Pencemaran Kali Bekasi, Air Berbusa dan Bau Ganggu Produksi PDAM

Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap Direktur Utama PT NTS berinsial NS, setelah perusahaan yang bergerak dalam jasa pengolah limbah B3 itu melanggar peraturan. Kini, berkas perkara NS telah diserahkan ke Kejaksaan Agung RI dan ia mendekam di Rumah Tahanan Cipinang, Senin (21/1).

Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Yazid Nurhuda mengatakan sebelumnya, NS diperiksa sebagai saksi atas dugaan melakukan tindak pidana pencemaran lingkungan hidup dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

"PT NTS melakukan pembuangan (dumping) limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) sludge minyak, minyak kotor, bottom ash, tanah terkontaminasi ke tanah tanpa izin sehingga menyebabkan terkontaminasi logam berat di antaranya arsen, barium, chrom hexavalen, tembaga, timbal merkuri, seng dan nikel," sebut Yazid di Gedung Kementerian LHK, Jakarta Selatan, Rabu (5/2).

Menurutnya, PT NTS juga melakukan pengelolaan limbah B3 berupa minyak pelumas bekas tanpa izin. Oleh karena itu, kasus ini merupakan tindak lanjut pengawasan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) KLHK.

"Pengawas menemukan adanya kegiatan pemanfaatan limbah B3 tanpa izin, pengumpulan di area yang tidak memiliki izin dan menempatkan dumping limbah B3 ke lokasi lingkungan hidup tanpa izin," ujarnya.

Baca juga: Importir Limbah B3 Nakal Siap-Siap Kena Sanksi

Setelah diduga adanya indikasi tindak pidana, lanjut Yazid, pengawas membuat laporan ke penyidik LHK untuk ditindaklanjuti. Dari hasil pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) serta penyidikan, didapatkan bukti cukup terkait pelanggaran hukum yang dilakukan PT NTS.

"Hasil analisa laboratorium terhadap sampel tanah di TKP diyakini telah tercemar dan terkontaminasi limbah logam berat," paparnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penengakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyebut perilaku pencemaran limbah B3 yang dilakukan oleh NS merupakan kejahatan sangat serius. Sebab, limbah B3 tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga bagi kesehatan masyarakat setempat.

"NS harus dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera, kasus ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan jasa pengolah limbah lainnya," tuturnya.

Rasio menambahkan, pengawas dan penyidik KLHK sedang mendalami kepatuhan beberapa perusahaan jasa pengolah limbah B3. Ia juga mengingatkan perusahaan tidak mengorbankan lingkungan dan kesehatan masyarakat demi mendapatkan keuntungan sepihak dengan membiarkan limbah B3.

"Ancaman hukumnya sangat berat. Kasus NS ini harus menjadi pelajaran bagi perusahaan jasa pengelola limbah dan pasti kami tindak tegas pelaku kejahatan terkait limbah B3 seperti ini," pungkasnya.

NS diduga melanggar Pasal 98 ayat (1), Pasal 102 dan Pasal 104 UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Atas perbuatannya, NS diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.(OL-5)

  • Jerome Wirawan
  • BBC Indonesia

Keterangan gambar,

Petugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyisir tepi jalan Pangurangan-Klangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menjadi tempat pembuangan sampah warga dan limbah B3 medis.

Suatu pagi pada November lalu, Cecep Supriyatna terkejut bukan main ketika dia sedang melewati jalan Pangurangan-Klangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Aktivis lembaga Sanggar Lingkungan Hidup itu mengaku melihat sejumlah tumpukan karung sampah yang tengah dibakar. Beberapa karung tumpah dan dia bisa menyaksikan apa isinya.

"Saya melihat ada sisa-sisa jarum, waduh! Ada botol-botol darah yang isi darahnya masih ada. Lalu beberapa bungkus obat hepatitis, HIV/AIDS, terus tali bekas infus," papar Cecep.

Kepada BBC Indonesia, pria tersebut mengirimkan beragam foto temuannya yang menampilkan kantung obat dan ampul bertuliskan sejumlah rumah sakit. Di antaranya rumah sakit di Lampung, Surabaya, Yogyakarta, Solo, Cirebon, dan Jakarta.

Limbah rumah sakit yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3) itu, menurut Cecep, telah menumpuk dan bercampur dengan sampah rumah tangga. Lokasinya berada di antara tepi jalan dan sungai.

"Tumpukan sampah di sana tidak sedikit. Itu sudah melebar ke area sungai dan mungkin ada yang hanyut. Karena tertutup dengan sampah rumah tangga jadi tidak terlalu kelihatan. Memang di situ kan tempat pembuangan sampah yang dibilang resmi tidak juga sih," kata Cecep.

Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia
Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia

Sumber gambar, Cecep Supriyatna

Keterangan gambar,

Temuan bekas obat dan vaksin.

Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia
Contoh kasus pencemaran limbah B3 di Indonesia

Sumber gambar, Cecep Supriyatna

Keterangan gambar,

Temuan botol-botol darah yang dibuang begitu saja di tepi jalan.

Temuan limbah B3 ilegal ini kemudian dilaporkan Cecep ke pemerintah kabupaten setempat, lalu ke tingkat provinsi.

"Langsung ada tim ke sini, ada juga tindakan pengecekan Kodim dan kepolisian. Tapi belum ada hasil pengusuta," kata Cecep.

Di lokasi pembuangan kini terdapat sebuah plang dengan tulisan 'Dilarang Melakukan Kegiatan Apapun di Areal Ini' beserta logo Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Keterangan gambar,

Plang penyegelan lokasi pembuangan limbah medis B3 di Cirebon, Jawa Barat.

Benny Bastiawan, selaku Kepala Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, mengatakan pihaknya telah mengerahkan sejumlah petugas di kawasan seluas 2.500 meter persegi tersebut.

Dia mengonfirmasi temuan limbah medis B3, antara lain jarum suntik bekas, ampul bekas, botol/plastik infus bekas, selang infus bekas, jarum infus bekas, obat kadaluwarsa, dan hasil sampel pengambilan darah.

Atas temuan lapangan tersebut, Benny Bastiawan mengatakan bahwa KLHK melakukan pengamanan lokasi dengan melakukan penyegelan karena adanya dugaan tindak pidana Pasal 104 UU 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal itu menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, terancam pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

"Lokasi tersebut sedang dibereskan oleh pemerintah daerah setempat. Tapi setelah kami datang ya jangan dirapikan dulu karena kami mau melakukan investigasi untuk mendapatkan fakta-fakta hukum di TKP," kata Benny.

Keterangan gambar,

Penyelidikan kasus ini menyoroti proses pembuangan limbah B3 yang melibatkan jaringan rumah sakit, layanan pembuang limbah, dan pengolah sampah.

Penyelidikan kasus itu kini menyoroti proses pembuangan limbah B3 yang melibatkan jaringan rumah sakit, layanan pembuang limbah, dan pengolah sampah.

"Sekarang masih penyelidikan dulu, tidak bisa sebentar karena kami harus cek satu persatu. Limbah rumah sakit itu berasal dari rumah sakit, masuk ke trasporter, baru ke pengolah limbah. Itu tiga jaringannya yang kita cek," ungkap Benny.

Keterangan gambar,

Lokasi pembuangan limbah B3 kini ditutup agar penyelidik KLHK bisa mendapatkan fakta hukum.

Penanganan limbah B3 sejumlah rumah sakit selama ini ditangani secara khusus menggunakan jasa pihak ketiga. Pasalnya, tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas pengolahan limbah B3.

Kendati demikian, pihak rumah sakit tidak tahu ke mana pihak ketiga membuang limbah B3, sebagaimana dijelaskan Lia Partakusuma selaku direktur penunjang Rumah Sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta yang juga menjabat sebagai ketua kompartemen manajemen penunjang Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).

"Limbah B3 yang kita tahu bahwa ada perusahaan yang membawanya, kita bekerja sama dengan pihak ketiga. Hanya ujungnya, ya sudah, kita tidak tahu ini diapain," kata Lia kepada BBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Selagi penyelidikan kasus pembuangan limbah medis B3 berlangsung, Cecep Supriyatna dari Sanggar Lingkungan Hidup di Cirebon punya harapan besar.

"Jelas, bisa dituntaskan siapa pelakunya, dihukum. Karena ini bukan saja urusan ekologi, urusan lingkungan, tapi ini juga urusan kemanusiaan karena risikonya sangat besar. Jadi harapannya pemerintah serius, dengan tidak menutup-nutupi siapa yang terlibat."

Untuk mengelola limbah B3, terdapat tata cara khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014.

Pasal 32 menyebut setiap orang yang menghasilkan limbah B3 namun tidak mampu mengumpulkan limbah B3 sendiri diwajibkan menyerahkannya kepada pengumpul limbah B3.

Kegiatan pengumpulan itu sendiri harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada pemerintah. Kemudian alat pengangkutannya punya rincian tersendiri yang diatur dalam peraturan menteri.

Adapun lokasi dan tata cara pembuangan limbah B3 memiliki beragam kriteria teknis yang harus dipenuhi sehingga pembuangan tidak bisa begitu saja dilakukan ke lingkungan hidup tanpa izin.

Konten tidak tersedia

  • {{promo.headlines.shortHeadline}}