Contoh kasus hukum lingkungan dan analisisnya 2022

Rachmat, N. A. (2022). Hukum Pidana Lingkungan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal, 2(2), 188-209. https://doi.org/10.15294/ipmhi.v2i2.53737

Aji, Adiguna Bagas Waskito, Puji Wiyatno, Ridwan Arifin, and Ubaidillah Kamal. “Social Justice on Environmental Law Enforcement in Indonesia: The Contemporary and Controversial Cases.” The Indonesian Journal of International Clinical Legal Education 2, no. 1 (March 31, 2020): 57–72. Alhakim, Abdurrakhman, and Wilda Lim. “PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGANDI INDONESIA: KAJIAN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA.” Maleo Law Journal 5, no. 2 (2021): 44–56. Ansari, Muhammad Insa. Implikasi Pengaturan Lingkungan Hidup Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Dalam Kegiatan Bisnis (Perspektif Konstitusi), 2014. DS, Mayer Hayrani. “PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN HIDUP.” Jurnal Legislasi Indonesia 15, no. 4 (2018): 331–442. http://www.mongabay. Duarte, Fernando. “Perubahan Iklim: Kebakaran Hutan, Gelombang Panas, Banjir Bandang - Mengapa Rekor Cuaca Terpecahkan?” Bbc.Com, 2021. Farhan, Farida. “Lumpur Beracun Dikubur Di Tanah Proyek Perumahan Di Karawang,” 2019. Hamid, Muhammad Amin. “Penegakan Hukum Pidana Lingkungan….. PENEGAKAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN HIDUP DALAM MENANGGULANGI KERUGIAN NEGARA.” Legal Pluralism 6, no. 1 (2016): 88–117. Holyone, M, Nurdin Singadimedja, Fakultas Hukum, Singaperbangsa Karawang, Jl H S Ronggowaluyo, Teluk Jambe, and Timur Karawang. “PENERAPAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN BAGI PELAKU PENCEMARAN CITARUM DI KARAWANG.” Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure 1, no. 2 (2016): 302–328. Lingkungan, Kerusakan, Juni Ratnasari, Dan Siti Chodijah, Uin Sunan, and Gunung Djati. “KERUSAKAN LINGKUNGAN MENURUT SAINS DAN AHMAD MUSTAFA AL-MARAGHI: Studi Tafsir Al-Maraghi Pada Surat Al-Rum Ayat 41, Al-Mulk Ayat 3-4 Dan Al-A’raf Ayat 56).” Jurnal Ilmu Al-Quran dan Tafsir 5, no. 1 (2020): 121–136. Ninggar, Adya. “Peringatan Dini BMKG Besok Senin, 13 Desember 2021: Waspada Cuaca Ekstrem Di 34 Wilayah Indonesia Artikel Ini Telah Tayang Di Tribunnews.Com Dengan Judul Peringatan Dini BMKG Besok Senin, 13 Desember 2021: Waspada Cuaca Ekstrem Di 34 Wilayah Indonesia, .” Tribunnews.Com, 2021. Prof. Moeljatno, SH. KITAB UNDANG-UNDNAG HUKUM PIDANA, 2008. Rispalman. “SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA.” Jurnal Dustriah 8, no. 2 (June 2018): 185–196. Samuel, Tonny. “PENERAPAN TINDAK PIDANA LINGKUNGAN BAGI KORPORASI DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN.” Jurnal Socioscientia 8, no. 1 (2016): 175–182. Sari, Indah Prawestri Arum. “ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN.” Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret (2007). Siregar, Januari, and Muaz Zul. “PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA.” Jurnal Mercatoria 8, no. 2 (2015): 107–131. Sufiyati, Sri., and Munsyarif Abdul. Chalim. “KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Penanggulangan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Padat Sisa Dari Pembakaran Batubara Mesin Boiler).” Jurnal Hukum Khaira Ummah 12, no. 3 (2017): 457–466. Sulistyowati, Herwin. PARADIGMA PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN BERDASARKAN ASAS KEPASTIAN HUKUM, KEMANFAATAN, DAN KEADILAN, 2014. Tarigan, Edi Kristianta. “PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP.” Jurnal Lex Justitia 1, no. 1 (2019): 29–41. Yahyanto. PENEGAKAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN (Studi Tentang Penegakkan Hukum Kasus Pencemaran Lingkungan Oleh Korporasi Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Kab. Kolaka Provinsi Sulawesi Tengga, 2011. Yanuarsi, Susi. “PENGARUH GLOBAL TERHADAP HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA” (2019). “Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa,” n.d.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009.

Contoh kasus hukum lingkungan dan analisisnya 2022

Kasipidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Muhammad Taufik Akbar (pertama dari kanan) bersama Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Ricky Setiawan Anas (kedua kanan), Kasidatun Agnes Renita serta Kasipidsus Hatmoko saat ungkap kasus di Aula Kejaksaan pada Jumat (27/8). (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah).

TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus pencemaran lingkungan hidup Nelson Siagian telah membayar hukuman denda sebesar Rp 150 juta ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Nelson sebelumnya divonis satu tahun dan apabila denda tidak dibayar maka hukumannya menjadi kurungan satu tahun. "Tapi baru kemarin ini, kami terima (pembayaran denda) dari terdakwa," Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Muhammad Taufik Akbar di Cikarang, Sabtu, 28 Agustus 2021.

Kasus pencemaran ini awalnya ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka mengungkap temuan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak sesuai ketentuan.

Kementerian Lingkungan Hidup kemudian melakukan pratuntutan melalui Kejaksaan Agung RI atas dugaan pelanggaran pasal 104 Undang-Undang Lingkungan Hidup. "Karena lokasi perusahaan terdakwa ada di sini maka kasus ini selanjutnya dilimpahkan ke kami untuk disidangkan," ujar Taufik.

Ia menjelaskan bahwa Nelson Siagian merupakan Direktur Utama PT Nirmala Tipar Sesama (NTS), perusahaan layanan pengelolaan limbah di Jalan Kalimalang Kampung Pasir Konci, Desa Pasir Sari, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.

"Atas tindakan terdakwa, kami sudah mampu mengembalikan pendapatan ke kas negara," ujar Taufik.

Nelson sebelumnya sempat ditahan pada awal tahun lalu. Perusahaan yang dipimpinnya terbukti melanggar pemanfaatan izin perusahaan.

Pelanggaran pertama yaitu melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3 tanpa izin, kemudian melakukan penyimpanan di area yang tidak memiliki izin, dan pelanggaran ketiga melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan tanpa izin.

Taufik mengatakan, perusahaan Nelson melakunan tindak pidana dengan membuang limbah BR sludge minyak, minyak kotor, bottom ash, hingga minyak pelumas bekas yang terdampak pada kontaminasi tanah dari logam berat seperti arsen, barium, chrom, hexavalen, tembaga, timbal, merkuri, seng, serta nikel.

Nelson sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun ditolak karena dalil terdakwa tidak beralasan.

Menurut Taufik, kejahatan pencematan limbah B3 yang dilakukan terdakwa merupakan kejahatan sangat serius sebab berpotensi membayakan lingkungan dan masyarakat. "Kasus seperti ini menjadi atensi khusus kami, ini merupakan kejahatan yang sangat serius karena merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang," ujar dia.

Baca juga: Pencemaran Kali Bekasi, Air Berbusa dan Bau Ganggu Produksi PDAM

Contoh kasus hukum lingkungan dan analisisnya 2022



BAB I

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko, makin meningkatnya resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.

Terpeliharanya kualitas fungsi lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran serta masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan berkelanjutan guna menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa mendatang.

Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya harus dikelola dengan baik. Makin meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini pabrik-pabrik atau indutri-industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan hidup, keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya pengendalian dampaknya, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.

Upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap ijin yang diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut.  

Pengaturan tentang limbah B3 dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik. Selanjutnya diterbitkan keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989 yang mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia.

Dalam perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan pengelolaan limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industry dan pelaku kegiataan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut.   

Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku indistri dan pelaku kegiatan lainnya dalam hal ini pencemaran yang dilakukan PT. Marimas di Semarang diduga dikarenakan  oleh faktor penataan dan penegakan hukum lingkungan khususnya yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka kami akan mengkaji lebih dalam sejauh manakah efektifitas penataan dan penegakan hukum lingkungan pereturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3 di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.      Apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT.  Marimas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?

2.      Bagaimanakah penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. Marimas sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?

1.      Pelanggaran yang dilakukan  PT  Marimas terhadap ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka serangkain kegiatan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan.

Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli bagaimana pahitnya (fiat jutitia et pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyrakat.sebaliknya masyarakat menghendaki adannya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik dengan keadilan, Karena hukum itu sifatnya umum, mengikat semua orang, dan menyamaratakan. Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat perhatian secara proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan kembali.

Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam kerangka penanganan sengketa lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan. Penegakan hukum lingkungan merupakan bagian dari siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan (policy planning) tentang lingkungan. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia mencakup penataan dan penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana.

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang penegakan hukum lingkungan terlebih dahulu kita harus megtahui definisi dari lingkungan hidup sendiri menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Selanjutnya kita akan membahas definsi dari pencemaran. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Makna dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Namun dewasa ini masih saja terdapat beberapa pihak yang melakukan pencemaran lingkungan hidup, salah satunya yang dilakukan oleh pabrik PT Marimas di Semarang. Menurut warga, Pabrik PT Marimas telah mencemari aliran sungai disekitar pabrik selamat 2 sampai 3 tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan limbah jebol, yang mana mengakibatkan bau menyengat yang berasal dari pembuangan limbah tersebut. Selain mencemari lingkungan, kini warga kesulitan untuk mencari air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur.  Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:

a.       melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;

b.      memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c.       memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d.      memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e.       membuang limbah ke media lingkungan hidup;

f.       membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;

g.      melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;

h.      melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;

i.        menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau

j.        memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Marimas telah melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik PT Marimas harus melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan hidup yang dilakukan dengan:

a.       pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;

b.      pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

c.       penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

d.      cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:

a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;

e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan:

a.       Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

b.      Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.

c.       Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.

d.      Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

e.       Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.

f.       Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.

g.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2.      Penegakan Hukum Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas

Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai arti dan fungsi sangat penting bagi manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya entah dimulai darimana dan dimana ujungnya, tak seorangpun mengetahuinya.

Sekali siklus air tersebut terganggu ataupun dirusak, sistemnya tidak akan berfungsi sebagaimana diakibatkan oleh adanya limbah industri, pengrusakan hutan atau hal-hal lainnya yang membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu limbah industri yang dibuang ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai dan terjadi pencemaran lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.

Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah pabrik PT. Marimas yang dibuang ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup, apalagi dalam kasus tersebut pipa saluran pembuangan limbah ke sungai bocor dan menyebabkan sumur warga sekitar pabrik tercemar dan air tidak dapat digunakan. Oleh karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT. Marimas tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata. Berikut adalah sarana penegakan hukum:

Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep “Pollution Prevention Pays” dalam proses produksinya.

Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakkan hukum administrasi adalah :

a.       Paksaan pemerintah atau tindakan paksa;

c.       Penutupan tempat usaha;

d.      Penghentian kegiatan mesin perusahaan;

e.       Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.

Tata cara penindakannya tunduk pada undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali secara kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah sanksi administratif dan perdata diterapkan.

Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan “beracara singkat” bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan.

Menurut  kami, penegakan hukum yang paling tepat diterapkan terhadap pencemaran limbah oleh PT. Marimas tersebut adalah dengan hukum keperdataan mengingat sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang parah di lingkungan masyarakat. Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian terhadap PT. Marimas dan meminta biaya untuk digunakan sebagai pemulihan lingkungan.

Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan oleh PT. Marimas di Semarang yang mengakibatkan tercemarnya air yang berada di lingkungan sekitar pabrik  yang menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal air merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Padahal ada banyak sekali langkah penegakan hukum yang dapat dilakukan mulai dari saksi administrative, sanksi keperdataan dan sanski kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi hukum sebaiknya dijatuhkan sanksi yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi hukum itu sendiri seperti kepastian, kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan kerasahan pada masyarakat.

Penerapan sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan berupa penggantian kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk merehabititasi lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang mengalami dampak terbesar dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di sekitar pabrik tersebut. Sehingga jika tidak dilakukan pemulihan lingkungan tersebut maka masyarakatlah yang akan menderita dan pengusaha atau pemilik panrik tersebut tidak mengalami dampaknya.

Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga,  Bandung, PT. Refika Aditama, 2011

Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988

Undang-Undang No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3)

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Limbah B3

Keputusan Presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989

Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik.

www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman), diakses tanggal 29 April 2014