Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang

Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang

Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang
Lihat Foto

Tourism Ireland/Holger Leue

Poulnabrone Dolmen, sebuah makam megalitik prasejarah di County Clare, Irlandia.

KOMPAS.com - Secara etimologi, megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang artinya batu.

Oleh karena itu, zaman megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, di mana masyarakatnya menggunakan peralatan dari batu yang berukuran besar.

Pada periode ini, setiap bangunan yang didirikan oleh masyarakat sudah mempunyai fungi yang jelas.

Budaya megalitikum sendiri lebih mengarah pada sebuah pemujaan terhadap roh leluhur.

Peninggalan zaman megalitikum

Peninggalan-peninggalan dari zaman megalitikum mempunyai bentuk beraneka ragam.

Begitu pula dengan ukurannya, ada yang pendek dan ada pula yang tingginya mencapai delapan meter.

Bangunan-bangunan megalitik pada dasarnya menggunakan bahan dasar batu.

Di Indonesia, peninggalan zaman megalitikum dapat dijumpai di berbagai daerah, dari ujung Sumatera hingga Timor-Timur.

Situs megalitik di beberapa wilayah Indonesia biasanya juga menunjukkan ciri khas tersendiri.

Baca juga: Zaman Arkean: Pembagian dan Ciri-ciri

Berikut ini beberapa peninggalan zaman megalitikum di Indonesia.

Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang

Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang
Lihat Foto

Tourism Ireland/Holger Leue

Poulnabrone Dolmen, sebuah makam megalitik prasejarah di County Clare, Irlandia.

KOMPAS.com - Pada zaman Megalitikum atau zaman Batu Besar, masyarakatnya menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.

Selain itu, masyarakatnya juga sudah mampu mendirikan bangunan dari batu yang berukuran besar.

Adapun bangunan dari batu tersebut didirikan untuk berbagai macam tujuan, seperti beribadah, melakukan upacara sesajen, dan ritual lainnya.

Salah satu peninggalan dari zaman Megalitikum adalah Dolmen, yaitu meja batu yang digunakan oleh manusia pada masa lampau untuk meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang.

Dolmen umumnya berupa batu berukuran besar dengan permukaan datar, yang panjangnya sekitar 300 cm dengan lebar sekitar 100 cm.

Batu besar dan datar ini kemudian disangga dengan beberapa batu berukuran besar dan kecil hingga mencapai tinggi sekitar 115 cm.

Baca juga: Zaman Megalitikum: Peninggalan, Sejarah, Ciri, dan Kepercayaan

Fungsi Dolmen

Dolmen merupakan salah satu peninggalan zaman praaksara yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesajian, yang akan dipersembahkan kepada arwah nenek moyang dan untuk peribadatan.

Adakalanya, ruang di bawah dolmen digunakan sebagai tempat meletakkan jenazah agar terhindar dari binatang buas.

Selain itu, dolmen juga digunakan oleh ketua suku supaya mendapatkan anugerah dari leluhurnya.

Baca juga: Tradisi Megalitik: Asal-usul, Pembagian, dan Peninggalan

Lokasi penemuan

Dolmen ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai. Benda peninggalan zaman prasejarah ini diperkirakan dari zaman Megalitikum awal, atau sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu.

Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang

Dolmen di kecamatan Batu Brak, Lampung Barat (foto diambil pada tahun 1931)

Bangunan raksasa terbuat dari batu dan menjadi tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang

Dolmen Poulnabrone di the Burren, County Clare, Irlandia


Dolmen ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai. Mereka berasal dari periode Megalithikum awal, sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.

Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan pada umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sumatra Selatan Dolmen merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Domen ini merupakan sebuah media atau peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Menurut pengamatan Hoop, dolmen dolmen yang paling baik terdapat di Batucawang. Papan batunya yang berukuran 3 x 3 meter dengan tebal 7 cm, terletak di atas empat buah batu penunjang. Salah satu dolmen yang digali di Tegurwangi diduga berisi tulang-tulang manusia. Tetapi benda-benda lain yang dianggap sebagai bekal kubur tidak ditemukan. Selain dolmen, di daerah ini banyak ditemukan patung-patung batu, yang diduga merupakan patung nenek moyang. Di antara dolmen-dolmen tersebut terdapat juga dolmen yang papan batunya ditunjang oleh enam batu tegak. Tradisi setempat menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat kegiatan upacara pemujaan nenek moyang dan tempat tempat untuk penguburan. Di daerah ini ditemukan pula domen bersama-sama menhir. Temuan dolmen-dolmen lainnya terdapat di Pamatang dan pulau Panggung, dan di kedua tempat pula ditemukan patung batu. Daerah temuan lain ialah Nanding, Tanjungara, Pajarbulan (di sini dolmen ditemukan bersama-sama dengan lesung batu), Gunungmegang, Tanjungsakti, Pagerdewa, Lampung Barat dan Sumbawa. Dolmen diperkirakan mulai dikenal dalam masyarakat Indonesia pada zaman bercocok tanam.

Tradisi megalitik di pulau Sumba merupakan hal yang menarik. Tidak hanya bentuk-bentuknya yang sangat besar yang mempunyai berat berton-ton tetapi keunikan ini tampak sekali pada pelaksanaan pendiriannya maupun pada upacara-upacara yang dilaksanakan dalam pendirian bangunan tersebut. Dalam usaha pencarian batu, dalam pengangkutan batu maupun dalam upacara memasukkan mayat di dalam dolmen semuanya itu merupakan kegiatan yang menjadi satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Peristiwa-peristiwa itu mengandung nilai historis arkeologis yang sangat tinggi.

Masyarakat masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan barunya. Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada waktu itu tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.

Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah dapat memproduksi makanan sehari-hari. Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap kehidupan yang sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat memperngaruhi kehidupan manusia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri sesudah orang meninggal.

Dolmen-dolmen yang masih dapat disaksikan sampai sekarang mempunyai bentuk-bentuk besar sehingga kadang-kadang sulit dibayangkan bagaimana batu besar dan dengan berat berton-ton itu dapat diangkut. Pengangkutan batu sampai setinggi dua meter lebih tentu mempunyai teknik tersendiri di dalam cara pengangkutannya. Besar tiang-tiang penyangga biasanya disesuaikan dengan besar batu datarnya. Semakin besar batu datar maka semakin besar pula tiang penyangganya.

 

Artikel bertopik arkeologi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dolmen&oldid=19096750"