Bupati Majapahit di Palembang pada saat penyebaran Islam di Sumatera Selatan adalah

Bupati Majapahit di Palembang pada saat penyebaran Islam di Sumatera Selatan adalah

Ilustrasi Kesultanan Palembang Darussalam (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Selain Samudera Pasai, Kerajaan Perlak, Kerajaan Malaka, Kerajaan Aceh Darussalam. Ternyata ada satu kerajaan Islam lagi cukup dikenal peradabannya di masyarakat luas.


Kerajaan itu adalah Kesultanan Palembang Darussalam yang merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia berada di Provinsi Sumatera Selatan dikutip dari kumparan.com, 8 November 2019.

Berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam ternyata tidak terlepas dari keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Setelah ditaklukan oleh Majapahit pada 1375 M, wilayah Palembang dijadikan sebagai salah satu wilayah pendudukan Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Hayam Wuruk.

Saat itu pemerintahan di Palembang diserahkan kepada seorang bupati yang ditunjuk langsung oleh Majapahit. Namun, banyaknya permasalahan di internal Kerajaan Majapahit membuat perhatian mereka terpecah-pecah.

Sampai-sampai wilayah Palembang dikuasai oleh para pedagang dari Tiongkok. Hingga akhirnya Majapahit kembali menguasai Palembang setelah mengutus seorang panglima bernama Arya Damar. Dia kemudian masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Arya Abdillah.

Hingga akhirnya pada 1659, Palembang resmi menjadi kerajaan bercorak Islam dengan nama Kesultanan Palembang Darussalam.

Pemimpin terakhir kesultanan Palembang Darussalam adalah Sultan Ahmad Najamuddin IV, yang pada 1825 diasingkan ke Banda kemudian dipindahkan ke Manado, Sulawesi Utara, hingga wafat pada 1844.

Merdeka.com - Daerah pulau Sumatera sejak dulu dikenal sebagai penganut Islam yang taat. Ada beberapa kerajaan Islam yang pernah ada di pulau Sumatera, salah satunya adalah Kerajaan Sumatera Selatan. Sekarang, kita akan membahas tentang kerajaan Islam di Sumatera Selatan.

Islam mulai masuk ke Sumatera Selatan pada abad ke 15, kemudian muncullah komunitas Muslim di Palembang. Dulu daerah Palembang dikenal sebagai istilah Pulau Emas. Nggak cuma karena imagenya yang menjadi pusat perdagangan, tapi juga karena kebesaran Malaka yang nggak pernah melepaskan hubungannya dengan Palembang, Kota asalnya. Sekitar awal abad ke 16, Palembang sudah dikuasai oleh Kerajaan Demak. Ketika Palembang ada di bawah kekuasaan Demak, Sultan demak pada saat itu adalah Pate Rodim.

Pada waktu itu, penduduk Palembang kurang lebih cuma sekitar 10.000 orang saja, lalu banyak yang mati karena membantu Demak melawan Portugis di Malaka. Meskipun nama Palembang sudah dikenal sebagai penguasa Islam sejak 1550, tapi yang tercatat sebagai sultan pertama kesultanan Palembang adalah Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayyid al-Iman atau Pangeran Kusumo Abdurrahman atau Kiai mas Endi.

Setelah itu, Palembang diperintah oleh 11 sultan, dan sultan yang terakhir adalah Pangeran Kromojoyo atau Raden Abdul Azim Purbolinggo. Wah, ternyata banyak banget ya sultan yang memerintah Palembang? Ternyata, proses masuknya Islam ke Palembang nggak semudah yang kita bayangkan.

Peranan kerajaan yang pernah ada di Indonesia nggak bisa dilepaskan dari pentingnya kemerdekaan. Kita juga bisa memaknai kemerdekaan yang telah diwujudkan oleh kerajaan-kerajaan tersebut dengan banyak hal, misalnya saja belajar tentang sejarahnya. Nah, sekarang kamu tertarik kan buat belajar tentang Kerajaan Palembang secara lebih jauh?

[iwe]

Ilustrasi Sungai Musi di Palembang (Foto: Wikimedia Commons)

Kesultanan Palembang Darussalam adalah salah satu kerajaan Islam di Indonesia yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam tidak terlepas dari keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Setelah ditaklukan oleh Majapahit pada 1375 M, wilayah Palembang dijadikan sebagai salah satu vassal atau wilayah pendudukan Kerajaan Majapahit, di bawah pimpinan Hayam Wuruk. Pemerintahan di Palembang diserahkan kepada seorang bupati yang ditunjuk langsung oleh Majapahit.

Namun, banyaknya permasalahan di internal Kerajaan Majapahit membuat perhatian mereka terhadap wilayah-wilayah taklukannya tidak terlalu berjalan baik. Bahkan wilayah Palembang sempat dikuasai oleh para pedagang dari Tiongkok. Hingga akhirnya Majapahit kembali menguasai Palembang setelah mengutus seorang panglima bernama Arya Damar.

Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, ketika merebut kembali Palembang, Arya Damar dibantu oleh pangeran Kerajaan Pangruyung di Sumatera Barat bernama Demang Lebar Daun.

Arya Damar kemudian memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Arya Abdillah. Beberapa naskah sejarah, termasuk Babad Tanah Jawi, mengatakan bahwa Arya Abdillah adalah ayah tiri Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak.

Setelah melihat ketidakstabilan kekuasaan di Majapahit, Arya Abdillah kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa Palembang. Tetapi ia belum memliki struktur pemerintahan yang baik untuk disebut sebagai sebuah kerajaan. Hingga akhirnya pada 1659, Palembang resmi menjadi kerajaan bercorak Islam dengan nama Kesultanan Palembang Darussalam.

Sultan Palembang Darussalam yang pertama adalah Pangeran Kusuma Abdurrahim dengan gelar Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Syaidul Iman, yang memerintah hingga tahun 1706. Kepemimpinan Palembang Darussalam kemudian dilanjutkan oleh putranya, Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago. Namun setelah Sultan Muhammad Mansyur wafat pada 1706, terjadi perpecahan di internal kerajaan untuk memperbutkan tahta.

Perpecahan itu bermula dari wafatnya Pangeran Purbaya yang seharusnya menjadi sultan menggantikan Sultan Muhammad Mansyur. Sebagai penggantinya, ditunjuklah adik Sultan Muhammad Mansyur, Sultan Agung Komaruddin Sri Truno. Namun hal itu ditentang oleh putra Sultan Muhammad Masyur, yakni Adipati Mangkubumi Alimuddin dan Pangeran Jayo Wikramo, hingga menimbulkan konflik.

Untuk menyelesaikannya, Sultan Agung Komaruddin membuat kebijakan, yaitu mengangkat kedua pangeran itu menjadi sultan. Akhirnya Kesultanan Palembang Darussalam ketika itu dipimpin oleh tiga sultan, dengan Sultan Agung Komaruddin tetap sebagai pemimpin tertinggi.

Setelah Sultan Agung Komaruddin wafat, tahta kerajaan diserahkan kepada Pangeran Jayo Wikramo yang telah menikahi putri Sultan Agung Komaruddin. Awalnya pernikahan itu mendapat pertentangan dari saudaranya, Pangeran Adipati Mangkubumi, karena takut tahta kerajaan jatuh ke adiknya. Hingga akhirnya terjadi perang di antara keduanya yang dimenangkan oleh Pangeran Jayo Wikramo.

Pangeran Jayo Wikramo mendapat gelar Sultan Mahmud Badruddin Jayo Wikramo atau Sultan Badruddin I. Pada masa pemerintahannya, Sultan Badruddin I membangun istana sekaligus benteng kerajaan, yakni Kuto Besak.

Pada 1804, Sultan Badruddin I wafat dan digantikan oleh Sultan Mahmud Badruddin Khalifatul Mukminin Syaidul Iman atau Sultan Badruddin II. Pada masa Sultan Badruddin II ini terjadi banyak perlawanan terhadap Inggris dan Belanda yang memasuki wilayah Sumatera Selatan.

Beberapa peperangan yang telah dilakukan Kesultanan Palembang Darussalam di bawah pimpinan Sultan Badruddin II adalah Peristiwa Loji Sungai Aur tahun 1811-1812 dan Perang Palembang tahun 1819-1821. Kesultanan Palembang Darussalam mengalami kekalahan dan Sultan Badruddin II bersama putranya, Ahmad Najamuddin II, diasingkan ke Ternate, Maluku Utara.

Sultan Badruddin II wafat di Maluku Utara pada 26 November 1852 dan kemudian dianugerahi gelar pahlawan oleh pemerintah Indonesia pada 1984. Wilayah Palembang kemudian berada di bawah kendali pemerintah Belanda.

Pemimpin terkahir kesultanan Palembang Darussalam adalah Sultan Ahmad Najamuddin IV, yang pada 1825 diasingkan ke Banda kemudian dipindahkan ke Manado, Sulawesi Utara, hingga wafat pada 1844.

Sumber: Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan di Nusantara. Yogyakarta : Brilliant Book

Foto: detak-palembang.com