Zulhamdi Adnan, Akademisi IAIN Lhokseumawe
Oleh: Zulhamdi Adnan*) SERAMBINEWS.COM - Adanya segelintir argumentasi di kalangan masyarakat Muslim, yang mengatakan bahwa tidak ada dalil naqli baik itu dalil al- Qur’an maupun dalil Hadits, yang menyebutkan bahwa adanya pelarangan bagi umat Islam dalam mengucapkan selamat hari raya kepada orang-orang non muslim. Malahan mereka berpendapat pelarangan tersebut merupakaan karang- karangan manusia yang intoleran saja, menyikapi hal tersebut penulis mencoba mengutip ceramah ustaz Adi Hidayat, Lc. M.A. untuk memberikan penjelasan terhadap permasalahan tersebut di atas. Hukum mengucapkan selamat hari raya kepada agama lain di luar keyakinan kita dalam keimanan kita sebagai muslim itu tidak diperkenankan yaitu haram hukumnya. Yang dalam ucapan selamat itu ada unsur pengakuan agama selain Islam itu adalah wilayah keyakinan iman kita, sebetulnya sama saja yang Non Muslim pun menyakini kepercayaan dia yang paling benar, dan itu merupakan keyakinan standar setiap pemeluk agama, dan itu sangat indah dalam Islam “Laa Ikrahaa Fiddiin” tidak ada paksaan dalam agama, kita tidak boleh paksa orang tapi kitapun tidak boleh mengikutkan keyakinan kita kepada keyakinan orang lain, dan itu merupakan standar dalam berkeyakinan dalam beragama. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam Surat Ali Imran (3): ayat 19 yang artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…., Bisa dipahami bahwa yang dimaksud “Agama yang paling diridhai atau yang ditetapkan atau yang sangat dekat dengan Allah adalah Islam, maksudnya tidak ada agama yang lain yang ada di sisi Allah kecuali Islam. Selanjutnya Firman Allah dalam surat Ali Imran (3): ayat 85 Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi” bisa dipahami bawah siapa yang mencari selain Islam atau siapa yang mengakui selain Islam atau siapa yang menetapkan selain Islam, maka Allah tidak akan menerimanya. Kita sebagai seorang muslim menyakini bahwa hanya agama Islam yang paling benar, seperti orang-orang non muslim yang meyakini bahwa kepercayaannya yang paling benar, dan itu merupakan urusan masing-masing, dan keyakinan kita ini bukan hanya dikuatkan oleh ayat-ayat al-Qur’an tapi juga dijamin oleh Undang-Undang, jadi kalau kita mengatakan hanya Islam yang benar menurut kepercayaan kita itu UU menjaminnya, dasarnya adalah pancasila, Halaman selanjutnya arrow_forward
Tulisan ini terinspirasi dan termotivasi setelah membaca tulisan saudara Mertamupu dan sekaligus memberi jawaban atas tulisan tersebut dengan sebuah penjelasan yang gamblang, lugas dan sederhana sehingga InsyaAlloh mudah dimengerti. Sejujurnya saya bukanlah ahli agama (Ulama), tetapi saya adalah salah satu dari sekian banyak Muslim yang senantiasa mencoba untuk memahami agama saya menurut pemahaman dan syari'at Islam tentunya, dan tentunya kritik dan saran dari yang lebih ahli sangat saya butuhkan untuk perbaikan tulisan ini guna menghindari pemahaman yang salah tentang ajaran agama Islam. Beberapa tahun yang lalu (mas Mertamupu baru bertanya-tanya dalam hati setahun lalu) saya pernah ditanya oleh sahabat saya yang beragama Nasrani (kristen), kenapa saya tidak pernah memberi ucapan "Selamat memperingati hari-hari besar agamanya (khususnya ketika Natal tiba dan hari Paskah), sementara ketika datang Hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha teman saya tersebut selalu menyampaikan ucapan selamat kepada saya. Terhadap pertanyaan ini maka saya menjawabnya seperti ini: "Agama adalah keyakinan individu terhadap adanya kekuatan yang maha dahsyat yang ada di luar dirinya dan mempengaruhi kehidupan dirinya yang disebut dengan Tuhan (bagi Umat Muslim disebut dengan nama Alloh SWT dan 99 nama yang lainnya yang diberitahu oleh Alloh SWT kepada umat-Nya yang dikenal oleh orang dengan "Asmaul Husna"). Keyakinan individu ini terekspresikan dalam ajaran-ajaran Agama. Dan terhadap Agama maka setiap individu bebas untuk menentukan pilihan memeluk agama apapun menurut keyakinannya. Akan tetapi ketika seseorang telah menentukan sebuah pilihan (memeluk salah satu agama) maka hendaknya dia melaksanakan agama itu dengan konsisten dan konsekwen. Dalam Islam, agama disebut dengan Ad-din (Dinul Islam). ad-din sendiri sebenarnya artinya berbeda dengan agama (arti ad-din tidak sama dengan agama). Ad-Din artinya adalah "Patuh/Tunduk". Sementara Agama berasal dari kata Sanskrit yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu A dan Gama ("A" artinya : tidak, "Gama" artinya : kacau) yang artinya tidak kacau. Jadi dalam Dinul Islam, yang dituntut adalah Kepatuhan/Ketundukan terhadap ketentuan/hukum Islam (disebut dengan Syari'at Islam). Artinya ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk menjadi Muslim (beragama Islam), maka dia, mau tidak mau, rela tidak rela, suka atau tidak suka harus "Mematuhi" semua ketentuan yang ada dalam agama Islam (terlebih-lebih untuk masalah ibadah, apalagi ketika ketentuan itu berasal dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang shohih, setiap Muslim harus melaksanakannya tanpa perlu bertanya kenapa, dan tanpa beropini). Didalam al-Qur'an surat al-Ma'idah ayat 3, Alloh SWT berfirman yang artinya : "Pada hari ini telah kusempurnakan nikmat Din-Ku bagi kalian, dan Aku hanya ridho Islam sebagai satu-satunya Din bagi kalian". Kemudian Rosululloh (nabi Muhammad SAW) pernah bersabda : "andai saat ini diturunkan oleh Alloh SWT nabi Musa AS ditengah-tengah umatku, maka kesesatan lah bagi barang siapa yang mengikutinya (maksudnya beriman dengan nabi Musa AS/mengikuti ajaran nabi Musa)". Timbul pertanyaan... apa kaitannya dengan memberikan ucapan selamat dalam memperingati hari raya agama lain? Maka firman Alloh SWT dan Hadits Nabi SAW tersebut di ataslah yang kemudian menjadi dasar/dalil diharamkannya memberikan ucapan selamat kepada Umat lain.. Kenapa? karena esensi dari memberikan ucapan selamat kepada Umat beragama lain adalah sama saja dengan mengakui bahwa Agama Lain (Kristen, Hindu maupun Budha) itu benar dan diakui/diridhoi (dilihat dari sisi pandang agama Islam). Artinya seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat kepada pemeluk agama lain dalam memperingati hari rayanya, disamping dia beriman kepada Alloh SWT dan Nabi-Nya dia juga mengakui bahwa agama lain juga benar (dalam hal ini Muslim tadi juga beriman/mengimani agama lain tersebut). Artinya Muslim ini telah meremehkan ridho Alloh SWT yang hanya diperuntukkan bagi Din-Islam (sama saja dia telah mengingkari isi Qur'an surat al-Maidah ayat 3, dan telah beriman kepada Agama lain, sebagaimana digambarkan dalam hadits Nabi SAW tersebut. Jadi bukan hanya Badrul Tamam saja (2011 - VOA Islam) yang menyatakan bahwa "Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram sesuai dengan kesepakatan para ulama" . Akan tetapi itu adalah ketentuan Alloh yang tidak perlu lagi dilogikakan dengan akal. Adapun mengenai umat beragama lain memberikan ucapan selamat kepada Umat Muslim, maka tidak mengapa bagi Umat Beragama Lain untuk memberikan ucapan Selamat kepada Umat Muslim dalam memperingati hari besar Din-Islam, dan itu tidak dianggap najis. Tidak janggal dan bukan maunya menang sendiri. Akan tetapi apabila ada yang mengaitkan dengan hukum timbal balik (hukum sebab akibat dll), harus disampaikan disini bahwa hukum yang dijadikan dalil dalam menghujat hukum Dinul Islam adalah tidak relevan. Hukum tersebut tidak dapat diajukan dan dibandingkan dengan hukum Alloh SWT dalam Dinul Islam, sebagaimana ketika kita bertanya : "Kenapa Umat Hindu harus memberi sesaji kepada para Dewa-nya (yang artinya sama saja dengan memberi sodaqoh/makan kepada Tuhan, sementara seharusnya Tuhanlah yang memberi Rejeki kepada umat-Nya bukan sebaliknya. Dan nanti tentunya akan ada jawaban dari Umat Hindu terhadap pertanyaan ini yang tentunya bersumber dari Ajaran/Iman Hindu). Padahal Alloh SWT (Tuhan umat muslim) adalah maha pemberi Rizki (oleh karenanya dinamai juga dengan Ar-Rozak = yang Maha Memberi Rizki)."Lakum diinukum waliyadin (bagi kalian din kalian dan bagi kami din kami)" Page 2
Tulisan ini terinspirasi dan termotivasi setelah membaca tulisan saudara Mertamupu dan sekaligus memberi jawaban atas tulisan tersebut dengan sebuah penjelasan yang gamblang, lugas dan sederhana sehingga InsyaAlloh mudah dimengerti. Sejujurnya saya bukanlah ahli agama (Ulama), tetapi saya adalah salah satu dari sekian banyak Muslim yang senantiasa mencoba untuk memahami agama saya menurut pemahaman dan syari'at Islam tentunya, dan tentunya kritik dan saran dari yang lebih ahli sangat saya butuhkan untuk perbaikan tulisan ini guna menghindari pemahaman yang salah tentang ajaran agama Islam. Beberapa tahun yang lalu (mas Mertamupu baru bertanya-tanya dalam hati setahun lalu) saya pernah ditanya oleh sahabat saya yang beragama Nasrani (kristen), kenapa saya tidak pernah memberi ucapan "Selamat memperingati hari-hari besar agamanya (khususnya ketika Natal tiba dan hari Paskah), sementara ketika datang Hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha teman saya tersebut selalu menyampaikan ucapan selamat kepada saya. Terhadap pertanyaan ini maka saya menjawabnya seperti ini: "Agama adalah keyakinan individu terhadap adanya kekuatan yang maha dahsyat yang ada di luar dirinya dan mempengaruhi kehidupan dirinya yang disebut dengan Tuhan (bagi Umat Muslim disebut dengan nama Alloh SWT dan 99 nama yang lainnya yang diberitahu oleh Alloh SWT kepada umat-Nya yang dikenal oleh orang dengan "Asmaul Husna"). Keyakinan individu ini terekspresikan dalam ajaran-ajaran Agama. Dan terhadap Agama maka setiap individu bebas untuk menentukan pilihan memeluk agama apapun menurut keyakinannya. Akan tetapi ketika seseorang telah menentukan sebuah pilihan (memeluk salah satu agama) maka hendaknya dia melaksanakan agama itu dengan konsisten dan konsekwen. Dalam Islam, agama disebut dengan Ad-din (Dinul Islam). ad-din sendiri sebenarnya artinya berbeda dengan agama (arti ad-din tidak sama dengan agama). Ad-Din artinya adalah "Patuh/Tunduk". Sementara Agama berasal dari kata Sanskrit yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu A dan Gama ("A" artinya : tidak, "Gama" artinya : kacau) yang artinya tidak kacau. Jadi dalam Dinul Islam, yang dituntut adalah Kepatuhan/Ketundukan terhadap ketentuan/hukum Islam (disebut dengan Syari'at Islam). Artinya ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk menjadi Muslim (beragama Islam), maka dia, mau tidak mau, rela tidak rela, suka atau tidak suka harus "Mematuhi" semua ketentuan yang ada dalam agama Islam (terlebih-lebih untuk masalah ibadah, apalagi ketika ketentuan itu berasal dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang shohih, setiap Muslim harus melaksanakannya tanpa perlu bertanya kenapa, dan tanpa beropini). Didalam al-Qur'an surat al-Ma'idah ayat 3, Alloh SWT berfirman yang artinya : "Pada hari ini telah kusempurnakan nikmat Din-Ku bagi kalian, dan Aku hanya ridho Islam sebagai satu-satunya Din bagi kalian". Kemudian Rosululloh (nabi Muhammad SAW) pernah bersabda : "andai saat ini diturunkan oleh Alloh SWT nabi Musa AS ditengah-tengah umatku, maka kesesatan lah bagi barang siapa yang mengikutinya (maksudnya beriman dengan nabi Musa AS/mengikuti ajaran nabi Musa)". Timbul pertanyaan... apa kaitannya dengan memberikan ucapan selamat dalam memperingati hari raya agama lain? Maka firman Alloh SWT dan Hadits Nabi SAW tersebut di ataslah yang kemudian menjadi dasar/dalil diharamkannya memberikan ucapan selamat kepada Umat lain.. Kenapa? karena esensi dari memberikan ucapan selamat kepada Umat beragama lain adalah sama saja dengan mengakui bahwa Agama Lain (Kristen, Hindu maupun Budha) itu benar dan diakui/diridhoi (dilihat dari sisi pandang agama Islam). Artinya seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat kepada pemeluk agama lain dalam memperingati hari rayanya, disamping dia beriman kepada Alloh SWT dan Nabi-Nya dia juga mengakui bahwa agama lain juga benar (dalam hal ini Muslim tadi juga beriman/mengimani agama lain tersebut). Artinya Muslim ini telah meremehkan ridho Alloh SWT yang hanya diperuntukkan bagi Din-Islam (sama saja dia telah mengingkari isi Qur'an surat al-Maidah ayat 3, dan telah beriman kepada Agama lain, sebagaimana digambarkan dalam hadits Nabi SAW tersebut. Jadi bukan hanya Badrul Tamam saja (2011 - VOA Islam) yang menyatakan bahwa "Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram sesuai dengan kesepakatan para ulama" . Akan tetapi itu adalah ketentuan Alloh yang tidak perlu lagi dilogikakan dengan akal. Adapun mengenai umat beragama lain memberikan ucapan selamat kepada Umat Muslim, maka tidak mengapa bagi Umat Beragama Lain untuk memberikan ucapan Selamat kepada Umat Muslim dalam memperingati hari besar Din-Islam, dan itu tidak dianggap najis. Tidak janggal dan bukan maunya menang sendiri. Akan tetapi apabila ada yang mengaitkan dengan hukum timbal balik (hukum sebab akibat dll), harus disampaikan disini bahwa hukum yang dijadikan dalil dalam menghujat hukum Dinul Islam adalah tidak relevan. Hukum tersebut tidak dapat diajukan dan dibandingkan dengan hukum Alloh SWT dalam Dinul Islam, sebagaimana ketika kita bertanya : "Kenapa Umat Hindu harus memberi sesaji kepada para Dewa-nya (yang artinya sama saja dengan memberi sodaqoh/makan kepada Tuhan, sementara seharusnya Tuhanlah yang memberi Rejeki kepada umat-Nya bukan sebaliknya. Dan nanti tentunya akan ada jawaban dari Umat Hindu terhadap pertanyaan ini yang tentunya bersumber dari Ajaran/Iman Hindu). Padahal Alloh SWT (Tuhan umat muslim) adalah maha pemberi Rizki (oleh karenanya dinamai juga dengan Ar-Rozak = yang Maha Memberi Rizki)."Lakum diinukum waliyadin (bagi kalian din kalian dan bagi kami din kami)" Page 3
Tulisan ini terinspirasi dan termotivasi setelah membaca tulisan saudara Mertamupu dan sekaligus memberi jawaban atas tulisan tersebut dengan sebuah penjelasan yang gamblang, lugas dan sederhana sehingga InsyaAlloh mudah dimengerti. Sejujurnya saya bukanlah ahli agama (Ulama), tetapi saya adalah salah satu dari sekian banyak Muslim yang senantiasa mencoba untuk memahami agama saya menurut pemahaman dan syari'at Islam tentunya, dan tentunya kritik dan saran dari yang lebih ahli sangat saya butuhkan untuk perbaikan tulisan ini guna menghindari pemahaman yang salah tentang ajaran agama Islam. Beberapa tahun yang lalu (mas Mertamupu baru bertanya-tanya dalam hati setahun lalu) saya pernah ditanya oleh sahabat saya yang beragama Nasrani (kristen), kenapa saya tidak pernah memberi ucapan "Selamat memperingati hari-hari besar agamanya (khususnya ketika Natal tiba dan hari Paskah), sementara ketika datang Hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha teman saya tersebut selalu menyampaikan ucapan selamat kepada saya. Terhadap pertanyaan ini maka saya menjawabnya seperti ini: "Agama adalah keyakinan individu terhadap adanya kekuatan yang maha dahsyat yang ada di luar dirinya dan mempengaruhi kehidupan dirinya yang disebut dengan Tuhan (bagi Umat Muslim disebut dengan nama Alloh SWT dan 99 nama yang lainnya yang diberitahu oleh Alloh SWT kepada umat-Nya yang dikenal oleh orang dengan "Asmaul Husna"). Keyakinan individu ini terekspresikan dalam ajaran-ajaran Agama. Dan terhadap Agama maka setiap individu bebas untuk menentukan pilihan memeluk agama apapun menurut keyakinannya. Akan tetapi ketika seseorang telah menentukan sebuah pilihan (memeluk salah satu agama) maka hendaknya dia melaksanakan agama itu dengan konsisten dan konsekwen. Dalam Islam, agama disebut dengan Ad-din (Dinul Islam). ad-din sendiri sebenarnya artinya berbeda dengan agama (arti ad-din tidak sama dengan agama). Ad-Din artinya adalah "Patuh/Tunduk". Sementara Agama berasal dari kata Sanskrit yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu A dan Gama ("A" artinya : tidak, "Gama" artinya : kacau) yang artinya tidak kacau. Jadi dalam Dinul Islam, yang dituntut adalah Kepatuhan/Ketundukan terhadap ketentuan/hukum Islam (disebut dengan Syari'at Islam). Artinya ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk menjadi Muslim (beragama Islam), maka dia, mau tidak mau, rela tidak rela, suka atau tidak suka harus "Mematuhi" semua ketentuan yang ada dalam agama Islam (terlebih-lebih untuk masalah ibadah, apalagi ketika ketentuan itu berasal dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang shohih, setiap Muslim harus melaksanakannya tanpa perlu bertanya kenapa, dan tanpa beropini). Didalam al-Qur'an surat al-Ma'idah ayat 3, Alloh SWT berfirman yang artinya : "Pada hari ini telah kusempurnakan nikmat Din-Ku bagi kalian, dan Aku hanya ridho Islam sebagai satu-satunya Din bagi kalian". Kemudian Rosululloh (nabi Muhammad SAW) pernah bersabda : "andai saat ini diturunkan oleh Alloh SWT nabi Musa AS ditengah-tengah umatku, maka kesesatan lah bagi barang siapa yang mengikutinya (maksudnya beriman dengan nabi Musa AS/mengikuti ajaran nabi Musa)". Timbul pertanyaan... apa kaitannya dengan memberikan ucapan selamat dalam memperingati hari raya agama lain? Maka firman Alloh SWT dan Hadits Nabi SAW tersebut di ataslah yang kemudian menjadi dasar/dalil diharamkannya memberikan ucapan selamat kepada Umat lain.. Kenapa? karena esensi dari memberikan ucapan selamat kepada Umat beragama lain adalah sama saja dengan mengakui bahwa Agama Lain (Kristen, Hindu maupun Budha) itu benar dan diakui/diridhoi (dilihat dari sisi pandang agama Islam). Artinya seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat kepada pemeluk agama lain dalam memperingati hari rayanya, disamping dia beriman kepada Alloh SWT dan Nabi-Nya dia juga mengakui bahwa agama lain juga benar (dalam hal ini Muslim tadi juga beriman/mengimani agama lain tersebut). Artinya Muslim ini telah meremehkan ridho Alloh SWT yang hanya diperuntukkan bagi Din-Islam (sama saja dia telah mengingkari isi Qur'an surat al-Maidah ayat 3, dan telah beriman kepada Agama lain, sebagaimana digambarkan dalam hadits Nabi SAW tersebut. Jadi bukan hanya Badrul Tamam saja (2011 - VOA Islam) yang menyatakan bahwa "Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram sesuai dengan kesepakatan para ulama" . Akan tetapi itu adalah ketentuan Alloh yang tidak perlu lagi dilogikakan dengan akal. Adapun mengenai umat beragama lain memberikan ucapan selamat kepada Umat Muslim, maka tidak mengapa bagi Umat Beragama Lain untuk memberikan ucapan Selamat kepada Umat Muslim dalam memperingati hari besar Din-Islam, dan itu tidak dianggap najis. Tidak janggal dan bukan maunya menang sendiri. Akan tetapi apabila ada yang mengaitkan dengan hukum timbal balik (hukum sebab akibat dll), harus disampaikan disini bahwa hukum yang dijadikan dalil dalam menghujat hukum Dinul Islam adalah tidak relevan. Hukum tersebut tidak dapat diajukan dan dibandingkan dengan hukum Alloh SWT dalam Dinul Islam, sebagaimana ketika kita bertanya : "Kenapa Umat Hindu harus memberi sesaji kepada para Dewa-nya (yang artinya sama saja dengan memberi sodaqoh/makan kepada Tuhan, sementara seharusnya Tuhanlah yang memberi Rejeki kepada umat-Nya bukan sebaliknya. Dan nanti tentunya akan ada jawaban dari Umat Hindu terhadap pertanyaan ini yang tentunya bersumber dari Ajaran/Iman Hindu). Padahal Alloh SWT (Tuhan umat muslim) adalah maha pemberi Rizki (oleh karenanya dinamai juga dengan Ar-Rozak = yang Maha Memberi Rizki)."Lakum diinukum waliyadin (bagi kalian din kalian dan bagi kami din kami)" Page 4
Tulisan ini terinspirasi dan termotivasi setelah membaca tulisan saudara Mertamupu dan sekaligus memberi jawaban atas tulisan tersebut dengan sebuah penjelasan yang gamblang, lugas dan sederhana sehingga InsyaAlloh mudah dimengerti. Sejujurnya saya bukanlah ahli agama (Ulama), tetapi saya adalah salah satu dari sekian banyak Muslim yang senantiasa mencoba untuk memahami agama saya menurut pemahaman dan syari'at Islam tentunya, dan tentunya kritik dan saran dari yang lebih ahli sangat saya butuhkan untuk perbaikan tulisan ini guna menghindari pemahaman yang salah tentang ajaran agama Islam. Beberapa tahun yang lalu (mas Mertamupu baru bertanya-tanya dalam hati setahun lalu) saya pernah ditanya oleh sahabat saya yang beragama Nasrani (kristen), kenapa saya tidak pernah memberi ucapan "Selamat memperingati hari-hari besar agamanya (khususnya ketika Natal tiba dan hari Paskah), sementara ketika datang Hari raya 'Idul Fitri dan 'Idul Adha teman saya tersebut selalu menyampaikan ucapan selamat kepada saya. Terhadap pertanyaan ini maka saya menjawabnya seperti ini: "Agama adalah keyakinan individu terhadap adanya kekuatan yang maha dahsyat yang ada di luar dirinya dan mempengaruhi kehidupan dirinya yang disebut dengan Tuhan (bagi Umat Muslim disebut dengan nama Alloh SWT dan 99 nama yang lainnya yang diberitahu oleh Alloh SWT kepada umat-Nya yang dikenal oleh orang dengan "Asmaul Husna"). Keyakinan individu ini terekspresikan dalam ajaran-ajaran Agama. Dan terhadap Agama maka setiap individu bebas untuk menentukan pilihan memeluk agama apapun menurut keyakinannya. Akan tetapi ketika seseorang telah menentukan sebuah pilihan (memeluk salah satu agama) maka hendaknya dia melaksanakan agama itu dengan konsisten dan konsekwen. Dalam Islam, agama disebut dengan Ad-din (Dinul Islam). ad-din sendiri sebenarnya artinya berbeda dengan agama (arti ad-din tidak sama dengan agama). Ad-Din artinya adalah "Patuh/Tunduk". Sementara Agama berasal dari kata Sanskrit yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu A dan Gama ("A" artinya : tidak, "Gama" artinya : kacau) yang artinya tidak kacau. Jadi dalam Dinul Islam, yang dituntut adalah Kepatuhan/Ketundukan terhadap ketentuan/hukum Islam (disebut dengan Syari'at Islam). Artinya ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk menjadi Muslim (beragama Islam), maka dia, mau tidak mau, rela tidak rela, suka atau tidak suka harus "Mematuhi" semua ketentuan yang ada dalam agama Islam (terlebih-lebih untuk masalah ibadah, apalagi ketika ketentuan itu berasal dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang shohih, setiap Muslim harus melaksanakannya tanpa perlu bertanya kenapa, dan tanpa beropini). Didalam al-Qur'an surat al-Ma'idah ayat 3, Alloh SWT berfirman yang artinya : "Pada hari ini telah kusempurnakan nikmat Din-Ku bagi kalian, dan Aku hanya ridho Islam sebagai satu-satunya Din bagi kalian". Kemudian Rosululloh (nabi Muhammad SAW) pernah bersabda : "andai saat ini diturunkan oleh Alloh SWT nabi Musa AS ditengah-tengah umatku, maka kesesatan lah bagi barang siapa yang mengikutinya (maksudnya beriman dengan nabi Musa AS/mengikuti ajaran nabi Musa)". Timbul pertanyaan... apa kaitannya dengan memberikan ucapan selamat dalam memperingati hari raya agama lain? Maka firman Alloh SWT dan Hadits Nabi SAW tersebut di ataslah yang kemudian menjadi dasar/dalil diharamkannya memberikan ucapan selamat kepada Umat lain.. Kenapa? karena esensi dari memberikan ucapan selamat kepada Umat beragama lain adalah sama saja dengan mengakui bahwa Agama Lain (Kristen, Hindu maupun Budha) itu benar dan diakui/diridhoi (dilihat dari sisi pandang agama Islam). Artinya seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat kepada pemeluk agama lain dalam memperingati hari rayanya, disamping dia beriman kepada Alloh SWT dan Nabi-Nya dia juga mengakui bahwa agama lain juga benar (dalam hal ini Muslim tadi juga beriman/mengimani agama lain tersebut). Artinya Muslim ini telah meremehkan ridho Alloh SWT yang hanya diperuntukkan bagi Din-Islam (sama saja dia telah mengingkari isi Qur'an surat al-Maidah ayat 3, dan telah beriman kepada Agama lain, sebagaimana digambarkan dalam hadits Nabi SAW tersebut. Jadi bukan hanya Badrul Tamam saja (2011 - VOA Islam) yang menyatakan bahwa "Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram sesuai dengan kesepakatan para ulama" . Akan tetapi itu adalah ketentuan Alloh yang tidak perlu lagi dilogikakan dengan akal. Adapun mengenai umat beragama lain memberikan ucapan selamat kepada Umat Muslim, maka tidak mengapa bagi Umat Beragama Lain untuk memberikan ucapan Selamat kepada Umat Muslim dalam memperingati hari besar Din-Islam, dan itu tidak dianggap najis. Tidak janggal dan bukan maunya menang sendiri. Akan tetapi apabila ada yang mengaitkan dengan hukum timbal balik (hukum sebab akibat dll), harus disampaikan disini bahwa hukum yang dijadikan dalil dalam menghujat hukum Dinul Islam adalah tidak relevan. Hukum tersebut tidak dapat diajukan dan dibandingkan dengan hukum Alloh SWT dalam Dinul Islam, sebagaimana ketika kita bertanya : "Kenapa Umat Hindu harus memberi sesaji kepada para Dewa-nya (yang artinya sama saja dengan memberi sodaqoh/makan kepada Tuhan, sementara seharusnya Tuhanlah yang memberi Rejeki kepada umat-Nya bukan sebaliknya. Dan nanti tentunya akan ada jawaban dari Umat Hindu terhadap pertanyaan ini yang tentunya bersumber dari Ajaran/Iman Hindu). Padahal Alloh SWT (Tuhan umat muslim) adalah maha pemberi Rizki (oleh karenanya dinamai juga dengan Ar-Rozak = yang Maha Memberi Rizki)."Lakum diinukum waliyadin (bagi kalian din kalian dan bagi kami din kami)" |