Berdasarkan teks diatas kerajaan yang bercorak islam yaitu

tirto.id - Kerajaan bercorak Islam atau kesultanan di Nusantara mulai muncul setelah masa Hindu-Buddha. Di Sulawesi, terdapat beberapa kerajaan Islam yang mencatatkan sejarah, di antaranya Kesultanan Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Buton.

Memasuki abad ke-15 Masehi, sisi selatan Celebes atau Sulawesi sudah disinggahi oleh saudagar alias kaum pedagang muslim yang datang dari Timur Tengah, India, Cina, atau Melayu.

Terjadinya persinggungan antara orang-orang muslim dari luar dengan masyarakat lokal serta kalangan bangsawan itulah mulai muncul kerajaan bercorak Islam di Sulawesi.

Sumsihara lewat artikel “Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nusantara” dalam jurnal Sejarah dan Kebudayaan (2018) mengungkapkan, kerajaan Islam di Sulawesi pada masa awal antara lain Kesultanan Gowa, Tallo, Bone, dan lainnya.

Baca juga:

  • Penjelasan 4 Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
  • Daftar Kerajaan dan Kesultanan Bercorak Islam di Pulau Kalimantan
  • Daftar Kerajaan Bercorak Islam di Sumatera dan Sejarah Singkat

Berdasarkan teks diatas kerajaan yang bercorak islam yaitu

Berikut ini beberapa kerajaan bercorak Islam di Sulawesi dan sejarah singkatnya:

Kesultanan Gowa-Tallo

Sebelumnya, Kerajaan Gowa-Tallo bukan merupakan kerajaan Islam. Kala itu, Gowa-Tallo sering menyerang dan berperang dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya, seperti Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo.

Berdasarkan catatan Amurwani Dwi dan kawan-kawan dalam Sejarah Indonesia (2014:73), terungkap bahwa Gowa-Tallo berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya.

Pada 1605 M, Kerajaan Gowa-Tallo resmi menjadi kerajaan bercorak Islam dan sejak saat itu statusnya berubah menjadi kesultanan.

Sosok terkenal dari Kesultanan Gowa-Tallo adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669 M) yang kerap merepotkan penjajah Belanda atau VOC. Perjuangan pahlawan nasional berjuluk Ayam Jantan dari Timur ini berakhir setelah Perjanjian Bongaya pada 1667.

Baca juga:

  • Kesultanan Gowa-Tallo Masa Islam: Sejarah, Peninggalan, Raja
  • Sejarah Kesultanan Gowa Tallo & Masa Kejayaan Sultan Hasanuddin
  • Sejarah Awal Kerajaan Gowa-Tallo Pra Islam & Daftar Raja-Raja

Kerajaan Bone

Kerajaan Bone mulai mengenal Islam sejak era We Tenriputtu (1602-1611 M) menjadi mualaf. Akan tetapi, Islam baru resmi menjadi agama Kesultanan Bone mulai masa kepemimpinan La Tenripale (1616-1631).

Era selanjutnya, yakni masa pemerintahan La Maddaremmeng (1631-1644), dikutip dari buku Arung Palaka Sang Fenomenal (2016) karya Muhammad Idris Patarai, Bone mulai menerapkan beberapa aturan syariat Islam.

Masa jaya Kesultanan Bone terjadi pada 1667 hingga 1669 atau setelah Perang Makassar. Namun, pada 1905, riwayat salah satu kerajaan Islam di Sulawesi Selatan ini berakhir setelah ditaklukkan oleh Belanda.

Baca juga:

  • Arung Palakka di antara Gelar Pahlawan dan Pengkhianat
  • Sejarah Perjanjian Bongaya: Latar Belakang dan Isinya
  • Sejarah Masjid Tua Katangka Al-Hilal: Peninggalan Kesultanan Gowa

Kerajaan Wajo

Kerajaan Wajo berubah menjadi kesultanan yang menganut ajaran Islam berkat pengaruh dari Kesultanan Gowa-Tallo pada 1610. Selain Wajo, tulis Christian Pelras dalam The Bugis (1996), Gowa-Tallo juga berhasil mengislamkan negeri-negeri lainnya di Sulawesi Selatan seperti Soppeng dan Bone.

Selanjutnya, terjalin relasi yang baik antara Kesultanan Wajo dengan Kesultanan Gowa-Tallo. Seiring tamatnya Gowa-Tallo akibat Perjanjian Bongaya pada 1667, Kesultanan Wajo juga menuai keruntuhan tiga tahun berselang, yakni pada 1670.

Baca juga:

  • Sejarah Kerajaan Kristen di Indonesia: Larantuka, Siau, dan Manado
  • Sejarah Hidup Sultan Nuku dan Kekalahan VOC di Perang Tidore
  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Ternate dan Silsilah Raja atau Sultan

Kerajaan Soppeng

Sama seperti Wajo, Soppeng berubah menjadi kerajaan bercorak Islam akibat pengaruh dari Kesultanan Gowa-Tallo, tepatnya pada 1609 M.

Dikutip dari buku Sejarah Sulawesi Selatan Jilid II (2004) suntingan Edward L. Poelinggomang dan A. Suriadi Mappangara, pada 1905 Belanda berhasil menundukkan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, termasuk Kesultanan Soppeng.

Setelah itu, negeri-negeri yang berada di wilauah Soppeng dan sekitarnya dilebur menjadi satu pengelolaan yang berada di bawah pengaruh Belanda.

Kesultanan Buton

Kerajaan Buton sudah berdiri sejak 1332 M. Akan tetapi, kerajaan ini resmi menjadi kerajaan bercorak Islam sejak kepemimpinan Lakilaponto atau Halu Oleo yang kemudian dikenal sebagai Sultan Murhum (1538-1584 M).

Riwayat Kesultanan Buton amat panjang. Meskipun sempat melemah akibat gangguan penjajah Belanda dan konflik internal, namun kerajaan ini mampu bertahan cukup lama hingga bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi kabupaten.

Baca juga:

  • Masjid Raya Syahabuddin di Riau: Warisan Sejarah Kesultanan Siak
  • Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit?
  • Sejarah Kedatangan Bangsa Spanyol dan Portugis ke Indonesia

Baca juga artikel terkait SEJARAH KERAJAAN atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

tirto.id - Kedatangan Islam di Kalimantan tidak terlepas dari jalur perdagangan di Nusantara. Menurut sejarawan Tome Pires sebagaimana dikutip dalam jurnal Islam di Kalimantan Selatan pada Abad Ke-15 sampai Abad Ke-17, menggambarkan bahwa para pedagang yang berasal dari Kalimantan membutuhkan waktu satu bulan untuk berangkat ke Malaka guna berdagang dan kembali ke Kalimantan dalam waktu satu bulan pula.

Para pedagang dari Malaka menetap setidaknya enam bulan di Kalimantan untuk menunggu angin muson barat dan timur. Selama menetap itulah para pedagang yang juga merupakan cendekiawan Islam turut menyebarkan agama Islam.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia (2014:68), beberapa kerajaan dan kesultanan yan bercorak Islam di Kalimantan antara lain:

1. Kesultanan Pasir (1516)

Berdasarkan teks diatas kerajaan yang bercorak islam yaitu

Dilansir dari website Pemerintah Daerah Kabupatan Paser, Kesultanan Pasir sebelumnya bernama Kerajaan Sadurengas yang dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) bernama Putri Di Dalam Petung. Wilayahnya meliputi Kabupaten Pasir, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan sebagian Provinsi Kalimantan Selatan.

Islamisasi di Kerajaan Pasir dilakukan melalui perdagangan dan perkawinan. Salah satunya yaitu perkawinan antara Putri Di Dalam Petung dengan Abu Masyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Kesultanan Demak).

2. Kesultanan Banjar (1526-1905)

Dalam buku Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar karya Sahriansyah (2015:3-5), Pangeran Samudra merupakan raja pertama Kesultanan banjar dengan gelar Sultan Suriansyah dan merupakan raja pertama yang masuk Islam. Sebelumnya Pangeran Samudra dibantu oleh Kerajaan Demak hingga berhasil memperoleh kemenangan atas Kerajaan Negara Daha.

Wilayah Kesultanan Banjar meliputi 5 distrik besar di Kalimantan Selatan yaitu Kuripan (Amuntai), Daha (Nagara Margasari), Gagelang (Alabio), Pudak Sategal (Kalua) dan Pandan Arum (Tanjung). Pada awal abad ke-16 Kesultanan banjar bertindak sebagai wakil Kesultanan Demak di Kalimantan.

3. Kesultanan Kotawaringin (1679)

Dilansir melalui website Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan dari Kesultanan Banjar. Pada masa kepemimpinan Sultan Mustainbillah, ia memberikan daerah kekuasaan baru untuk putranya, Pangeran Adipati Antakusuma.

Keraton Kesultanan dibangun pertama kali di Kotawaringin Lama dengan nama Astana Alnusari. Selanjutnya pada tahun 1814 Keraton Kesultanan dipindahkan ke Pangkalan Bun sebagai pusat pemerintahan yang disebut dengan Keraton Kuning atau Indra Kencana.

4. Kerajaan Pagatan (1750)

Raja pertama Kerajaan Pagatan yakni La Pangewa yang digelari Kapiten laut pulo (Pulau laut) oleh Sultan Banjar. Kerajaan Pagatan yang dahulunya diserah-kuasakan oleh Sultan Banjar meliputi sebuah wilayah yang cukup luas.

Namun setelah sistem pemerintahan kerajaan Pagatan dihapuskan oleh Belanda, menjadikan wilayahnya semakin mengecil. Bahkah dewasa ini, Pagatan tak lebih dari sebuah wilayah setingkat desa yang menjadi ibukota kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Kota Baru, propinsi Kalimantan Selatan. Demikian yang tercantum dalam jurnal Strategi Budaya Orang Bugis Pagatan dalam Menjaga Identitas Kebugisan di Tengah Situasi Masyarakat Multikultur.

5. Kesultanan Sambas (1671)

Dalam website Kemendikbud, sekitar tahun 1671, Raden Sulaiman mendirikan Kesultanan Sambas. Raden Sulaiman juga merupakan sultan pertama Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Shafiuddin. Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas berada di dekat muara Sungai Teberrau yang bernama Lubuk Madung.

6. Kesultanan Kutai Kartanegara (1575)

Kutai Kartanegara mulai menjadi kerajaan Islam sejak 1575 dengan Aji Raja Mahkota Mulia Alam sebagai sultan pertamanya. Sebelumnya kerajaan ini menganut ajaran Hindu. Berdasarkan website Dinas Pariwisata Pemkab Kutai Kartanegara, pada masa kejayaannya, Kesultanan Kutai Kartanegara memiliki beberapa wilayah otonom yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kota Samarinda, dan Kecamatan Penajam.

7. Kesultanan Berau (1400)

Dilansir melalui website Pemerintah Kabupaten Berau, kesultanan Berau didirikan sekitar abad ke-14. Raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Surya Nata Kesuma. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati. Belanda berhasil memecah belah Kerajaan Berau dengan politik adu domba, sehingga kerajaan terpecah menjadi dua yakni Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur. Ajaran agama Islam masuk ke Berau dibawa oleh Imam Sambuayan dengan pusat penyebarannya di sekitar Sukan.

8. Kesultanan Sambaliung (1810)

Kesultanan Sambaliung merupakan pecahan dari Kesultanan Berau. Sultan pertama di Kesultanan Sambaliung adalah Raja Alam yang bergelar Alimuddin.

9. Kesultanan Gunung Tabur (1820)

Sama dengan Kesultanan Sambaliung, Kesultanan Tabur juga merupakan pecahan dari Kesultanan Berau. Sultan Muhammad Zainal Abidin merupakan sultan pertama dari Kesultanan Gunung Tabur.

10. Kesultanan Pontianak (1771)

Menurut jurnal Jejak Sejarah Kesultanan Pontianak karya Firmanto (2012), kesultanan Pontianak dikenal dengan nama Kesultanan Qadriah, karena didirikan oleh dinasti Al-Qadrie. Pendiri kesultanan ini adalah Syarif Abdurrahman Al-Qadrie.

Pada tahun 1768 Abdurrahman Al-Qadrie menikahi putri Raja Banjar bernama Syarifah Anum atau Ratu Syahranum dan memperoleh gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam. Pernikahan ini dimaksudkan untuk memperkuat aliansi politik antara kerajaan Banjar dan Mempawah. Istana Kesultanan Pontianak berada di kawasan tepi Sungai Kapuas yang tidak jauh dari muara Sungai Landak.

11. Kesultanan Tidung (1076)

Kerajaan Tidung diperkirakan ada sejak 1076 masehi. Peralihan islamisasi Kerajaan Tidung dilakukan melalui perkawinan antara Ratu Ikenawai (pimpinan Tidung Kuno terakhir) dengan Amiril Rasyd yang diduga datang dari suku Sulu (kini termasuk wilayah Filipina). Diperkirakan lokasi kerajaan ini berpindah-pindah dari Binalatung di sesisir timur Tarakan ke Tanjung Batu dan Sungai Bidang di pesisir barat.

12. Kesultanan Bulungan (1731)

Dalam website Indonesia.go.id, Kesultanan Bulungan dipimpin oleh Datuk Mencang pada awal masa berdirinya. Wilayah kekuasaannya meliputi Bulungan, Tana Tidung, Malinau, Nunukan, Tarakan, hingga Jawi (kini Sabah) Malaysia. Pada tahun 1777 tampuk kekuasaan Kesultanan Bulungan dipegang oleh Wira Amir yang berganti nama menjadi Aji Muhammad setelah memeluk agama Islam. Aji Muhammad kemudian digelari Sultan Amirul Mukminin.

Baca juga: Sejarah Kesultanan Ternate: Kerajaan Islam Tertua di Maluku Utara

Baca juga artikel terkait KERAJAAN ISLAM atau tulisan menarik lainnya Shulfi Ana Helmi
(tirto.id - shu/agu)


Penulis: Shulfi Ana Helmi
Editor: Agung DH
Kontributor: Shulfi Ana Helmi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates