Bagaimana sebaiknya sikap kita saat ada orang membaca Alquran tapi banyak ayat yang dibaca tidak sesuai ilmu tajwid?

Alquran sebagai  kalam Ilahi merupakan bacaan mulia yang menjadi pedoman bagi umat manusia membedakan mana yang benar dan batil. Hal tersebut menjadikan bagi setiap pembaca Alquran untuk membacanya sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan atau tidak asal-asalan saat membacanya.

Dalam firman Allah SWT pada surat Al Muzzammil ayat 4 disebutkan:اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ

“Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.”

Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab tafsirnya Al-Qur’an al-Azhim yang dimaksud membaca Alquran dengan tartil yaitu “bacalah Alquran degan perlahan, sebab itu akan membantu dalam memahami dan merenunginya.”

Menurut KH Ahmad Fathoni, salah satu Ulama pakar qiraat sab’ag dan ilmu rasm Utsmani berpendapat dalam bukunya Metode Maisuro, yang dimaksud dengan “perlahan-lahan” dalam ayat tersebut yaitu “membaca Alquran dengan tartil yang unggul”. Tak hanya diperintahkan untuk membaca dengan “tartil”, namun harus dengan “tartil yang benar-benar berkualitas”.

Dalam kitab Hidâyatul Qâri ilâ Tajwidi Kalâmil Bâriy karya ‘Abdul Fattah As Sayyid ‘Ajami Al Marsafi mengutip perkataan dari Ali bin Abi Thalib bahwa yang dimaksud dengan tartil yaitu:تجويد الحروف ومعرفة الوقوف

“Membaguskan bacaan huruf-huruf Alquran dan mengetahui hal ihwal waqaf”.

Oleh karenanya, untuk dapat membaca Alquran dengan tartil, harus melalui kaidah-kaidah atau cara-cara yang telah disusun para ulama tajwid. Sehingga seseorang bisa membacanya dengan fasih dan benar.

Apabila seseorang membaca Alquran tanpa ilmu tajwid maka dikhawatirkan akan terjadi kesalahan serta dapat mengubah makna ayat Alquran yang dibacanya.

Maka tidak heran jika Ibnu Al Jazari berpendapat bahwa membaca Alquran dengan tajwid adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Hal ini tersebut merupakan penjagaan terhadap keaslian Alquran. Lebih jelasnya beliau mengatakan dalam Manzhumah Al-Jazariyyahnya:

“Membaca Alquran dengan bertajwid hukumnya wajib. Siapa yang membacanya dengan tidak bertajwid maka dia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah SWT menurunkan Alquran dan dengan tajwid pula Alquran sampai dari-Nya  kepada kita.”

Adapun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana hukum mempelajari tajwid dan hukum membaca Alquran dengan menggunakan tajwid? Apakah keduanya memiliki hukum yang sama?

Merujuk pada pendapat dari Ibnu Jazari dalam Nazhamnya yang terkenal:والأخذ بالتجويد حتم لازممن لم يجوّد القرآن ءاثم

“Membaca Alquran bertajwid adalah wajib # dan berdosa bagi pembaca yang tidak bertajwid.”

Berdasarkan pendapat Ibnu Jazari di atas, hukum membaca Alquran dengan tajwid serta tartil adalah fardhu ain bagi setiap umat Muslim.

Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa hukum mempelajari ilmu tajwid terbagi menjadi dua. Pertama, hukumnya sunnah bagi masyarakat umum. Kedua, hukumnya fardhu ain bagi masyarakat khusus (dalam hal ini bagi orang yang belajar mengajar Alquran).

Karenanya di setiap kota atau daerah harus ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu tajwid dan mengajarkan kepada masyarakat. Jika tidak ada satu orangpun yang mempelajari ilmu tajwid di daerah tersebut, maka seluruh penduduknya berdosa.

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Âtiyah Qâbil Nasr dalam kitabnya Ghâyatul Murîd ‘Ilmit-Tajwid, bahwa hukum tersebut disandarkan pada firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 122: وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Sudah kewajiban bagi setiap Muslim untuk membiasakan diri berinteraksi dengan Alquran. Baik itu membaca, menghafal, mengkaji kandungan maknanya bahkan mengamalkan isi kandungan Alquran tersebut. 

Karena membaca Alquran bernilai ibadah di sisi Allah. Allah memberikan pahala bagi siapa saja yang membaca Alquran pada setiap hurufnya. Dalam kitab Riyadh as-Shalihin, salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda: عن ابن مسعودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم: «مَنْ قَرَأ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهَا، لاَ أقول: ألم حَرفٌ، وَلكِنْ: ألِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، وَمِيمٌ حَرْفٌ». رواه الترمذي، وقال: «حديث حسن صحيح». “Dari Ibnu Mas’ud RA, katanya, “Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca sebuah huruf dari Kitabullah -yakni Alquran, maka dia memperoleh satu kebaikan, sedang satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang seperti itu. Saya tidak mengatakan bahwa Alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif adalah satu huruf, lam satu huruf dan mim juga satu huruf.” (HR Tirmidzi) Menurut Timirdzi hadis hasan sahih.

(Isyatami Aulia/ Nashih)

Bagaimana sebaiknya sikap kita saat ada orang membaca Alquran tapi banyak ayat yang dibaca tidak sesuai ilmu tajwid?
Foto: Ari Saputra

5. Kenapa Alquran tidak disusun sesuai dengan urutan turunnya surah, seperti surah pertama al-Alaq?

Sistematika penyusunan Alquran ditetapkan langsung oleh Allah, bukan berdasar waktu turunnya. Penyusunan urut-urutan ayat dan surat-suratnya sedemikian rupa, sehingga —walaupun berbeda-beda waktu turunnya— masing-masing memiliki hubungan keterkaitan yang sangat erat, bagaikan rantai yang sulit ditetapkan mana ujung dan mana pula pangkalnya. Demikian penjelasan singkat, wallahu a'lam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(M Quraish Shihab. Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

Bagaimana sebaiknya sikap kita saat ada orang membaca Alquran tapi banyak ayat yang dibaca tidak sesuai ilmu tajwid?
Foto: Ilustrasi Alquran

6. Bagaimana sebaiknya sikap kita saat ada orang membaca Alquran? Lalu apa yang kita lakukan ketika sedang menyimak orang yang membaca Alquran tapi banyak ayat yang dibaca tidak sesuai ilmu tajwid?

Sebaiknya kita diam (tidak berisik) dan mendengarkan dengan baik. Dalam Alquran surah al-A'raf (7): 204 Allah berfirman: "Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat."Kalau memang kita tahu bacaannya salah atau keliru, kita harus mengingatkan. Tentu dengan cara yang santun, tidak menggurui, apalagi sampai menimbulkan ketersinggungan.

(Yunan Yusuf, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)

Selanjutnya

Allah SWT memberikan perintah diam dan dengarkan bacaan Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jika dibacakan Alquran, kita diperintahkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik di dalam sholat maupun di luar sholat.

Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat Al Araf ayat 204 dan tafsirnya menerangkan, saat mendengar ayat suci dibacakan maka perhatikan agar mendapat rahmat dari Allah ﷻ. 

وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ 

“Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat. (QS Al Araf ayat 204) 

Maksud ayat ini, sampaikan juga apabila dibacakan ayat-ayat Alquran oleh siapapun, maka dengarkanlah dengan penuh perhatian, dan diamlah sambil memperhatikan tuntunan-tuntunannya dengan tenang agar kamu mendapat rahmat dari Allah ﷻ.   

Tafsir Kementerian Agama menerangkan, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini diturunkan karena sahabat sholat di belakang Rasulullah ﷺ sambil berbicara. Allah ﷻ  dalam ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada Alquran. 

Hendaklah mereka mendengarkan sebaik-baiknya lantunan ayat Alquran atau memahami isinya, mengambil pelajaran-pelajaran dari padanya dan mengamalkannya dengan ikhlas. Rasulullah SAW bersabda: 

مَنِ اسْتَمَعَ إلى آيَةٍ من كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى كتب له حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ ، وَمَنْ تَلاَهَا كانت له نُوراً يوم الْقِيَامَةِ.

“Barangsiapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Alquran, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barangsiapa membacanya adalah baginya cahaya pada hari Kiamat." (HR Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah RA) Hendaklah orang-orang Mukmin itu bersikap tenang sewaktu Alquran dibacakan, sebab di dalam ketenangan itulah mereka dapat merenungkan isinya. Janganlah pikiran mereka melayang-layang sewaktu Alquran diperdengarkan, sehingga tidak dapat memahami ayat-ayat itu dengan baik. 

Allah ﷻ akan menganugerahkan rahmat-Nya kepada kaum Muslimin, bilamana mereka memenuhi perintah Allah tersebut dan menghayati isi Alquran. 

Ada beberapa pendapat seputar perintah untuk mendengarkan dan bersikap tenang sewaktu Alquran dibacakan.

Pertama, wajib mendengarkan dan bersikap tenang ketika Alquran dibacakan berdasarkan perintah tersebut, baik di dalam sholat ataupun di luar sholat. Demikianlah pendapat Hasan Al Bashri dan Abu Muslim Al Ashfahani.

Kedua, wajib mendengarkan dan bersikap tenang, tetapi khusus pada bacaan-bacaan Rasulullah ﷺ di zaman beliau dan bacaan imam dalam sholat, serta bacaan khatib dalam khutbah Jumat.

Ketiga, mendengarkan bacaan Alquran di luar sholat dan khutbah seperti resepsi dipandang sangat dianjurkan agar kita mendapat rahmat Allah.