Bagaimana ketentuan jumlah barang yang akan diinfakkan brainly

Bagaimana ketentuan jumlah barang yang akan diinfakkan brainly

Perbesar

Ilustrasi Wakaf Credit: unsplash.com/Shaifulnizam

Unsur Wakaf

Setelah menelaah tentang pengertian wakaf, berikutnya ini ulasan mengenai unsur wakaf. Kembali menilik pada pengertian wakaf, wakaf adalah amalan yang sangat luar biasa. Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Kata “Waqafa” berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri”.

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, unsur wakaf ada enam, antara lain wakif (pihak yang mewakafkan hartanya), nazhir (pengelola harta wakaf), harta wakaf, peruntukan, akad wakaf dan jangka waktu wakaf.

Wakif atau pihak yang mewakafkan hartanya bisa perseorangan, badan hukum, maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan muslim karena tujuan disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan orang nonmuslim tidak dilarang berbuat kebajikan. Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal.

Jenis Wakaf

Pengertian wakaf adalah amal jariah, yang dimana jenis wakaf menurut Ahmad Azhar Basyir wakaf dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)

Wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orang orang tertentu, seorang atau lebih. Baik keluarga wakif atau bukan. Misal: “mewakafkan buku-buku untuk anak-anak yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya.”

Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

2. Wakaf Khairi atau wakaf umum

Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf khairi ini sejalan dengan jiwa amalan wakaf yang amat digembirakan dalan ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir, sampai bila waqif telah meninggal, selagi harta wakaf masih tetap dapat diambil manfaatnya.

Wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan dapat merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, baik dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan.

Pahala wakaf akan berakhir, seiring punahnya harta benda wakaf itu

dok. Republika

Ilustrasi Tanah Wakaf

Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salam pembaca, mulai pekan ini dan selama bulan Ramadhan, redaksi akan menayangkan tanya jawab seputar zakat bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Ketua Dewan Penasehat Syariah Dompet Dhuafa.

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bagaimanakah pahala pewakaf, bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi, misalnya terkena lumpur lapindo, atau bencana alam lainnya?

Bagaimanakah ukuran pahala pewakaf? Diukur dari fungsional tidaknya harta yang diwakafkan, besar kecilnya harta yang diwakafkan ataukah keikhlasan pewakaf terhadap Allah SWT?

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Andi Saputra, Sidoarjo

Jawab:

Alaikumussalam wr.wb.

Sebelum menjawab pertanyaan Andi, kita simak ulang hadis rasul Allah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abi Hurairah ra: “Apabila anak Adam itu telah mati, maka terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: 1. Sedekah jariah, yang oleh umummya ulama dimaknai wakaf 2. Ilmu yang bermanfaat [dan dimanfaatkan], 3. Anak saleh/salehah yang mendoakan orang tuanya.” Dari hadis di atas dapat dipahami, bahwa pahala wakaf akan berakhir, seiring punahnya harta benda wakaf itu sendiri atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. Misalnya hewan mati, mobil atau kendaraan rusak; atau bahkan gedung hancur.

Namun kalau contohnya tanah yang terkena lumpur Lapindo, belum bisa dipastikan kepunahannya. Mengingat tidak tertutup kemungkinan, ke depan bisa memiliki nilai ekonomis. Misalnya tatkala daerah eks lumpur Lapindo itu dibuat area rekreasi syari, lalu dikunjungi wisatawan.

Pandangan ini insya Allah tidak mustahil terjadi. Mengingat banyak orang, terutama yang melewatinya melihat-lihat kondisi Lapindo.

Sebagaimana dikatakan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, “sesungguhnya wakaf itu tidaklah sah [kecuali jika pewakafannya] semata-mata dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub ila Allah) serta dalam rangka mentaati (perintah)-Nya dan menaati (perintah) rasul Nya.” Maknanya, menurut hemat Pengasuh, niat ikhlas dalam berwakaf, merupakan pangkal dan tumpuan pahala wakaf itu sendiri; namun kadar sedikit-banyak atau besar-kecilnya nilai harta benda kekayaan wakaf, turut memengaruhi besar-kecilnya pahala yang diterima Wakif.

Alasannya, bukankah amalan shalat munfarid (sendirian) dengan berjamaah berbeda pahalanya (1 : 27) menurut Al-hadis? Demikian halnya jumlah pahala zakat, infak dan sedekah. Semakin baik kualitas dan banyak kuantitas seseorang berwakaf, semakin besar pahalanya.

Wallahu a’lam bi-al-shawab.

  • konsultasi zakat dompet dhuafa

Bagaimana ketentuan jumlah barang yang akan diinfakkan brainly

(1)

Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Anda pasti sudah sering mendengar wakaf. Misalnya seperti masjid atau mushola yang dibangun di atas tanah wakaf. Banyaknya masjid atau mushola yang merupakan hasil wakaf kadang membuat beberapa orang berpikir, apakah wakaf memang harus berbentuk tanah atau sejenisnya? Atau wakaf harus berupa benda berharga yang bernilai besar? Nah, supaya tidak lagi salah konsep mengenai wakaf, berikut ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai hal tersebut.

Wakaf berasal dari bahasa Arab yaituWaqafayang berarti menahan, berhenti, atau diam di tempat. Sementara itu, menurut hukum Islam wakaf berarti menyerahkan hak milik atas sesuatu yang tahan lama kepada penjaga wakaf atau nadzir. Penjaga wakaf boleh perorangan ataupun sebuah lembaga, dan akan menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola harta atau benda yang diwakafkan.

Dari penjelasan di atas, wakaf terlihat serupa dengan infak, yaitu menyumbangkan harta yang dimiliki untuk kepentingan orang lain. Namun, ada perbedaan mendasar antara keduanya, yang jangka waktu penggunaan dari hal yang disumbangkan. Infak memiliki jangka waktu singkat karena akan habis dalam satu kali pakai. Misalnya infak memberi makan orang kurang mampu dan sebagainya. Sementara pemanfaatan wakaf tahan lama atau bahkan bertahan selamanya. Selain itu, infak bisa disalurkan melalui apapun, misalnya melalui kotak amal di masjid.

Lalu bagaimana dengan zakat? Bukankah zakat juga sama-sama menyumbangkan sebagian harta kita untuk yang tidak mampu? Memang, tetapi zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan memiliki hukum yang wajib. Selain itu, ada aturan khusus dalam menghitung zakat sesuai dengan jumlah harta yang Anda miliki. Pihak yang akan menerima zakat juga berbeda, disebut mustahiq dan biasanya adalah perorangan.

Wakaf memang tidak memiliki aturan perhitungan seperti zakat, tetapi ada beberapa syarat untuk melakukannya, yaitu:

  • Harus ada wakif atau orang yang mewakafkan harta bendanya.

  • Harus ada Nadzir atau orang yang akan menerima dan mengelola harta wakaf.

  • Harus ada harta benda wakaf, baik yang bergerak maupun tidak.

  • Harus ada ikrar wakaf di depan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi.

  • Harus ada peruntukkan harta benda wakaf.

  • Harus ada jangka waktu atas harta benda yang diwakafkan, yaitu kekal atau tahan lama.

Karena sifat wakaf yang kekal dan tahan lama, serta dapat bermanfaat untuk masyarakat umum, maka mewakafkan harta benda lebih utama dan lebih besar pahalanya jika dibandingkan dengan sedekah lainnya. Apalagi jika wakaf dilakukan pada saat Bulan Ramadhan, maka keutamaannya akan semakin besar. Tidak hanya wakaf saja, bentuk sedekah apapun yang dilakukan di bulan suci ini akan mendapaatkan rahmat yang berlipat dari Allah SWT.