Apakah undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup masih berlaku?

Merdeka.com - Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah resmi ditandatangan Presiden Joko Widodo, semalam. Salah satu poin yang sempat mendapat sorotan adalah isu dampak lingkungan hidup dari keberadaan UU Cipta Kerja.

Pada pasal 21 yang tercantum dalam Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, ada beberapa poin dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang diubah, dihapus dan ditetapkan pengaturan baru terkait perizinan usaha.

Ini dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk memperoleh persetujuan lingkungan. Beberapa poin yang diubah:

1. Izin lingkungan

Pasal 40 UU PPLH(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/ataukegiatan.(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.

(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan

Pasal 40 dalam UU Cipta Kerja dihapus

2. Pelibatan penyusunan Amdal

Pada UU Cipta Kerja penyusunan dokumen Amdal hanya melibatkan masyarakat yang terdampak. Sementara, pada UU PPLH sebelumnya dilibatkan juga pemerhati lingkungan.

Pasal 26 UU PPLH(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. yang terkena dampak;b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atauc. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.

(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.

UU Cipta Kerja(1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.(2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan pemerintah.

3. Tanggungjawab Limbah B3

Pada pasal 88 UU Cipta Kerja dihapus bagian bertanggung jawab mutlak atas kerugian terjadi tanpa pembuktian unsur kesalahan.

Pasal 88 UU PPLH
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

UU Cipta Kerja

Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.

4. Pembekuan atau Pencabutan Izin

Pasal yang mengatur soal pembekuan dan pencabutan izin lingkungan, dihapus di UU Cipta Kerja Omnibus Law.

Pasal 79 UU PPLH
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Pasal 79 dihapus di UU Cipta Kerja [noe]

Baca juga:
Luhut Yakin UU Cipta Kerja Percepat Kekurangan Realisasi Program Perhutanan Sosial
Anggota Wantimpres Sebut Polemik UU Cipta Kerja Terjadi Karena Disinformasi
UU Cipta Kerja Diteken, DPR Harap BUMN Jadi Lokomotif Akselerasi Ekonomi Nasional
KSPI Sebut UU Cipta Kerja yang Diteken Jokowi Kurangi Nilai Pesangon Buruh
Pakar Sebut Kesalahan Penulisan di UU Cipta Kerja Bikin Pasal Tak Berlaku

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. UU disahkan di Jakarta, 3 Oktober 2009 oleh Presiden dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Andi Mattalatta.

Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas tercantum pada Bab XV tentang ketentuan pidana pasal 97-123. Salah satunya adalah dalam pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

KOMPAS.com - Upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi kewajiban setiap warga negara, tanpa terkecuali. Jika lingkungannya terjaga dengan baik, maka keberlangsungan hidup umat manusia juga semakin terjamin.

Salah satu upaya Pemerintah Indonesia dalam mengupayakan pelestarian lingkungan hidup ialah melalui pembuatan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan serta Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-undang ini disahkan pada 3 Oktober 2009 oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono beserta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Andi Mattalatta.

UU Nomor 32 Tahun 2009 berisikan 127 pasal dengan perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup sebagai fokus utamanya.

Isi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Secara garis besar, UU Nomor 32 Tahun 2009 berisikan upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan lingkungan serta sebagai upaya pencegahan terjadinya pencemaran dan atau kerusakaan lingkungan hidup.

Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 yang berbunyi:

"Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum."


Baca juga: Kualitas Lingkungan Hidup: Faktor dan Permasalahannya

Adapun tujuan dari upaya perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup, tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 2009, yakni:

  1. Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
  2. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia.
  3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup serta kelestarian ekosistem.
  4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
  5. Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup.
  6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini serta masa depan.
  7. Menjamin pemenuhan serta perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia.
  8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
  9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
  10. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Upaya perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum

Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 membagi upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi enam bagian, yakni perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan serta penegakan hukum.

Berikut penjelasan singkat mengenai enam poin tersebut:

  • Upaya perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Dalam Pasal 5 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika upaya perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan tiga tahapan, yakni:

  1. Invetarisasi lingkungan hidup
    Dilakukan untuk memperoleh data serta informasi tentang sumber daya alam. Investarisasi dilakukan dalam tingkat wilayah ekoregion, kepulauan serta nasional.
  2. Penetapan wilayah ekoregion
    Dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti bentang alam, iklim, flora dan fauna, sosial budaya, ekonomi, dan lain sebagainya.
  3. Penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
    Dilakukan dengan menyusun RPPLH pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Penyusunan ini disesuaikan dengan investarisasi lingkungan hidup.
  • Upaya pemanfaatan sumber daya

Dalam Pasal 12 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika pemanfaatan sumber daya dilakukan berdasarkan RPPLH yang telah dibuat sebelumnya.

Namun, jika RPPLH belum terbentuk, maka pemanfaatannya harus memperhatikan tiga aspek, yakni keberlanjutan proses serta fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup serta keselamatan mutu hidup dan masyarakat.

  • Upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup

Dalam Pasal 13 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika upaya pengendalian ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu pencegahan, penanggulangan serta pemulihan.

Apakah undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup masih berlaku?
Alfian Kartono Ilustrasi hutan

  • Upaya pemeliharaan lingkungan hidup

Dalam Pasal 57 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan jika upaya pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui tiga cara, yakni konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan atau pelestarian fungsi atmosfer.

Baca juga: Unsur-unsur Lingkungan Hidup

  • Upaya pengawasan dan sanksi administratif

Dalam Pasal 71 hingga Pasal 83 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan upaya pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atau pihak terkait mengenai perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup.

Tidak hanya itu, dalam pasal tersebut juga dibahas tentang adanya sanksi administratif yang akan diberikan jika ditemui adanya pelanggaran. Contohnya lewat teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan izin lingkungan.

Penegakan hukum disebutkan sebagai tindakan yang akan dilakukan jika ada pihak yang melanggar ketentuan yang telah disebutkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009.

Contohnya dengan pemberian hukuman pidana penjara paling lama 1 tahun serta denda paling banyak Rp 1 miliar, jika ada yang memberi informasi palsu, menyesatkan ataupun pemberian keterangan tidak benar terkait perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.