Apakah aqiqah bisa diganti dengan qurban

Sebentar lagi pada 10 Dzulhijjah atau tepat pada tanggal 21 Agustus 2018 umat Islam akan merayakan Idul Adha atau lebaran haji.

Jumhur atau mayoritas ulama menganggap kurban itu sunnah muakkad. Namun jangan sampai yang mampu atau punya kelapangan rezeki meninggalkannya.

Bagaimana hukum menggabungkan antara kurban dan akikah? Apakah dibolehkan?

Para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat.

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin rahimahullah ditanya, “Jika waktu akikah jatuh pada Idul Adha, apakah sah melaksanakan akikah dan kurban sekaligus dengan satu sembelihan?

Bagaimana niatnya?

Jawab beliau, “Tidak bisa digabungkan antara niat kurban dan akikah. Yang mesti dilakukan adalah menyembelih akikah satu atau dua ekor kambing secara tersendiri.

Baca: Rhoma Irama Sedih Idul Adha Tahun Ini Tanpa Ridho Rhoma

Baca: Video Viral Panglima TNI Tanya Pekerjaan Ayah Taruna Akmil, Dijawab:Siap Dagang Bubur Ayam

Baca: Menhub Budi Karya Sumadi Mendorong Perusahaan Swasta Ikut Bisnis Uji Kir

Tidak bisa akikah tersebut digabungkan dengan kurban.

Seperti dilansir dari Rumaysho.com, akikah dan kurban masing-masing punya sebab dan kaitan waktu tersendiri.

Antara akikah dan kurban bisa dilakukan pada waktu lapang atau sempit.

Kurban dilakukan pada hari Idul Adha atau hari tasyriq.

Tetapi yang lebih afdol, shohibul kurban memakan 1/3-nya, menghadiahkan 1/3-nya, dan menyedekahkan 1/3-nya.

Sedangkan akikah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika luput dari hari ketujuh, bisa dilakukan pada hari ke-14. Jika tidak bisa pada hari tersebut, maka pada hari ke-21.

Paling bagus, akikah tersebut diadakan seperti walimah dengan mengundang kerabat dan rekan untuk mendo’akan bayi yang baru lahir.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman. Mengenai permasalahan menggabungkan niat udh-hiyah (qurban) dan aqiqah, para ulama memiliki beda pendapat.

Pendapat pertama: Udh-hiyah (qurban) tidak boleh digabungkan dengan aqiqah. Pendapat ini adalah pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.

Alasan dari pendapat pertama ini karena aqiqah dan qurban memiliki sebab dan maksud tersendiri yang tidak bisa menggantikan satu dan lainnya. ‘Aqiqah dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, sedangkan qurban mensyukuri nikmat hidup dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha).[1]

Al Haitami –salah seorang ulama Syafi’iyah- mengatakan, “Seandainya seseorang berniat satu kambing untuk qurban dan ‘aqiqah sekaligus maka keduanya sama-sama tidak teranggap. Inilah yang lebih tepat karena maksud dari qurban dan ‘aqiqah itu berbeda.”[2]

Ibnu Hajar Al Haitami Al Makkiy dalam Fatawa Kubronya menjelaskan, “Sebagaimana pendapat ulama madzhab kami sejak beberapa tahun silam, tidak boleh menggabungkan niat aqiqah dan qurban. Alasannya, karena yang dimaksudkan dalam qurban dan aqiqah adalah dzatnya (sehingga tidak bisa digabungkan dengan lainnya, pen).  Begitu pula keduanya memiliki sebab dan maksud masing-masing. Udh-hiyah (qurban) sebagai tebusan untuk diri sendiri, sedangkan aqiqah sebagai tebusan untuk anak yang diharap dapat tumbuh menjadi anak sholih dan berbakti, juga aqiqah dilaksanakan untuk mendoakannya.”[3]

Pendapat kedua: Penggabungan qurban dan ‘aqiqah itu dibolehkan. Menurut pendapat ini, boleh melaksanakan qurban sekaligus dengan niat ‘aqiqah atau sebaliknya. Inilah salah satu pendapat dari Imam Ahmad, pendapat ulama Hanafiyah, pendapat Al Hasan Al Bashri, Muhammad bin Sirin dan Qotadah.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Jika seorang anak ingin disyukuri dengan qurban, maka qurban tersebut bisa jadi satu dengan ‘aqiqah.” Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan, “Tetap dianggap sah jika qurban digabungkan dengan ‘aqiqah.”[4]

Al Bahuti –seorang ulama Hambali- mengatakan, “Jika waktu aqiqah dan penyembelihan qurban bertepatan dengan waktu pelaksanaan qurban, yaitu hari ketujuh kelahiran atau lainnya bertepatan dengan hari Idul Adha, maka boleh melakukan aqiqah sekaligus dengan niat qurban atau melakukan qurban sekaligus dengan niat aqiqah. Sebagaimana jika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, kita melaksanakan mandi jum’at sekaligus dengan niat mandi ‘ied atau sebaliknya.”[5]

Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah. Beliau mengatakan, “Jika qurban dan_‘aqiqah digabungkan, maka cukup dengan satu sembelihan untuk satu rumah. Jadi, diniatkan qurban untuk dirinya, lalu qurban itu juga diniatkan untuk ‘aqiqah.

Sebagian mereka yang berpendapat demikian, ada yang memberi syarat bahwa aqiqah dan qurban itu diatasnamakan si kecil. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa tidak disyaratkan demikian. Jika seorang ayah berniat untuk berqurban, maka dia juga langsung boleh niatkan aqiqah untuk anaknya.”[6] Intinya, Syaikh Muhammad bin Ibrahim membolehkan jika qurban diniatkan sekaligus dengan aqiqah.

Daftar Isi tutup

1. Point Penting dalam Penggabungan Niat

2. Jalan Keluar dari Masalah

3. Kesimpulan

Point Penting dalam Penggabungan Niat

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa penggabungan niat  diperbolehkan jika memang memenuhi dua syarat:

  1. Kesamaan jenis.
  2. Ibadah tersebut bukan ibadah yang berdiri sendiri, artinya ia bisa diwakili oleh ibadah sejenis lainnya.

Kami contohkan di sini, bolehnya penggabungan niat shalat tahiyatul masjid dengan shalat sunnah rawatib. Dua shalat ini jenisnya sama yaitu sama-sama shalat sunnah. Mengenai shalat tahiyatul masjid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ

“Jika salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka janganlah dia duduk sampai dia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at (shalat sunnah tahiyatul masjid).”[7] Maksud hadits ini yang penting mengerjakan shalat sunnah dua raka’at ketika memasuki masjid, bisa diwakili dengan shalat sunnah wudhu atau dengan shalat sunnah rawatib. Shalat tahiyatul masjid bukan dimaksudkan dzatnya. Asalkan seseorang mengerjakan shalat sunnah dua raka’at (apa saja shalat sunnah tersebut) ketika memasuki masjid, ia berarti telah melaksanakan perintah dalam hadits di atas.

Namun untuk kasus aqiqah dan qurban berbeda dengan shalat sunnah awatib dan shalat sunnah tahiyatul masjid. Qurban dan_aqiqah memang sama-sama sejenis yaitu sama-sama daging sembelihan. Namun keduanya adalah ibadah yang berdiri sendiri dan tidak bisa digabungkan dengan lainnya. Qurban untuk tebusan diri sendiri, sedangkan aqiqah adalah tebusan untuk anak. Lihat kembali penjelasan Ibnu Hajar Al Makki di atas.

Jalan Keluar dari Masalah

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya mengenai hukum menggabungkan niat udh-hiyah (qurban) dan ‘aqiqah, jika Idul Adha bertepatan dengan hari ketujuh kelahiran anak?

Syaikh rahimahullah menjawab, “Sebagian ulama berpendapat, jika hari Idul Adha bertepatan dengan hari ketujuh kelahiran anak, kemudian dilaksanakan udh-hiyah (qurban), maka tidak perlu lagi melaksanakan aqiqah (artinya qurban sudah jadi satu dengan aqiqah, pen). Sebagaimana pula jika seseorang masuk masjid dan langsung melaksanakan shalat fardhu, maka tidak perlu lagi ia melaksanakan shalat tahiyatul masjid. Alasannya, karena dua ibadah tersebut adalah ibadah sejenis dan keduanya bertemu dalam waktu yang sama. Maka satu ibadah sudah mencakup ibadah lainnya.

Akan tetapi, saya sendiri berpandangan bahwa jika Allah memberi kecukupan rizki, (ketika Idul Adha bertepatan dengan hari aqiqah), maka hendaklah ia berqurban dengan satu kambing, ditambah beraqiqah dengan satu kambing (jika anaknya perempuan) atau beraqiqah dengan dua kambing (jika anaknya laki-laki).”[8]

Kesimpulan

  1. Dari dua pendapat di atas, kami lebih condong pada pendapat pertama yang menyatakan bahwa penggabungan niat antara aqiqah dan qurban tidak diperbolehkan, karena walaupun ibadahnya itu sejenis namun maksud aqiqah dan qurban adalah dzatnya sehingga tidak bisa digabungkan dengan yang lainnya. Pendapat pertama juga lebih hati-hati dan lebih selamat dari perselisihan yang ada.
  2. Jika memang aqiqah bertepatan dengan qurban pada Idul Adha, maka sebaiknya dipisah antara aqiqah dan qurban.
  3. Jika mampu ketika itu, laksanakanlah kedua-duanya. Artinya laksanakan qurban dengan satu kambing atau ikut urunan sapi, sekaligus laksanakan aqiqah dengan dua kambing (bagi anak laki-laki) atau satu kambing (bagi anak perempuan).
  4. Jika tidak mampu melaksanakan aqiqah dan qurban sekaligus, maka yang lebih didahulukan adalah ibadah udh-hiyah (qurban) karena waktunya bertepatan dengan hari qurban dan waktunya cukup sempit. Jika ada kelapangan rizki lagi, barulah ditunaikan aqiqah.

Wallahu a’lam bish showab.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel https://rumaysho.com

Pangukan, Sleman, tengah malam, 19 Dzulqo’dah 1430 H

Baca Juga:

  • Sedekah dan Qurban Pasti Akan Mendapat Rezeki Pengganti
  • Mana yang Didahulukan Nafkah ataukah Qurban?

[1] Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/1526, Multaqo Ahlul Hadits.

[2] Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj, 41/172, Mawqi’ Al Islam.

[3] Al Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro, 9/420, Mawqi’ Al Islam

[4] Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 5/116, Maktabah Ar Rusyd, cetakan pertama, tahun 1409 H.

[5] Syarh Muntahal Irodaat, 4/146, Mawqi’ Al Islam.

[6] Fatawa wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/136, Asy Syamilah

[7] HR. Bukhari no. 1163 dan Muslim no. 714, dari Abu Qotadah.

[8] Majmu’ Fatawa wa Rosail Al ‘Utsaimin, 25/287-288, Darul Wathon-Dar Ats Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H.

Apakah kalau belum aqiqah tidak boleh kurban?

Siapapun yang ingin berqurban walaupun belum menjalankan aqiqah itu boleh. Tetapi apabila ia sudah mempunyai rezeki segeralah untuk menunaikannya.

Manakah yang harus didahulukan kurban atau aqiqah?

Aqiqah atau kurban? Buya Yahya menjelaskan, aqiqah merupakan ibadah sunah yang dilakukan oleh orangtua kita. Sehingga, ketika kita dewasa, tidak diharuskan menjalankan aqiqah. Justru yang harus didahulukan adalah berkurban.

Bolehkah qurban dan aqiqah diganti dengan uang seperti zakat?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan ibadah kurban tidak bisa diganti uang atau barang. Jika hal itu dilakukan, hukumnya disebut sebagai sedekah. Hal itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 36 Tahun 2020 seperti dibagikan Ketua MUI, Asrorun Niam, Jumat (16/7/2021).

Bisakah aqiqah dan qurban disatukan?

tulis Al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj. Dalil pendapat ini antara lain, bahwa aqiqah dan kurban adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya tidak bisa digabungkan. Disamping itu, masing-masing memiliki sebab yang berbeda. Sehingga tidak bisa saling menggantikan.