Apa yang harus diperhatikan setelah mempelajari iman kepada allah dan sifat-sifatnya

Apa yang harus diperhatikan setelah mempelajari iman kepada allah dan sifat-sifatnya

Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa Allah itu bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna, dan mustahil bersifat sebaliknya. Para ulama kemudian menetapkan apa yang disebut (dalam istilah Jawa, red) Aqaid Seket (akidah 50 sebagaimana diterangkan dalam beberapa kitab akidah Ahlusssunnah wal Jama'ah adalah akidah tentang sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah; dan bagi para Nabi).

Konsep sifat wajib, mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa untuk membuktikan eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat dalil naqli berupa Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah, tetap membutuhkan penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal hukum 'aqli yang ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli. Terlebih bagi orang yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil pembuktiannya. 

Adapun maksud istilah wajib 'aqli adalah segala hal yang menurut akal pasti adanya atau tidak dapat diterima ketiadaannya; maksud mustahil 'aqli adalah segala hal yang menurut akal pasti tidak ada atau tidak diterima adanya; sedangkan jaiz 'aqli adalah segala hal yang menurut akal bisa saja ada maupun tidak, atau diterima ada maupun ketiadaannya. Sifat gerak dan diam bagi makhluk dapat dijadikan permisalan dalam hal ini. Ilustrasi wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli secara berurutan adalah: (1) akal pasti mengharuskan salah satu dari diam dan bergerak terjadi pada makhluk, (2) akal tidak akan membenarkan keduanya secara bersamaan tidak terjadi padanya; dan (3) akal menerima ada dan ketiadaaan salah satunya dari makhluk. Demikian antara lain dijelaskan Syekh Muhammad as-Sanusi, dalam Syarh Umm al-Barahain.

Klasifikasi Sifat Wajib 20

Sifat-sifat wajib bagi Allah yang terdiri atas 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 sebagai berikut:

1.Sifat Nafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini ada satu, yaitu wujûd.

2.Sifat Salbiyah, yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat yang tidak sesuai, atau sifat yang tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat Salbiyah ini ada lima, yaitu: qidâm, baqâ’, mukhâlafatu lil hawâditsi, qiyâmuhu binafsihi, dan wahdâniyat.

3.Sifat Ma’ani, yaitu sifat- sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh yaitu: qudrat, irâdat, ‘ilmu, hayât, sama', bashar, kalam.

4.Sifat Ma’nawiyah, adalah kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Bila sifat ma'ani telah didefinisikan sebagai sifat yang ada pada sesuatu yang disifati yang otomatis menetapkan suatu hukum padanya, maka sifat ma'nawiyah merupakan hukum tersebut. Artinya, sifat ma'nawiyah merupakan kondisi yang selalu menetapi sifat ma'ani. Sifat 'ilm misalnya, pasti dzat yang bersifat dengannya mempunyai kondisi berupa kaunuhu 'âliman (keberadannya sebagi Dzat yang berilmu). Dengan demikian itu, sifat ma'nawiyyah juga ada tujuh sebagaimana sifat ma'ani.

Subtansisifat-sifat wajib bagi Allah telah menjadi kajian ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dalam rentang sejarah sejak masa Abu al-Hasan al-Asy'ari (260-324 H/874-936 M) dan Abu Manshur al-Maturudi (238-333 H/852¬-944 M), al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillani (338-403 H/950-1013 M), dan Imam al-Haramain (419-478 H/1028-1085 M), hingga sekarang. Namun yang merumuskan secara praktis menjadi 20 Sifat Wajib bagi Allah adalah al-Imam Muhammad bin Yusuf bin Umar bin Syu’aib as-Sanusi al-Hasani (832-895 H/1428-1490 M), asal kota Tilmisan (Tlemcen) Aljazair, seorang yang multidisipliner: muhaddits, mutakalllim, manthiqi, muqri’, dan pakar keilmuan lainnya. Dalam al-‘Aqidah as-Sughra yang terkenal dengan judul Umm al-Barahain Imam as-Sanusi mengatakan:

فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُونَ صِفَةً.

“Maka di antara sifat wajib bagi Allah Tuhan Kita-Yang Maha Agung dan Maha Perkasa-adalah 20 sifat.” 

Dalam ranah keimanan terhadap Allah secara umum setiap mukallaf wajib meyakini sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi-Nya. Sehingga ia harus:

1. Meyakini secara mantap tanpa keraguan, bahwa Allah pasti bersifat dengan segala kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya.

2. Meyakini secara mantap tanpa keraguan, bahwa Allah mustahil bersifat dengan segala sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya.

3. Meyakini secara mantap tanpa keraguan, bahwa Allah boleh saja melakukan atau meninggalkan segala hal yang bersifat jaiz(mumkin), seperti menghidupkan manusia dan membinasakannya.

Inilah akidah yang harus diyakini secara umum. Selain itu, setiap mukallaf wajib meyakini secara terperinci sifat wajib 20 yang menjadi sifat-sifat pokok kesempurnaan (shifat asâsiyyah kamâliyyah) Allah sebagai Tuhan, 20 sifat mustahil, dan satu sifat Jaiz bagi-Nya. Namun hal ini bukan berarti membatasi sifat Allah sebagaimana disalahpahami sebagian orang, tetapi karena sifat-sifat ini yang sering diperdebatkan di sepanjang sejarah umat Islam, maka dengan menetapkannya menjadi jelas bahwa Allah bersifat dengan segala kesempurnaan dan tersucikan dari segala kekurangan.

Sifat Wajib 20 Tidak Membatasi Kesempurnaan Allah

Apakah sifat wajib 20 membatasi kesempurnaan Allah?Jawabannya adalah bahwa sifat 20 itu tidak membatasi kesempurnaan Allah yang tidak terbatas. Justrusifat wajib 20 itu merupakan sifat-sifat pokok kesempurnaan Allah yang tidak terbatas jumlahnya,yang tidak mampu diketahui oleh manusia secara menyeluruh. Imam as-Sanusi dalam Syarh Umm al-Barahain  menjelaskan:

(ص) )فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلاَنَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً( (ش) أَشَارَ بِمِنْ التَّبْعِيْضِيَّةِ إِلَى أَنَّ صِفَاتِ مَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ الْوَاجِبَةَ لَهُ لَا تَنْحَصِرُ فِيْ هَذِهِ الْعِشْرِيْنَ، إِذْ كَمَالَاتُهُ تَعَالَى لَا نِهَايَةَ لَهَا، لَكِنْ الْعَجْزُ عَنْ مَعْرِفَةِ مَا لَمْ يَنْصُبْ عَلَيْهِ دَلِيْلٌ عَقْلِيٌّ وَلَا نَقْلِيٌّ لَا نُؤَاخِذُ بِهِ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى

“Kitab Asal (Umm al-Barahain) berisyarat dengan huruf مِنْ  tab'idiyah untuk menunjukkan, bahwa sifat-sifat Allah–Jalla wa ‘Azza–tidak terbatas pada 20 sifat ini, sebab kesempurnaan-Nya tidak terbatas, namun ketidakmampuan mengetahui sifat-sifat yang tidak terjelaskan oleh dalil 'aqli dan naqli membuat kita tidak disiksa karenanya, berkat anugerah Allah Ta'ala.”

Yusuf Suharto, Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur

(Tulisan ini disarikan dan dimodifikasi dari buku Khazanah Aswaja oleh Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur)

Bulan Safar, Rebo Wekasan, dan Hal-hal yang Penting Diperhatikan

Jakarta -

Umat Islam tentunya sudah mengenal rukun iman. Nah rukun iman yang pertama adalah iman kepada Allah. Terkait rukun iman juga sudah dijelaskan dalam firman Allah SWT di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 177 yang berbunyi:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Artinya: "Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rukun iman merupakan pokok-pokok kepercayaan dalam Islam yang harus dikerjakan orang yang beriman dan dituangkan dalam diri melalui tiga tahap, seperti yang dilansir dari buku Rukun Iman oleh Hudarrohman.

Tiga tahap itu di antaranya iman diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan aggota badan.

Mengutip dari buku Rukun Iman Islam dan Ihsan karya Agus Setiyanto, pengertian iman kepada Allah SWT adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah itu ada (wujud). Artinya, setiap muslim wajib mempercayai-Nya walaupun belum pernah melihat wujud-Nya, mendengar suara-Nya, bahkan menyentuh-Nya.

Untuk mempercayai tentang keberadaan Allah, wajib bagi setiap hamba-Nya mengenal sifat wajib yang dimiliki-Nya. Adapun sifat-sifat wajib bagi Allah yang wajib kita imani adalah sebagai berikut.