Show
Kekuasaan Kehakiman menjadi satu bab tersendiri dalam UUD NRI 1945 yaitu BAB IX. Terdiri dari Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25. Dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Demikian bunyi Pasal 24 Ayat (2). Pasal 24 Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan Kehakiman diatur dengan UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 24 Ayat (3) UUD NRI 1945 mengatakan bahwa Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman saat ini yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mencabut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukun dan ketatanegaraan menurut UUD NRI 1945. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 oleh Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono. UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mulai berlaku setelah diundangkan oleh Menkumham Patrialis Akbar pada tangal 29 Oktober 2009 di Jakarta. Agar setiap orang mengetahuinya, Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137. Penjelasan Atas UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terdiri dari 13 BAB dan 64 Pasal, dengan 13 halaman Penjelasannya. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mereformulasi sistematika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sehingga lebih komprehensif. Jadi dalam UU Kekuasaan Kehakiman, ada bab tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman; pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim dan hakim konstitusi; pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara; pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan; pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada setiap pengadilan; dan pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi.
UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mencabut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pertimbangan UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah:
Dasar hukum UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
BAB II ASAS PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMANPasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan. Pasal 16Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pasal 17
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 19Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang. Bagian Kedua Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di BawahnyaPasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 24
Pasal 25
Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diatur dalam undang-undang. Bagian Ketiga Mahkamah KonstitusiPasal 29
Untuk dapat diangkat sebagai hakim konstitusi, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Pasal 34
Pasal 35Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan Hakim Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Hakim dan hakim konsitusi dapat diberhentikan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang- undang. Pasal 37Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian hakim dan hakim konsitusi diatur dalam undang-undang. BAB V BADAN-BADAN LAIN YANG FUNGSINYA BERKAITAN DENGAN KEKUASAAN KEHAKIMANPasal 38
BAB VI PENGAWASAN HAKIM DAN HAKIM KONSTITUSIPasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim.
Hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diperiksa oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial. Pasal 44
BAB VII PEJABAT PERADILANPasal 45Selain hakim, pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dapat diangkat panitera, sekretaris, dan/atau juru sita. Pasal 46Panitera tidak boleh merangkap menjadi:
Pasal 47Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian panitera, sekretaris, dan juru sita serta tugas dan fungsinya diatur dalam undang-undang. BAB VIII JAMINAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN HAKIMPasal 48
Pasal 49
Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan, dan berita acara pemeriksaan sidang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang. Pasal 52
Pasal 53
BAB X PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILANPasal 54
Pasal 55
Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61Ketentuan mengenai arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur dalam undang-undang.
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 63Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan yang merupakan peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 64Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Demikian bunyi Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. |