Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam memperkuat ekonomi agrikultur​

Perkiraan masa berdirinya Kerajaan Medang kamulan (kahuripan) adalah​

Menurut kamu apa yang akan terjadi jika kolonialisme tidak pernah menyerang Indonesia?​

perkalian silang adalah? ​

Pemanfaatan hasil dari sumber daya alam yang harus diolah terlebih dahulu agar fapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat disebut....

Cara menjalankan aspek aspek eksternal dalam propesi teknisi akuntanai

Analisis mengenai pembelajaran IPS terpadu di SD dengan tema potensi Jambi sebagai daerah tujuan wisata

3. Bedakan tujuan pembelajaran menyimak di kelas rendah dengan tujuan pembelajaran menyimak di kelas tinggi.

Perjuangan kebangsaan indonesian di tandai dengan era kebangkitan nasional .kebangkitan nasional yang di maksud adalah

Pengaruh keunggulan lokasi terhadap kegiatan ekonomi ( produksi, distribusi, dan konsumsi), transportasi, dan komunikasi

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Muara Angke, Jakarta (2007)

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Salah Satu Penampakan Hutan Bakau Teluk Kendari Tahun 2013.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Zambia, Afrika.

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan pengumpulan bahan organik. Berpihak kepada yang benar di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, berpihak kepada yang benar karena mempunyainya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta merasakan daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati ronde adaptasi dan evolusi.

Fungsi dan arti

Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah sebagai melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang akbar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi akibat ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak berpindah fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]

Luas dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di ronde yang cukup panas di alam, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 sampai 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di alam. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove alam. Namun sebagian kondisinya kritis.[2]

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai akbar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan warganya terhadap lahan.

Di ronde timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih berpihak kepada yang benar terdapat di pantai barat kekuatan Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Ronde yang terkait fisik dan zonasi

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Pandangan di atas dan di bawah air, tidak jauh perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berlainan terhadap variasi-variasi ronde yang terkait fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor ronde yang terkait fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berlainan. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Hendak tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan mempunyai pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Terpaan ombak

Ronde luar atau ronde depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus merasakan terpaan ombak yang keras dan arus air yang kuat. Tidak seperti ronde dalamnya yang lebih tenang.

Yang perkiraan serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan arus air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di ronde ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang perkiraan jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak akbar.

Penggenangan oleh air pasang

Ronde luar juga merasakan genangan air pasang yang paling lama dibandingkan ronde yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi ronde yang terkait seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari ronde terluar yang terpapar gelombang laut, sampai ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di ronde terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada ronde laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.

Di ronde lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di tidak jauh tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada ronde yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Menghadapi ronde yang terkait yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan beragam cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas sebagai bertahan hidup. Seperti aneka wujud akar dan kelenjar garam di daun. Namun mempunyai pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) sebagai bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur sebagai mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya sebagai menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara untuk pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan sebagai bernapas.

Sebagai mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan keunggulan garam melewati kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tidak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tidak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan hendak terbuang bersama gugurnya daun.

Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal ronde yang terkait lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Ronde yang terkait yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan kekuatan hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada ronde lain dari hutan. Probabilitas lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tidak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tidak pelak lagi meningkatkan kesuksesan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut sampai berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama himpunan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Bila hendak tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga ronde akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya sebagai tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan bakau

Tumbuh dan mengembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan mempunyainya ronde suksesi ini, perlu dikenal bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Sampai pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan arus sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, hendak diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun hendak terakumulasi makin banyak dan makin cepat. Hutan bakau pun makin meluas.

Pada saatnya ronde dalam hutan bakau hendak mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi untuk pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke ronde ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Karenanya terbentuklah zona yang baru di ronde belakangan.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan saat berpuluh sampai beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan menambah luas hutan bakau, zona-zona berikutnya pun muncul terus-menerus di ronde pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih berbelit. Karena tidak selalu hutan bakau terus lebih luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tidak selalu dapat dianggarkan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 kilometer atau lebih; walaupun biasanya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Hendak tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang diasumsikan sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di ronde yang terkait hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di ronde yang terkait Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah dikenal, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies

(Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta banyak jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).

Penyusun utama

SukuGenus, banyak spesies
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae)Avicennia (api-api), 9
CombretaceaeLaguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
ArecaceaeNypa (nipah), 1
Rhizophoraceae  Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8
SonneratiaceaeSonneratia (pidada), 5

Penyusun minor

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Paku laut, Acrostichum aureum.

SukuGenus, banyak spesies
AcanthaceaeAcanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
BombacaceaeCamptostemon, 2
CyperaceaeFimbristylis (mendong), 1
EuphorbiaceaeExcoecaria (kayu buta-buta), 2
LythraceaePemphis (cantigi laut), 1
MeliaceaeXylocarpus (nirih), 2
MyrsinaceaeAegiceras (kaboa), 2
MyrtaceaeOsbornia, 1
PellicieraceaePelliciera, 1
Plumbaginaceae  Aegialitis, 2
PteridaceaeAcrostichum (paku laut), 3
RubiaceaeScyphiphora, 1
SterculiaceaeHeritiera (dungun)2, 3

Artikel terkait

Margasatwa hutan bakau.

Rujukan

  • Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
  • Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
  • Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

Catatan kaki

Referensi

  • Saenger, Peter (2002). Mangrove Ecology, Silviculture, and Conservation. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1.
  • Hogarth, Peter J. (1999). The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford. ISBN 0-19-850222-2.
  • Thanikaimoni, Ganapathi (1986). Mangrove Palynology UNDP/UNESCO and the French Institute of Pondicherry, ISSN 0073-8336 (E).
  • Tomlinson, Philip B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, ISBN 0-521-25567-8.
  • Teas, H. J. (1983). Biology and Ecology of Mangroves. W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8.
  • Plaziat, J.C., et al. (2001). "History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record". Wetlands Ecology and Management 9 (3): pp. 161–179.
  • Sato, Gordon; Riley, Robert; et al. Growing Mangroves With The Potential For Relieving Regional Poverty And Hunger WETLANDS, Vol. 25, No. 3 – September 2005
  • Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F. & Koedam, N. (2002). "A review of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka". Botanical Journal of the Linnean Society 138: 29–43.
  • Warne, K. (February 2007). "Forests of the Tide". National Geographic pp. 132–151
  • Aaron M. Ellison (2000) "Mangrove Restoration: Do We Know Enough?" Restoration Ecology 8 (3), 219–229 DOI:10.1046/j.1526-100x.2000.80033.x
  • Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
  • Barbier, E.B., Sathirathai, S., 2001. Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand. Contemporary Economic Policy. 19 (2) 109–122.
  • Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Jayatissa, L.P., Koedam, N., Lo Seen, D., Nitto, Di D. 2005. How Effective were Mangroves as a Defense Against the Recent Tsunami? Current Biology Vol. 15 R443-R447.
  • Bowen, Jennifer L., Valiela, Ivan, York, Joanna K. 2001. Mangrove Forests: One of the World's Threatened Major Tropical Environments. Bio Science 51:10, 807–815.
  • Jin-Eong, Ong. 2004. The Ecology of Mangrove Conservation and Management. Hydrobiologia. 295:1-3, 343–351.
  • Glenn, C. R. 2006. "Earth's Endangered Creatures" (Online). Accessed 4/28/2008 at http://earthsendangered.com.
  • Lewis, Roy R. III. 2004. Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest. Ecological Engineering. 24:4, 403–418.
  • Kuenzer, C., Bluemel A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T., and S. Dech. 2011. "Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review". Remote Sensing 3: 878-928; doi:10.3390/rs3050878
  • Lucien-Brun H. 1997. Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture. World Aquaculture. 28:21–33.
  • Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
  • Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." Forest Ecology and Management 174: 265–279
  • Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". Journal of Ecological Indicators, 23: 431-446
  • Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.

Bacaan lanjutan

  • Hamilton, S. (2013) Assessing the Role of Commercial Aquaculture in Displacing Mangrove Forest. Bulletin of Marine Science 89(2): 585-601.
  • Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010) World Atlas of Mangroves Earthscan, London, ISBN 978-1-84407-657-4; 60 maps showing world-wide mangrove distribution
  • Massó i Alemán, S., C. Bourgeois, W. Appeltans, B. Vanhoorne, N. De Hauwere, P. Stoffelen, A. Heaghebaert & F. Dahdouh-Guebas, 2010. The ‘Mangrove Reference Database and Herbarium’. Plant Ecology and Evolution 143(2): 225-232.
  • Vo Quoc, T., Oppelt, N., Leinenkugel, P. & Kuenzer, C., 2013. Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems - An Object-based Approach. Remote Sensing 5(1): 183-201.
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F. & Oppelt, N., 2012. Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services. Journal of Ecological Indicators 23: 431-446.
  • Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T. & Dech, S., 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sensing 3(5): 787-928.

Pranala luar


edunitas.com


Page 2

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Muara Angke, Jakarta (2007)

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Salah Satu Penampakan Hutan Bakau Teluk Kendari Tahun 2013.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Zambia, Afrika.

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan pengumpulan bahan organik. Berpihak kepada yang benar di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, berpihak kepada yang benar karena mempunyainya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta merasakan daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati ronde adaptasi dan evolusi.

Fungsi dan arti

Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah sebagai melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang akbar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi akibat ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak berpindah fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]

Luas dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di ronde yang cukup panas di alam, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 sampai 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di alam. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove alam. Namun sebagian kondisinya kritis.[2]

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai akbar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan warganya terhadap lahan.

Di ronde timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih berpihak kepada yang benar terdapat di pantai barat kekuatan Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Ronde yang terkait fisik dan zonasi

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Pandangan di atas dan di bawah air, tidak jauh perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berlainan terhadap variasi-variasi ronde yang terkait fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor ronde yang terkait fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berlainan. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Hendak tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan mempunyai pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Terpaan ombak

Ronde luar atau ronde depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus merasakan terpaan ombak yang keras dan arus air yang kuat. Tidak seperti ronde dalamnya yang lebih tenang.

Yang perkiraan serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan arus air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di ronde ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang perkiraan jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak akbar.

Penggenangan oleh air pasang

Ronde luar juga merasakan genangan air pasang yang paling lama dibandingkan ronde yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi ronde yang terkait seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari ronde terluar yang terpapar gelombang laut, sampai ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di ronde terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada ronde laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.

Di ronde lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di tidak jauh tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada ronde yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Menghadapi ronde yang terkait yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan beragam cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas sebagai bertahan hidup. Seperti aneka wujud akar dan kelenjar garam di daun. Namun mempunyai pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) sebagai bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur sebagai mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya sebagai menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara untuk pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan sebagai bernapas.

Sebagai mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan keunggulan garam melewati kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tidak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tidak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan hendak terbuang bersama gugurnya daun.

Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal ronde yang terkait lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Ronde yang terkait yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan kekuatan hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada ronde lain dari hutan. Probabilitas lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tidak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tidak pelak lagi meningkatkan kesuksesan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut sampai berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama himpunan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Bila hendak tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga ronde akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya sebagai tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan bakau

Tumbuh dan mengembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan mempunyainya ronde suksesi ini, perlu dikenal bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Sampai pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan arus sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, hendak diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun hendak terakumulasi makin banyak dan makin cepat. Hutan bakau pun makin meluas.

Pada saatnya ronde dalam hutan bakau hendak mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi untuk pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke ronde ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Karenanya terbentuklah zona yang baru di ronde belakangan.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan saat berpuluh sampai beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan menambah luas hutan bakau, zona-zona berikutnya pun muncul terus-menerus di ronde pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih berbelit. Karena tidak selalu hutan bakau terus lebih luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tidak selalu dapat dianggarkan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 kilometer atau lebih; walaupun biasanya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Hendak tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang diasumsikan sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di ronde yang terkait hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di ronde yang terkait Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah dikenal, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies

(Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta banyak jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).

Penyusun utama

SukuGenus, banyak spesies
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae)Avicennia (api-api), 9
CombretaceaeLaguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
ArecaceaeNypa (nipah), 1
Rhizophoraceae  Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8
SonneratiaceaeSonneratia (pidada), 5

Penyusun minor

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Paku laut, Acrostichum aureum.

SukuGenus, banyak spesies
AcanthaceaeAcanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
BombacaceaeCamptostemon, 2
CyperaceaeFimbristylis (mendong), 1
EuphorbiaceaeExcoecaria (kayu buta-buta), 2
LythraceaePemphis (cantigi laut), 1
MeliaceaeXylocarpus (nirih), 2
MyrsinaceaeAegiceras (kaboa), 2
MyrtaceaeOsbornia, 1
PellicieraceaePelliciera, 1
Plumbaginaceae  Aegialitis, 2
PteridaceaeAcrostichum (paku laut), 3
RubiaceaeScyphiphora, 1
SterculiaceaeHeritiera (dungun)2, 3

Artikel terkait

Margasatwa hutan bakau.

Rujukan

  • Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
  • Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
  • Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

Catatan kaki

Referensi

  • Saenger, Peter (2002). Mangrove Ecology, Silviculture, and Conservation. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1.
  • Hogarth, Peter J. (1999). The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford. ISBN 0-19-850222-2.
  • Thanikaimoni, Ganapathi (1986). Mangrove Palynology UNDP/UNESCO and the French Institute of Pondicherry, ISSN 0073-8336 (E).
  • Tomlinson, Philip B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, ISBN 0-521-25567-8.
  • Teas, H. J. (1983). Biology and Ecology of Mangroves. W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8.
  • Plaziat, J.C., et al. (2001). "History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record". Wetlands Ecology and Management 9 (3): pp. 161–179.
  • Sato, Gordon; Riley, Robert; et al. Growing Mangroves With The Potential For Relieving Regional Poverty And Hunger WETLANDS, Vol. 25, No. 3 – September 2005
  • Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F. & Koedam, N. (2002). "A review of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka". Botanical Journal of the Linnean Society 138: 29–43.
  • Warne, K. (February 2007). "Forests of the Tide". National Geographic pp. 132–151
  • Aaron M. Ellison (2000) "Mangrove Restoration: Do We Know Enough?" Restoration Ecology 8 (3), 219–229 DOI:10.1046/j.1526-100x.2000.80033.x
  • Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
  • Barbier, E.B., Sathirathai, S., 2001. Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand. Contemporary Economic Policy. 19 (2) 109–122.
  • Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Jayatissa, L.P., Koedam, N., Lo Seen, D., Nitto, Di D. 2005. How Effective were Mangroves as a Defense Against the Recent Tsunami? Current Biology Vol. 15 R443-R447.
  • Bowen, Jennifer L., Valiela, Ivan, York, Joanna K. 2001. Mangrove Forests: One of the World's Threatened Major Tropical Environments. Bio Science 51:10, 807–815.
  • Jin-Eong, Ong. 2004. The Ecology of Mangrove Conservation and Management. Hydrobiologia. 295:1-3, 343–351.
  • Glenn, C. R. 2006. "Earth's Endangered Creatures" (Online). Accessed 4/28/2008 at http://earthsendangered.com.
  • Lewis, Roy R. III. 2004. Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest. Ecological Engineering. 24:4, 403–418.
  • Kuenzer, C., Bluemel A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T., and S. Dech. 2011. "Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review". Remote Sensing 3: 878-928; doi:10.3390/rs3050878
  • Lucien-Brun H. 1997. Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture. World Aquaculture. 28:21–33.
  • Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
  • Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." Forest Ecology and Management 174: 265–279
  • Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". Journal of Ecological Indicators, 23: 431-446
  • Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.

Bacaan lanjutan

  • Hamilton, S. (2013) Assessing the Role of Commercial Aquaculture in Displacing Mangrove Forest. Bulletin of Marine Science 89(2): 585-601.
  • Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010) World Atlas of Mangroves Earthscan, London, ISBN 978-1-84407-657-4; 60 maps showing world-wide mangrove distribution
  • Massó i Alemán, S., C. Bourgeois, W. Appeltans, B. Vanhoorne, N. De Hauwere, P. Stoffelen, A. Heaghebaert & F. Dahdouh-Guebas, 2010. The ‘Mangrove Reference Database and Herbarium’. Plant Ecology and Evolution 143(2): 225-232.
  • Vo Quoc, T., Oppelt, N., Leinenkugel, P. & Kuenzer, C., 2013. Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems - An Object-based Approach. Remote Sensing 5(1): 183-201.
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F. & Oppelt, N., 2012. Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services. Journal of Ecological Indicators 23: 431-446.
  • Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T. & Dech, S., 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sensing 3(5): 787-928.

Pranala luar


edunitas.com


Page 3

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Muara Angke, Jakarta (2007)

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Salah Satu Penampakan Hutan Bakau Teluk Kendari Tahun 2013.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Zambia, Afrika.

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan pengumpulan bahan organik. Berpihak kepada yang benar di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, berpihak kepada yang benar karena mempunyainya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta merasakan daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati ronde adaptasi dan evolusi.

Fungsi dan arti

Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah sebagai melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang akbar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi akibat ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak berpindah fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]

Luas dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di ronde yang cukup panas di alam, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 sampai 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di alam. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove alam. Namun sebagian kondisinya kritis.[2]

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai akbar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan warganya terhadap lahan.

Di ronde timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih berpihak kepada yang benar terdapat di pantai barat kekuatan Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Ronde yang terkait fisik dan zonasi

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Pandangan di atas dan di bawah air, tidak jauh perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berlainan terhadap variasi-variasi ronde yang terkait fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor ronde yang terkait fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berlainan. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Hendak tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan mempunyai pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Terpaan ombak

Ronde luar atau ronde depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus merasakan terpaan ombak yang keras dan arus air yang kuat. Tidak seperti ronde dalamnya yang lebih tenang.

Yang perkiraan serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan arus air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di ronde ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang perkiraan jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak akbar.

Penggenangan oleh air pasang

Ronde luar juga merasakan genangan air pasang yang paling lama dibandingkan ronde yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi ronde yang terkait seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari ronde terluar yang terpapar gelombang laut, sampai ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di ronde terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada ronde laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.

Di ronde lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di tidak jauh tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada ronde yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Menghadapi ronde yang terkait yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan beragam cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas sebagai bertahan hidup. Seperti aneka wujud akar dan kelenjar garam di daun. Namun mempunyai pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) sebagai bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur sebagai mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya sebagai menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara untuk pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan sebagai bernapas.

Sebagai mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan keunggulan garam melewati kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tidak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tidak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan hendak terbuang bersama gugurnya daun.

Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal ronde yang terkait lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Ronde yang terkait yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan kekuatan hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada ronde lain dari hutan. Probabilitas lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tidak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tidak pelak lagi meningkatkan kesuksesan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut sampai berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama himpunan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Bila hendak tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga ronde akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya sebagai tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan bakau

Tumbuh dan mengembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan mempunyainya ronde suksesi ini, perlu dikenal bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Sampai pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan arus sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, hendak diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun hendak terakumulasi makin banyak dan makin cepat. Hutan bakau pun makin meluas.

Pada saatnya ronde dalam hutan bakau hendak mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi untuk pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke ronde ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Karenanya terbentuklah zona yang baru di ronde belakangan.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan saat berpuluh sampai beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan menambah luas hutan bakau, zona-zona berikutnya pun muncul terus-menerus di ronde pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih berbelit. Karena tidak selalu hutan bakau terus lebih luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tidak selalu dapat dianggarkan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 kilometer atau lebih; walaupun biasanya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Hendak tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang diasumsikan sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di ronde yang terkait hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di ronde yang terkait Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah dikenal, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies

(Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta banyak jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).

Penyusun utama

SukuGenus, banyak spesies
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae)Avicennia (api-api), 9
CombretaceaeLaguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
ArecaceaeNypa (nipah), 1
Rhizophoraceae  Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8
SonneratiaceaeSonneratia (pidada), 5

Penyusun minor

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Paku laut, Acrostichum aureum.

SukuGenus, banyak spesies
AcanthaceaeAcanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
BombacaceaeCamptostemon, 2
CyperaceaeFimbristylis (mendong), 1
EuphorbiaceaeExcoecaria (kayu buta-buta), 2
LythraceaePemphis (cantigi laut), 1
MeliaceaeXylocarpus (nirih), 2
MyrsinaceaeAegiceras (kaboa), 2
MyrtaceaeOsbornia, 1
PellicieraceaePelliciera, 1
Plumbaginaceae  Aegialitis, 2
PteridaceaeAcrostichum (paku laut), 3
RubiaceaeScyphiphora, 1
SterculiaceaeHeritiera (dungun)2, 3

Artikel terkait

Margasatwa hutan bakau.

Rujukan

  • Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
  • Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
  • Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

Catatan kaki

Referensi

  • Saenger, Peter (2002). Mangrove Ecology, Silviculture, and Conservation. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1.
  • Hogarth, Peter J. (1999). The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford. ISBN 0-19-850222-2.
  • Thanikaimoni, Ganapathi (1986). Mangrove Palynology UNDP/UNESCO and the French Institute of Pondicherry, ISSN 0073-8336 (E).
  • Tomlinson, Philip B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, ISBN 0-521-25567-8.
  • Teas, H. J. (1983). Biology and Ecology of Mangroves. W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8.
  • Plaziat, J.C., et al. (2001). "History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record". Wetlands Ecology and Management 9 (3): pp. 161–179.
  • Sato, Gordon; Riley, Robert; et al. Growing Mangroves With The Potential For Relieving Regional Poverty And Hunger WETLANDS, Vol. 25, No. 3 – September 2005
  • Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F. & Koedam, N. (2002). "A review of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka". Botanical Journal of the Linnean Society 138: 29–43.
  • Warne, K. (February 2007). "Forests of the Tide". National Geographic pp. 132–151
  • Aaron M. Ellison (2000) "Mangrove Restoration: Do We Know Enough?" Restoration Ecology 8 (3), 219–229 DOI:10.1046/j.1526-100x.2000.80033.x
  • Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
  • Barbier, E.B., Sathirathai, S., 2001. Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand. Contemporary Economic Policy. 19 (2) 109–122.
  • Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Jayatissa, L.P., Koedam, N., Lo Seen, D., Nitto, Di D. 2005. How Effective were Mangroves as a Defense Against the Recent Tsunami? Current Biology Vol. 15 R443-R447.
  • Bowen, Jennifer L., Valiela, Ivan, York, Joanna K. 2001. Mangrove Forests: One of the World's Threatened Major Tropical Environments. Bio Science 51:10, 807–815.
  • Jin-Eong, Ong. 2004. The Ecology of Mangrove Conservation and Management. Hydrobiologia. 295:1-3, 343–351.
  • Glenn, C. R. 2006. "Earth's Endangered Creatures" (Online). Accessed 4/28/2008 at http://earthsendangered.com.
  • Lewis, Roy R. III. 2004. Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest. Ecological Engineering. 24:4, 403–418.
  • Kuenzer, C., Bluemel A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T., and S. Dech. 2011. "Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review". Remote Sensing 3: 878-928; doi:10.3390/rs3050878
  • Lucien-Brun H. 1997. Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture. World Aquaculture. 28:21–33.
  • Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
  • Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." Forest Ecology and Management 174: 265–279
  • Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". Journal of Ecological Indicators, 23: 431-446
  • Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.

Bacaan lanjutan

  • Hamilton, S. (2013) Assessing the Role of Commercial Aquaculture in Displacing Mangrove Forest. Bulletin of Marine Science 89(2): 585-601.
  • Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010) World Atlas of Mangroves Earthscan, London, ISBN 978-1-84407-657-4; 60 maps showing world-wide mangrove distribution
  • Massó i Alemán, S., C. Bourgeois, W. Appeltans, B. Vanhoorne, N. De Hauwere, P. Stoffelen, A. Heaghebaert & F. Dahdouh-Guebas, 2010. The ‘Mangrove Reference Database and Herbarium’. Plant Ecology and Evolution 143(2): 225-232.
  • Vo Quoc, T., Oppelt, N., Leinenkugel, P. & Kuenzer, C., 2013. Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems - An Object-based Approach. Remote Sensing 5(1): 183-201.
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F. & Oppelt, N., 2012. Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services. Journal of Ecological Indicators 23: 431-446.
  • Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T. & Dech, S., 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sensing 3(5): 787-928.

Pranala luar


edunitas.com


Page 4

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Muara Angke, Jakarta (2007)

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Salah Satu Penampakan Hutan Bakau Teluk Kendari Tahun 2013.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Hutan bakau di Zambia, Afrika.

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan pengumpulan bahan organik. Berpihak kepada yang benar di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, berpihak kepada yang benar karena mempunyainya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta merasakan daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati ronde adaptasi dan evolusi.

Fungsi dan arti

Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah sebagai melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang akbar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi akibat ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak berpindah fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]

Luas dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di ronde yang cukup panas di alam, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.

Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 sampai 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di alam. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove alam. Namun sebagian kondisinya kritis.[2]

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai akbar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan warganya terhadap lahan.

Di ronde timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih berpihak kepada yang benar terdapat di pantai barat kekuatan Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Ronde yang terkait fisik dan zonasi

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Pandangan di atas dan di bawah air, tidak jauh perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berlainan terhadap variasi-variasi ronde yang terkait fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor ronde yang terkait fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berlainan. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Hendak tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan mempunyai pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

Terpaan ombak

Ronde luar atau ronde depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus merasakan terpaan ombak yang keras dan arus air yang kuat. Tidak seperti ronde dalamnya yang lebih tenang.

Yang perkiraan serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan arus air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di ronde ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang perkiraan jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak akbar.

Penggenangan oleh air pasang

Ronde luar juga merasakan genangan air pasang yang paling lama dibandingkan ronde yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi ronde yang terkait seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari ronde terluar yang terpapar gelombang laut, sampai ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di ronde terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada ronde laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.

Di ronde lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di tidak jauh tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).

Pada ronde yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi

Menghadapi ronde yang terkait yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan beragam cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas sebagai bertahan hidup. Seperti aneka wujud akar dan kelenjar garam di daun. Namun mempunyai pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) sebagai bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur sebagai mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya sebagai menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara untuk pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan sebagai bernapas.

Sebagai mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan keunggulan garam melewati kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tidak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tidak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan hendak terbuang bersama gugurnya daun.

Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal ronde yang terkait lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Ronde yang terkait yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan kekuatan hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada ronde lain dari hutan. Probabilitas lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.

Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tidak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tidak pelak lagi meningkatkan kesuksesan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut sampai berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama himpunan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Bila hendak tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga ronde akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya sebagai tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan bakau

Tumbuh dan mengembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan mempunyainya ronde suksesi ini, perlu dikenal bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Sampai pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan arus sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, hendak diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun hendak terakumulasi makin banyak dan makin cepat. Hutan bakau pun makin meluas.

Pada saatnya ronde dalam hutan bakau hendak mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi untuk pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke ronde ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Karenanya terbentuklah zona yang baru di ronde belakangan.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan saat berpuluh sampai beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan menambah luas hutan bakau, zona-zona berikutnya pun muncul terus-menerus di ronde pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih berbelit. Karena tidak selalu hutan bakau terus lebih luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tidak selalu dapat dianggarkan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 kilometer atau lebih; walaupun biasanya kurang dari itu.

Kekayaan flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Hendak tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang diasumsikan sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di ronde yang terkait hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di ronde yang terkait Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah dikenal, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies

(Noor dkk, 1999).

Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta banyak jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).

Penyusun utama

SukuGenus, banyak spesies
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae)Avicennia (api-api), 9
CombretaceaeLaguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2
ArecaceaeNypa (nipah), 1
Rhizophoraceae  Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8
SonneratiaceaeSonneratia (pidada), 5

Penyusun minor

Apa yang dimaksud dengan hutan mangrove dan apa contoh contoh dan dimana tempatnya?

Paku laut, Acrostichum aureum.

SukuGenus, banyak spesies
AcanthaceaeAcanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2
BombacaceaeCamptostemon, 2
CyperaceaeFimbristylis (mendong), 1
EuphorbiaceaeExcoecaria (kayu buta-buta), 2
LythraceaePemphis (cantigi laut), 1
MeliaceaeXylocarpus (nirih), 2
MyrsinaceaeAegiceras (kaboa), 2
MyrtaceaeOsbornia, 1
PellicieraceaePelliciera, 1
Plumbaginaceae  Aegialitis, 2
PteridaceaeAcrostichum (paku laut), 3
RubiaceaeScyphiphora, 1
SterculiaceaeHeritiera (dungun)2, 3

Artikel terkait

Margasatwa hutan bakau.

Rujukan

  • Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
  • Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
  • Tomlinson, P. B., 1986: The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.

Catatan kaki

Referensi

  • Saenger, Peter (2002). Mangrove Ecology, Silviculture, and Conservation. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1.
  • Hogarth, Peter J. (1999). The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford. ISBN 0-19-850222-2.
  • Thanikaimoni, Ganapathi (1986). Mangrove Palynology UNDP/UNESCO and the French Institute of Pondicherry, ISSN 0073-8336 (E).
  • Tomlinson, Philip B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, ISBN 0-521-25567-8.
  • Teas, H. J. (1983). Biology and Ecology of Mangroves. W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8.
  • Plaziat, J.C., et al. (2001). "History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record". Wetlands Ecology and Management 9 (3): pp. 161–179.
  • Sato, Gordon; Riley, Robert; et al. Growing Mangroves With The Potential For Relieving Regional Poverty And Hunger WETLANDS, Vol. 25, No. 3 – September 2005
  • Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F. & Koedam, N. (2002). "A review of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka". Botanical Journal of the Linnean Society 138: 29–43.
  • Warne, K. (February 2007). "Forests of the Tide". National Geographic pp. 132–151
  • Aaron M. Ellison (2000) "Mangrove Restoration: Do We Know Enough?" Restoration Ecology 8 (3), 219–229 DOI:10.1046/j.1526-100x.2000.80033.x
  • Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
  • Barbier, E.B., Sathirathai, S., 2001. Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand. Contemporary Economic Policy. 19 (2) 109–122.
  • Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Jayatissa, L.P., Koedam, N., Lo Seen, D., Nitto, Di D. 2005. How Effective were Mangroves as a Defense Against the Recent Tsunami? Current Biology Vol. 15 R443-R447.
  • Bowen, Jennifer L., Valiela, Ivan, York, Joanna K. 2001. Mangrove Forests: One of the World's Threatened Major Tropical Environments. Bio Science 51:10, 807–815.
  • Jin-Eong, Ong. 2004. The Ecology of Mangrove Conservation and Management. Hydrobiologia. 295:1-3, 343–351.
  • Glenn, C. R. 2006. "Earth's Endangered Creatures" (Online). Accessed 4/28/2008 at http://earthsendangered.com.
  • Lewis, Roy R. III. 2004. Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest. Ecological Engineering. 24:4, 403–418.
  • Kuenzer, C., Bluemel A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T., and S. Dech. 2011. "Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review". Remote Sensing 3: 878-928; doi:10.3390/rs3050878
  • Lucien-Brun H. 1997. Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture. World Aquaculture. 28:21–33.
  • Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, T. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
  • Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. "The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification." Forest Ecology and Management 174: 265–279
  • Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, N.A., Smith, O.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. "Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System." Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. "Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services". Journal of Ecological Indicators, 23: 431-446
  • Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. "Map of the Ecosystems of Central America: Final Report." World Bank, Washington, DC. 56 pp.

Bacaan lanjutan

  • Hamilton, S. (2013) Assessing the Role of Commercial Aquaculture in Displacing Mangrove Forest. Bulletin of Marine Science 89(2): 585-601.
  • Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010) World Atlas of Mangroves Earthscan, London, ISBN 978-1-84407-657-4; 60 maps showing world-wide mangrove distribution
  • Massó i Alemán, S., C. Bourgeois, W. Appeltans, B. Vanhoorne, N. De Hauwere, P. Stoffelen, A. Heaghebaert & F. Dahdouh-Guebas, 2010. The ‘Mangrove Reference Database and Herbarium’. Plant Ecology and Evolution 143(2): 225-232.
  • Vo Quoc, T., Oppelt, N., Leinenkugel, P. & Kuenzer, C., 2013. Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems - An Object-based Approach. Remote Sensing 5(1): 183-201.
  • Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F. & Oppelt, N., 2012. Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services. Journal of Ecological Indicators 23: 431-446.
  • Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Vo Quoc, T. & Dech, S., 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sensing 3(5): 787-928.

Pranala luar


edunitas.com


Page 5

Tags (tagged): 2 Title of articles, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 5, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 7, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 8, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 9, 2006 FIFA World Cup Qualifying - Final Round Zone North, Central America and the Caribbean, 2006 FIFA World Cup Qualifying - First round African Zone, 2006 FIFA World Cup Qualifying - First round of Asian Zone, 2006 FIFA World Cup Qualifying - Qualifying Zone North, Central America and the Caribbean, 2011 AFC Cup, 2011 Asian Cup, 2011 CONCACAF Gold Cup, 2011 Copa America squad, 2014 FIFA World Cup Qualifying - Second Round Zone North, Central America and the Caribbean, 2014 FIFA World Cup Qualifying - Third Round Zone North, Central America and the Caribbean, 2014 FIFA World Cup squads, 2014 Winter Olympics, 27 September, 270, 273 BC, 28


Page 6

Tags (tagged): 2 Title of articles, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 5, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 7, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 8, 2002 FIFA World Cup Qualifying - European Zone Group 9, 2006 FIFA World Cup Qualifying - Final Round Zone North, Central America and the Caribbean, 2006 FIFA World Cup Qualifying - First round African Zone, 2006 FIFA World Cup Qualifying - First round of Asian Zone, 2006 FIFA World Cup Qualifying - Qualifying Zone North, Central America and the Caribbean, 2011 AFC Cup, 2011 Asian Cup, 2011 CONCACAF Gold Cup, 2011 Copa America squad, 2014 FIFA World Cup Qualifying - Second Round Zone North, Central America and the Caribbean, 2014 FIFA World Cup Qualifying - Third Round Zone North, Central America and the Caribbean, 2014 FIFA World Cup squads, 2014 Winter Olympics, 27 September, 270, 273 BC, 28


Page 7

Tags (tagged): F Title of articles, F/A-18 Hornet, F1 2011 European Grand Prix, F1 Brazilian Grand Prix 2003, F1 Brazilian Grand Prix 2009, FC Sion, FC Slavyansky Slavyansk-na-Kubani, FC Slovan Liberec, FC Smena Komsomolsk-na-Amure, FIFA Ballon d' Or 2011, FIFA Ballon d'Or, FIFA Ballon d'Or 2012, FIFA Ballon d'Or 2013, Flag of Slovakia, Flag of Slovenia, Flag of Solomon Islands, Flag of Somalia, foster brother, Fotodiode, Fouad Rachid, Foued Kadir


Page 8

Tags (tagged): F Title of articles, F/A-18 Hornet, F1 2011 European Grand Prix, F1 Brazilian Grand Prix 2003, F1 Brazilian Grand Prix 2009, FC Sion, FC Slavyansky Slavyansk-na-Kubani, FC Slovan Liberec, FC Smena Komsomolsk-na-Amure, FIFA Ballon d' Or 2011, FIFA Ballon d'Or, FIFA Ballon d'Or 2012, FIFA Ballon d'Or 2013, Flag of Slovakia, Flag of Slovenia, Flag of Solomon Islands, Flag of Somalia, foster brother, Fotodiode, Fouad Rachid, Foued Kadir


Page 9

Tags (tagged): G Title of articles, Gary Andrew Stevens, Gary Breen, Gary Cahill, Gary Caldwell, Georginio Wijnaldum, Georgios George Koumantarakis, Georgios Karagounis, Georgios Samaras, Giuseppe Wilson, giussano, Givi Chokheli, Givi Dmitriyevich Chokheli, Granze, graph, grapheme, graphic, Gunter Friesenbichler, Gunungkidul Persig, Gunungsitoli, Gupta script


Page 10

Tags (tagged): G Title of articles, Gary Andrew Stevens, Gary Breen, Gary Cahill, Gary Caldwell, Georginio Wijnaldum, Georgios George Koumantarakis, Georgios Karagounis, Georgios Samaras, Giuseppe Wilson, giussano, Givi Chokheli, Givi Dmitriyevich Chokheli, Granze, graph, grapheme, graphic, Gunter Friesenbichler, Gunungkidul Persig, Gunungsitoli, Gupta script


Page 11

Tags (tagged): H Title of articles, Half-Blood Prince (character), Hali, halide, Halil Altintop, Harut and Marut, harvest, Harvesters combination, harvesting, Henk Bos (football player), Henk Ngantung, Henk Pellikaan, Henk Sneevliet, Hirofumi Moriyasu, Hirohito, Hiroki Sakai, Hiroshi Kiyotake, Houssine Kharja, Houston, Houston Dynamo, Houston Texans


Page 12

Tags (tagged): H Title of articles, Half-Blood Prince (character), Hali, halide, Halil Altintop, Harut and Marut, harvest, Harvesters combination, harvesting, Henk Bos (football player), Henk Ngantung, Henk Pellikaan, Henk Sneevliet, Hirofumi Moriyasu, Hirohito, Hiroki Sakai, Hiroshi Kiyotake, Houssine Kharja, Houston, Houston Dynamo, Houston Texans


Page 13

Tags (tagged): I Title of articles, Ibrahima Traore, Ibrox Stadium, Ibu Kota Beijing International Airport, Ibu Tien, Independiente, Index Kompas100, Index of Economic Freedom, India, Indonesian Young, Indonesian Youth Party, Indonesian ZALORA, Indonesias Got Talent, Internet Movie Database, Internet protocol, Internet protocol suite, Internet protocol television, ISO 3166-2, ISO 3166-2 : PH, ISO 3166-2 GB, ISO 4217


Page 14

Tags (tagged): I Title of articles, Ibrahima Traore, Ibrox Stadium, Ibu Kota Beijing International Airport, Ibu Tien, Independiente, Index Kompas100, Index of Economic Freedom, India, Indonesian Young, Indonesian Youth Party, Indonesian ZALORA, Indonesias Got Talent, Internet Movie Database, Internet protocol, Internet protocol suite, Internet protocol television, ISO 3166-2, ISO 3166-2 : PH, ISO 3166-2 GB, ISO 4217


Page 15

Tags (tagged): J Title of articles, Jabu Mahlangu, Jabu Pule, Jaca, Jacatra, January, January 1, January 10, January 11, Jens Bertelsen, Jens Hegeler, Jens Janse, Jens Jeremies, Johan Devrindt, Johan Djourou, Johan Elmander, Johan Hendrik Caspar Kern, Jorge Larrionda, Jorge Lobo Carrascosa, Jorge Luis Burruchaga, Jorge Luis Pinto


Page 16

Tags (tagged): J Title of articles, Jabu Mahlangu, Jabu Pule, Jaca, Jacatra, January, January 1, January 10, January 11, Jens Bertelsen, Jens Hegeler, Jens Janse, Jens Jeremies, Johan Devrindt, Johan Djourou, Johan Elmander, Johan Hendrik Caspar Kern, Jorge Larrionda, Jorge Lobo Carrascosa, Jorge Luis Burruchaga, Jorge Luis Pinto


Page 17

Tags (tagged): K Title of articles, Karl Erik Algot Almgren, Karl Gosta Herbert Lofgren, Karl Henry, Karl Hohmann, Kerkrade, Kermes ilicis, Kern County, California, Kernel (computer science), King of Bahrain Cup 2012, King of Bandits Jing, King Osanga, King Power Stadium, Konstantinos Mitroglou, Konstanz, Konya, Koo Ja-Cheol, Kwandang, North Gorontalo, Kwasi Appiah, KY, Kyai


Page 18

Tags (tagged): K Title of articles, Karl Erik Algot Almgren, Karl Gosta Herbert Lofgren, Karl Henry, Karl Hohmann, Kerkrade, Kermes ilicis, Kern County, California, Kernel (computer science), King of Bahrain Cup 2012, King of Bandits Jing, King Osanga, King Power Stadium, Konstantinos Mitroglou, Konstanz, Konya, Koo Ja-Cheol, Kwandang, North Gorontalo, Kwasi Appiah, KY, Kyai


Page 19

Tags (tagged): L Title of articles, La Romareda, La Romareda Stadium, La Rosaleda Stadium, La Spezia, Laureano Sanabria Ruiz, Lauren, Lauren Colthorpe, Lauren Etame Mayer, lesions, Lesley de Sa, lesmo, Lesotho, List of counties and cities in Central Java, List of counties and cities in Central Kalimantan, List of counties and cities in Central Sulawesi, List of counties and cities in East Java, List of Indonesian leaders, List of Indonesian legendary football player, List of Indonesian local clothing, List of Indonesian minister


Page 20

Tags (tagged): L Title of articles, La Romareda, La Romareda Stadium, La Rosaleda Stadium, La Spezia, Laureano Sanabria Ruiz, Lauren, Lauren Colthorpe, Lauren Etame Mayer, lesions, Lesley de Sa, lesmo, Lesotho, List of counties and cities in Central Java, List of counties and cities in Central Kalimantan, List of counties and cities in Central Sulawesi, List of counties and cities in East Java, List of Indonesian leaders, List of Indonesian legendary football player, List of Indonesian local clothing, List of Indonesian minister


Page 21

Tags (tagged): O Title of articles, Obu, Aichi- Obu, Aichi, Occidental Mindoro, Occimiano, Occitania, OIC, OIC Islamic University, Oier Olazabal, Oier Sanjurjo, Olympic Stadium Berlin, Olympic Stadium Fisht, Olympic Stadium San Marino, Olympic Stadium, Munich, Orchid, Orchidaceae, Orchids, North Gorontalo, Order of Carmelites, Oskemen, Oslo, Oslo Peace Agreement, Osman Chavez


Page 22

Tags (tagged): O Title of articles, Obu, Aichi- Obu, Aichi, Occidental Mindoro, Occimiano, Occitania, OIC, OIC Islamic University, Oier Olazabal, Oier Sanjurjo, Olympic Stadium Berlin, Olympic Stadium Fisht, Olympic Stadium San Marino, Olympic Stadium, Munich, Orchid, Orchidaceae, Orchids, North Gorontalo, Order of Carmelites, Oskemen, Oslo, Oslo Peace Agreement, Osman Chavez


Page 23

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) O, OB Shift 2, Oba Selatan, Tidore Kepulauan, Oba Tengah, Tidore Kepulauan, Oba Utara, Tidore, Oda Nobunaga, Odair Fortes, Odalengo Grande, Odalengo Piccolo, Oktaf, Oktaf Paskah, Oktal, Oktan, Olivia Dewi, Olivia Lubis Jensen, Olivia Newton John, Olivia Newton-John, Onozalukhu You, Moro O, Nias Barat, Onozalukhu, Lahewa, Nias Utara, Onozitoli Sawo, Sawo, Nias Utara, Onta


Page 24

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) O, OB Shift 2, Oba Selatan, Tidore Kepulauan, Oba Tengah, Tidore Kepulauan, Oba Utara, Tidore, Oda Nobunaga, Odair Fortes, Odalengo Grande, Odalengo Piccolo, Oktaf, Oktaf Paskah, Oktal, Oktan, Olivia Dewi, Olivia Lubis Jensen, Olivia Newton John, Olivia Newton-John, Onozalukhu You, Moro O, Nias Barat, Onozalukhu, Lahewa, Nias Utara, Onozitoli Sawo, Sawo, Nias Utara, Onta


Page 25

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 26

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan