Alat dan bahan yang digunakan untuk melukis pada zaman Neolitikum adalah


                    Zaman Neolitikum diperkirakan berlangsung kira-kira tahun 2000 SM. Perkmbangan kebudayaan pada zaman ini sudah sangat maju. Dalam zaman ini, alat yang dihasilkan sudah bagus.

  Perubahan mendasar terjadi pada awal tahapan ini. Pada masa ini manusia yang sebelumnya sekedar pengumpul makanan, mulai menjadi penghasil makanan dengan melakukan bertani dan berternak. Mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah (nomaden), tetapi relative telah menetap dan tinggal di perkampungan kecil.

Seni Tekstil (perhiasan) pada Zaman Neolitikum


                 Walau belum ada model pakaian seperti sekarang ini.tapi masarakat pada Zaman Neolitikum sudah mengenal pakaian dan perhiasan.
Pakaiannya adalah bermotif tenunan membuktikan bahwa masyarakat prasejarah sudah mengenal pakaian ini terbut dari kulit kayu.
Perhiasan,

Bahan baku yang di gunakan adalah Kalsedon dan batu indah, berwujud gelang, kalung, dan antingDari batu jenis agat dan jaspis (berwarna hijau kekuning-kuningan) dibuat pula gelang-gelang. Gelang-gelang ini digosok halus dan sering digunakan sebagai bekal kubur. Sudah dapat dipastikan gelang ini berfungsi juga sebagai perhiasan badan. Ada gelang kecil diameternya yang mungkin digunakan bagi anak kecil atau bayi. Cara pembuatannya cukup kompleks. Mula-mula batu agat dibentuk dengan cara memukul-mukul dengan batu lain sehingga berbentuk diskus (bulat pipih). Kemudian bagian bawah (salah satu sisi) digosok hingga rata. Sisi yang lain dibor dengan sebatang bambu. Pada permukaan bambu itu diberi pasir dan mungkin air, supaya batu lebih cepat terkikis. Mengebor memerlukan waktu lama. Setelah batu berlubang lalu dilanjutkan dengan menggosok atau menghaluskan lubangnya dengan alat yang terbuat dari fosil tanduk kambung hutan. Sisi luarnya pun digosok hingga halus., sedangkan gelang-gelang dari batu agat banyak ditemukan di daerah Purwakarta. Di daerah Purbalingga diketahui terdapat perbengkelan pembuatan gelang dari batu jaspis. Selain itu ditemukan pula semacam kapak yang besar, besarnya hampir seperti cangkul sekarang. Alat tersebut memang digunakan mencangkul tanah. Di. Dalam masa ini nampaknya sudah ada spesialisasi dalam masyarakat. Misalnya ada sebagian masyarakat yang hanya membuat beliung atau belincung secara kasar kemudian dibawa ke tempat lain untuk dihaluskan oleh orang lain.

                       Untuk membuat hiasan pada tembikar, sering kita jumpai permukaan tatap itu diukir. Akibatnya akan terdapat bekas-bekas pada permukaan periuk hiasan. Hiasan tersebut adalah dicap (impressed), berbeda dengan hiasan lain yang digores (incised). Dengan menggunakan sebatang lidi atau bambu, permukaan gerabah yang belum di bakar digores digambari (biasanya dengan pola geometris), baru kemudian dibakar. Tembikar banyak ditemukan sebagai bekal kubur. Nampaknya masyarakat pada masa itu sudah memasak makanannya dengan tembikar ini, sebab ada yang ditemukan bagian bawahnya hitam bekas api. Pada masa Neolithicum sudah dikenal pula pertenunan. Hal ini diketahui dari ditemukannya pecahan tembikar dengan cap tenunan pada permukaannya. Hal ini terjadi karena pada waktu itu dibuat dan masih basah benda tembikar itu diletakkan di atas bahan tenunan. Bahan tenunan yang diketahui ialah tenun bogor, yang benangnya dibuat dari daun gebang. daun gebang disayat halus-halus, sehingga dpat dipakai sebagai benang tenun. Tenunan semacam ini masih terdapat di daerah Yogyakarta. Pada umumnya sekarang hasilnya dipakai sebagai bungkus barang dagangan. Dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, pada masa Neolithicum budaya manusia telah maju dengan pesat.. Salah satu diantaranya ialah pertenunan dengan menggunakan tenun gendong.


Seni bangunan pada Zaman Neolitikum

Pada zaman Neolitikum kebudayaan masyarakatnya mulai berkembang dengan dibuatnya rumah dari kayu dan bambu yang sampai sekarang masih tersisa di beberapa daerah di wilayah Indonesia.

Seni Lukis dan pahat  pada Zaman Neolitikum

sama seperti pada zaman mesolitikum, seni lukisnya berupa lukisan pada dinding gua seperti: lukisan binatang buruan. Lukisan ini dikerjakan dengan cara menoreh dinding gua dengan
 penggambaran binatang yang realistic dibubuhi dengan warna merah, putih, hitam dan coklat yang dibuat dari bahan pewarna alam.Sedangkan lukisan lambang nenek moyang yang berbentuk setengah binatang dan setengah manusia dan juga lukisan lukisan cap-cap tangan, lukisan ini dikerjakan dengan teknik semprotan warna (aerograph). Lukisan yang berupa pahatan serta hiasan yang terdapat pada bagian-bagian bangunan adat dan pada benda-benda kerajinan. Lukisan pada zaman Neolitikum bersifat ornamentik yang statis dengan motif-motif perlambangan dan geometris,

 Seni patung pada Zaman Neolitikum

Karya seni patung Indonesia pada zaman pra-sejarah mulai dikenal pada zaman Neolitikum berupa patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala. Gaya patungnya disesuaikan dengan bahan  baku yang digunakan, yaitu batu, kayu serta bahan lainnya, selain itu patungnya juga banyak dipengaruhi seni ornamentik. Hasil-hasil peninggalan di Jawa Barat menunjukan bahwa patung-patung memiliki ukuran besar dengan gaya statis, frontal dan bersifat monumentalis. Sedangkan yang ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan) gayanya lebih dinamis dan fiktural.

Kerajinan lain yang dihasilkan pada Zaman Neolitikum


a.  Anak Panah. Mata panah dari Sulawesi dibuat dari kepinga batu kalsedon dan kuarsa

b. Tembikar(Gerabah)
Pada tahap bermukim dan berladang manusia sudah mengenal gerabah sebagai peralatan hidup. Namun cara atau teknik pembuatan gerabah pada masa bercocok tanam tingkat awal saat itu masih sangat sederhana. Pembutan gerabah pada masa itu dikerjakan dengan tangan. Sedangkan penggunaan roda olandasan yang berputar (pelarikan)belum banyak bukti-bukti yang mendukung penggunaan alat tersbut pada masa itu. Periuk belaga yang berisi tulang-tulang manusia banyak di temukan di Sumbawa. Unsur-unsur lainnya yang dapat disebutkan dan masih hidup hingga sekarang misalnya gamelan, wayang, pranata mangsa, pelayaran, kalender, dan sebagainya. 

Sumber: herydotus.wordpress.com/.../zaman-batu-te..


pendidikan4sejarah.blogspot.com/.../pra-sej... -ortipulang.blogspot.com/.../zaman-batu-mu...

[28-9-12,]

KOMPAS.com - Zaman Neolitikum atau Zaman Batu Muda adalah periode pada masa prasejarah ketika manusianya menggunakan alat-alat dari batu yang telah dihaluskan.

Pada zaman ini dikatakan terjadi revolusi kebudayaan yang sangat besar dalam peradaban manusia.

Sebab, pada Zaman Neolitikum terjadi perubahan yang cukup mendasar dari meramu atau food gathering menjadi food producing alias membuat makanan sendiri.

Masyarakatnya diduga telah mengenal tradisi pertukaran barang atau dagang, beternak, dan mengembangkan kebudayaan agraris walaupun dalam tingkatan yang masih sangat sederhana.

Selain itu, manusia purba yang hidup pada zaman ini telah membangun tempat tinggal permanen seperti rumah sederhana, membuat kerajinan.

Sementara kehidupan sosial Zaman Neolitikum ditandai dengan masyarakatnya yang telah mengembangkan gotong-royong, membuat aturan hidup bersama, dan memiliki kepercayaan terhadap arwah.

Baca juga: Revolusi Neolitik: Pengertian, Teori Pendukung, dan Hasil Kebudayaan

Ciri-ciri Zaman Neolitikum

  • Alat-alat batu sudah diasah dan dihias
  • Tempat tinggal manusianya sudah menetap
  • Perubahan dari food gathering ke food producing
  • Masyarakatnya mengenal bercocok tanam dan beternak
  • Ditemukannya kebudayaan kapak lonjong dan kapak persegi
  • Masyarakatnya telah mengenal kepercayaan

Manusia pendukung

Manusia yang sudah mulai hidup menetap terdapat pada masa Neolitikum.

Pada zaman ini telah hidup manusia purba jenis Homo Sapiens yang mendukung terjadinya revolusi kebudayaan.

Manusia pendukung kebudayaan Neolitikum adalah manusia Proto Melayu yang hidup pada 2000 SM, seperti Suku Nias, Toraja, Dayak, dan Sasak.

Hasil kebudayaan Zaman Neolitikum

Hasil kebudayaan yang terkenal pada Zaman Neolitikum secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu.

Nama kapak persegi pertama kali disebutkan oleh von Heine Geldern. Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk alat yang ditemukan, yaitu berbentuk persegi.

Kapak persegi berbentuk persegi panjang dan ada pula yang berbentuk trapesium.

Kapak persegi yang besar sering disebut dengan beliung atau cangkul, bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga persis seperti bentuk cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah.

Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.

Ada juga peninggalan Zaman Neolitikum semacam kapak persegi yang disebut sebagai kapak bahu.

Bentuk kapak bahu terbilang sama, hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher sehingga menyerupai bentuk botol persegi.

Di Indonesia, kapak bahu hanya ditemukan di Minahasa.

Baca juga: Zaman Batu: Pembagian, Peninggalan, dan Kehidupan Manusia

Kebudayaan Kapak Lonjong

Nama kapak lonjong berasal dari bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong.

Bentuk keseluruhan alat ini lonjong sepeti bulat telur, di mana pada ujungnya yang lancip ditempatkan tangkai dan bagian ujung yang bulat diasah hingga tajam.

Kapak lonjong mempunyai berbagai macam ukuran, yang besar sering disebut walzenbeil, sedangkan yang kecil dinamakan kleinbeil.

Penyebaran jenis kapak lonjong terutama di Kepulauan Indonesia bagian timur, seperti di daerah Papua, Seram, dan Minahasa.

Peninggalan Zaman Neolitikum

Di samping kapak persegi dan kapak lonjong, ditemukan pula peninggalan Zaman Neolitikum yang tidak terbuat dari batu. Berikut ini beberapa contohnya.

Perhiasan

Perhiasan berupa gelang dan kalung dari batu indah banyak ditemukan di Jawa.

Pakaian

Di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu yang biasanya dipakai untuk membuat pakaian.

Dapat diambil kesimpulan bahwa manusia dari Zaman Neolitikum sudah berpakaian.

Tembikar

Peninggalan berupa barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra.

Walaupun hanya berupa pecahan-pecahan kecil, tetapi dapat dilihat bahwa tembikar tersebut sudah dihiasi gambar-gambar yang didapat dengan cara menekankan suatu benda ke tanah yang belum kering.

Di bukit-bukit pasir di pantai selatan Jawa antara Yogyakarta dan Pacitan juga ditemukan banyak pecahan periuk belanga.

Referensi:

  • Soekmono. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.